Chapter 87 - Sebuah Rencana

"Bunda hari ini Nisa menikah dengan pria yang sudah menyakiti Nisa dan membuat Bunda menangis. Dia sangat bahagia, tapi Nisa tidak. Nisa merasa di depan akan ada Neraka yang harus Nisa jalani. Maafkan Nisa bunda, karena Nisa menjadi anak yang pendendam dan tidak mudah memaafkan."

Nisa berbicara dalam hatinya sambil memperhatikan Bryan yang tengah berdansa dengan Kakaknya, Alisha. Bryan terlihat begitu bahagia dan begitu menikmati pesta pernikahan yang dirancang Alisha untuknya. Dari jarak beberapa meter, Nisa duduk memperhatikan kedua Kakak beradik itu dan ketika pandangannya beradu dengan Bryan, Nisa tetap tersenyum.

Pada ulang tahun Bryan yang ke 27 tahun hari ini, Nisa memberinya hadiah. Hadiah itu tulus diberikan Nisa untuk Bryan. Karena sesungguhnya sebagian hati Nisa memang menyukai Bryan. Nisa tak bsia menghidanri rasa suka itu tapi ia masih menyimpan dendam pada Bryan. Sebagian diri Nisa membenci Bryan. Nisa ingin Bryan bisa merasakan yang ia rasakan dulu. Mereka masih asik berdansa sampai Nisa berdiri dan hendak berjalan masuk ke dalam rumah ketika sebuah suara memanggilnya.

"Nisa Sayang, Papa bahagia kamu bisa bersama Bryan. Dia akan melindungi dan menyayangi kamu," ujar Hans Alexander yang berdiri menghampiri Nisa. Nisa hanya memblasa dengan tersenyum saja. Hans lalu memeluk Nisa yang masih berbalut pakaian pengantin.

"Tapi jika Bryan menyakiti kamu, kamu harus bilang sama Papa. Sekecil apapun itu, Mengerti?" tambah Hans lagi dan Nisa cuma mengangguk. Hans lalu memeluk Nisa sekali lagi sebelum kemudian mencium keningnya. Tak lama kemudian, hans pun ikut meninggalkan Nisa. Nisa menyaksikan Ayah tirinya berjalan ke arah beberapa tamu yang kemudian menyambutnya.

Nisa sudah mengambil keputusan atas rencananya malam ini. Ia pun beranjak masuk ke rumah hendak berganti pakaian. Sebelum ia masuk kamar, Nisa melihat Darren Alexander tengah minum sendirian di dekat tangga. Ketika ia menaikkan pandangan melihat Nisa, Darren tersenyum. Nisa pun akhirnya datang menghampiri dan duduk di sebelahnya.

"Selamat Deanisa, om harap kamu akan bahagia selamanya bersama Bryan," ujar Darren memberi Nisa selamat. Dia tersenyum dengan tulus tapi Nisa bisa melihat bekas airmata di sudut matanya. Namun Nisa tidak berani bertanya.

"Terima kasih Om Darren, semoga Om Darren juga bahagia," balas Nisa mencoba tetap ramah. Darren hanya mengangguk saja dan meluruskan pandangannya.

"Om bahagia kalau kalia berdua bahagia," ujarnya lagi masih menatap lantai kayu di depan mereka. Darren terdiam beberapa saat kemudian sebelum ia bicara lagi.

"Kamu mengingatkan Om pada wanita yang Om cintai tapi tidak bisa Om miliki. Tapi hari ini Om bahagia, karena Bryan menikah dengan wanita yang ia cintai." Nisa sedikit tercekat dan mulai sedikit tertunduk. Ia kemudian diam saja memandang wajah Darren.

"Jaga hati Bryan, Nisa. Om bisa lihat dan merasakan apa yang Bryan rasakan sekarang sama seperti yang oM rasakan dulu," sambung Darren lagi. Kalimat itu seakan menusuk dalam hati Nisa. Ia sebenanrnya berencana menghancurkan Bryan Alexander tapi apa jadinya jika ia malah diminta untuk mejaga perasaannya.

"Dia sangat mencintai kamu dan Om yakin dia tidak akan pernah menyerah sama kamu. Kamu harus percaya sama dia, maka cinta akan datang pada kalian berdua dan kalian akan bahagia, percayalah," tambahnya lagi membuat hati Nisa jadi ragu. Tapi Nisa sudah memutuskan semuanya. Ia takkan berhenti dan kasihan pada Bryan di tengah jalan. Ia tak boleh selemah itu.

Tiba-tiba ponsel Darren bergetar dan ia langsung meminta ijin pada Nisa untuk menerima panggilan itu. Nisa pun mengangguk dan melanjutkan perjalanan ke kamar Alisha tempatnya berganti pakaian. Nisa melepaskan pakaian pengantin lalu meletakkan pada tempatnya.

Nisa menghapus make up lantas membersihkan diri dan memakai pakaian yang lebih santai, T shirt dengan hoody hitam dan celana jeans. Nisa lalu memakai sepatu dan menguncir rambutnya rambutku. Ia mengeluarkan tas hitam yang disembunyikanya di balik sebuah kursi.

Sambil mengendap, Nisa keluar dari kamar. Nisa berjalan menuju parkiran. Ia malah bertemu dengan Denis, supir pribadi Bryan yang siap mengantarkan sepasang pengantin itu pulang ke penthouse Bryan.

"Loh, kok Ibu gak sama Pak Bryan?" tanya Denis saat melihat Nisa hanay sendiri. Nisa tersenyum dan mencoba membuat alasan.

