Bryan membuka pintu Penthouse-nya dengan senyuman lebar untuk Nisa. Mereka baru pulang dari Bali dan Bryan langsung memaksa Nisa untuk tinggal di Penthousenya ketimbang di rumah mungil Nisa.
Sebagai istri, Nisa tak bisa menolak. Meskipun ia kemudian mengajukan permintaan jika mereka akan tidur terpisah sesuai dengan perjanjian pra-nikah yang sudah mereka tanda tangani. Nisa hanya membawa satu koper karena memang pakaiannya tak banyak.
Mulutnya terbuka dan mata memutar menjelajahi seluruh ruangan penthouse mewah itu. Ia tertegun dan menelan ludahnya melihat begitu mewahnya hidup Bryan selama ini. Nisa meringis begitu menoleh pada Bryan yang berdiri di sebelahnya.
"Kenapa?" tanya Bryan masih dengan senyuman menggantung di sudut bibirnya.
"Ehm... rumah Kakak gede ya. Tapi kenapa kita gak tinggal di rumah Papa aja?" Nisa setengah berbisik masih memegang pegangan kopernya.