"Nanti dia nyusul, Pak Bryan masih sama teman-temannya," jawab Nisa meyakinkan. Denis pun mengangguk percaya lalu membuka pintu mobil untuk Nisa. Perjalanan ke penthouse Bryan butuh waktu hampir 40 menit. Selama perjalanan Nisa melakukan online check in untuk penerbangan malam ini lewat ponselnya. Ketika tiba di apartemen milik Bryan, Nisa yang belum pernah kesana lantas turun di lobi. Nisa meminta Denis untuk kembali ke kediaman Alexander, sementara Nisa pura-pura masuk ke dalam. Setelah ia memastikan jika mobil Denis pergi jauh, Nisa langsung memesan taksi online dan berangkat ke bandara.

Dalam 40 menit, Nisa tiba di bandara. Ia berjalan cepat membawa tasnya dan bersiap untuk check in. Namun ketika Nisa mengantri, matanya menangkap sosok yang ia kenal dari balik hoodie-nya.

"Emily?!"

KEDIAMAN ALEXANDER

Arya baru saja ditinggal oleh Bryan yang ingin mencari Nisa saat merasa ada yang menyentuh pundaknya dari belakang. Arya tersenyum karena mengira jika itu adalah Emily. Ia sponta berbalik dan langsung kecewa saat tau jika yang menyentuhnya adalah Indira. Dira tersenyum mengajak Arya untuk berdansa.

"Gak Dira, aku punya pasangan sendiri!" tolak Arya ketus. Tapi Dira terus memaksanya.

"Mana pasangan kamu? Kok aku gak liat?" mata Arya lantas mencari-cari sosok Emily tapi tak terlihat di manapun.

"Dia pasti disekitar sini. Aku rasa dia sedang ambil makanan," ujar Arya melepaskan diri dari Dira. Ia ingin langsung pergi. Tapi Dira menarik lengannya kembali.

"Oh come on Arya. Just one last dance aku rasa dia tidak akan keberatan," rayu Dira lagi. Arya berdiri sejenak lalu menimbang sejenak apa benar jika ia berdansa dengan Dira.

"Ya udah. Tapi lima menit aja!" sahut Arya dan Dira langsung mengangguk. Dira tersenyum dan merangkul Arya untuk berdansa. Arya berusaha tidak terlalu dekat dengan Dira. Ia tidak ingin Emily melihat dan jadi salah paham. Tapi mata Arya sesekali masih terus berusaha mencari Emily.

20 MENIT KEMUDIAN

Bryan sudah membuka jas pernikahanya dan mulai mencari Nisa. Ia sudah berkeliling seluruh rumah selama 15 menit tapi Nisa tidak terlihat dimana pun. Bryan pun masuk ke dalam rumah dan berharap istrinya itu berada ada di dalam.

"Uncle Darren," panggil Bryan malah menemukan pamannya yang terlihat baru selesai menelepom.

"Bryan, kamu sedang apa?"

"Uncle liat Nisa?" ia mengangguk dan mengarahkan pandangannya ke lantai atas. Mata Bryan mengikuti arah pandangan Darren dan mengangguk. Nisa ada di kamarnya.

"Bry, bisa kita bicara sebentar?" tanya Darren menyetakkan Bryan tiba-tiba.

"Besok aja ya, Uncle. Aku mau ketemu istriku dulu." Darren tersenyum pada Bryan dan mengangguk. Bryan membalas tersenyum dan mengucapkan selamat malam sebelum berjalan menaiki tangga. Dengan santai, Bryan memasuki kamarnya namun tidak menemukan siapapun di sana. Bahkan kamar belum dimasuki oleh siapapun.

"Snowflakes!" panggil Bryan tapi tak ada sahutan sama sekali. Ia memeriksa seluruh kamar dan Nisa tak ada. Bryan lalu keluar dan masuk ke kamar Alisha di lantai dua. Tidak ada siapapun tapi Bryan menemukan gaun pengantin Nisa yang sudah terpasang kembali di manekin serta seluruh asesorisnya terletak rapi di atas meja rias. Nisa mengganti pakaiannya di kamar Alisha. Tapi dia kemana?

Sambil masih memegang jasnya, Bryan mencari ke seluruh rumah sampai ke lapangan parkir. Tak ada Nisa, tapi Bryan malah menemukan Arya seperti sedang mencari sesuatu.

"Arya, lo ngapain disini?"

"Gue cari Emily, gue udah cari di semua ruangan tapi dia gak ada. Gue takut dia udah balik duluan." Bryan mengangguk dan wajahnya masih berpaling ke kanan dan kiri mencari Nisa.

"Gue juga lagi cari Nisa, tapi gak tau dia ada dimana. Di semua kamar gak ada." Arya mengernyitkan kening mendengar Bryan. Kenapa bisa kebetulan seperti ini.

"Apa mungkin mereka balik ke penthouse berdua?" Bryan mengangkat bahu. Arya pun lalu mengajak Bryan pergi ke parkiran mobil. Disana Bryan mulai bertanya pada semua orang.

"Apa ada yang melihat Nisa?" tanya Bryan pada seluruh supir dan pengawal di lapangan parkir. Lalu Denis muncul dan mengatakan sesuatu.

"Ah Pak Bryan, saya yang antar ibu Nisa ke penthouse."

"Apa dia bersama seseorang?" tanya Arya langsung dan Denis menggeleng.

"Mungkin Emily udah balik lebih dulu!" sahut Bryan menoleh pada Arya dan ia pun mengangguk.

"Ya udah, kita kembali ke penthouse aja. Gue rasa mereka di sana Arya."

"Kalo gitu gue ambil mobil dulu." Bryan mengangguk dan berjalan menuju mobinya bersama Denis.