Hubungan Bryan dan Nisa tidak lagi setegang dulu. Nisa bahkan sudah bisa tersenyum jika Bryan menggoda dan bercanda dengannya. Meski kadang Nisa sedikit menjaga jarak tapi ia sudah mulai tidak lagi canggung duduk berdekatan dengan Bryan di mobil atau di ruang meeting. Seperti saat ketika Nisa harus menemani Bryan di sebuah konferensi pengusaha.
Nisa terlatih untuk selalu mengikuti Bryan dan melayani kebutuhannya selama menjadi peserta konferensi dan menjadi keynote speaker. Keakraban Nisa dan Bryan mulai memunculkan beberapa gosip di kantor. Ada yang mengaku melihat Nisa dipeluk Bryan suatu hari, bahkan ada yang kemudian menghubungkan bagaimana Nisa bisa mendapatkan posisi nya di HG tanpa tantangan yang berarti.
Beberapa staf mulai membicarakan bos besar mereka dan selentingan rumor soal Bryan yang seorang playboy mendekati Nisa yang tidak pernah terlihat memiliki pacar. Beberapa mereka menyayangkan jika Nisa sempat jatuh ke pelukan Bryan, karena Bryan memang sudah terkenal punya banyak pacar dan terus dikelilingi wanita wanita cantik. Namun tidak sedikit yang mencibir menganggap Nisa hanya ingin menumpang ketenaran keluarga Alexander.
Tapi bukan Bryan namanya jika tidak pintar membungkam orang lain. Dalam pertemuan tahunan karyawan ia menyentil dengan halus staf yang menurutnya terlalu banyak bicara daripada bekerja. Dan mengingatkan mereka jika seluruh karyawan haruslah berpikir sebelum bertindak jika terjadi sesuatu pada nama baik perusahaan maka Bryan tau harus menyalahkan siapa.
Bryan bukanlah bos yang menyenangkan. Dia disiplin, tidak suka kompromi namun transparan dan selalu terbuka pada perubahan. Banyak yang tidak menyukai gaya kepemimpinannya namun ia tau benar apa yang harus dilakukan. Ia tau ia tidak mungkin menyenangkan semua orang, tapi ia sangat menghargai pekerja yang berdedikasi, jujur dan bertanggungjawab.
Menurut Bryan, Nisa memenuhi kriteria pekerja yang ia inginkan. Bukan karena ia punya perasaan khusus pada Nisa, Bryan memang harus mengakui jika Nisa sudah sedang mengerjakan sesuatu maka ia akan mengeluarkan seluruh kemampuannya. Nisa benar benar sudah berubah dari gadis penakut menjadi wanita dewasa yang punya keinginan kuat. Hanya satu yang kurang, ia belum menerima cinta Bryan.
Hari ini, Nisa sedang membereskan beberapa dokumen diatas meja Bryan sambil berdiri dengan Bryan di sebelahnya sedang menandatangani beberapa dokumen. Ponsel Bryan berdering tak lama kemudian, sambil tersenyum dan melirik pada Nisa, Bryan mengangkat ponselnya.
"Hey, apa kabarmu, Kasanova?" ujar suara yang sangat dikenal Bryan dari ujung telepon. Bryan tergelak dan langsung menjawab.
"Baik, Joona. Bagaimana kabarmu?"
"Merindukanmu. New York benar-benar sepi tanpamu!" Bryan makin tergelak. Nisa sempat menoleh dan tersenyum tapi meneruskan lagi pekerjaannya sambil berdiri.
"Ayolah, New York itu kota pesta. Kalau kamu sepi tinggal pergi saja ke Estrela. Aidan punya pesta 24 jam untukmu," balas Bryan masih tersenyum manis.
"Jika Claire tau aku ikut pestanya Aidan, maka dia menjewer Aidan." Bryan makin tertawa keras.
"Aku tidak ingin memancing kemarahan Claire, sungguh. Istrimu adalah Luna yang mengerikan, hahahaha!"
"HEI..." teriak Arjoona menegur dan ikut tertawa setelahnya.
"Bagaimana kabarmu? Kapan kamu kembali?" tanya Arjoona kemudian.
"Uh, masalah disini belum selesai. Aku harus menstabilkan HG dulu, mungkin aku tidak akan kembali ke New York dalam waktu dekat."
"Hhhmm... apa ada yang bisa aku bantu?"
"Ini bisnis konstruksi dan estate, Joona, bukan bidangmu."
"Aku tau. Tapi mungkin ada yang bisa aku lakukan untukmu."
"Tak apa. aku bisa mengatasinya, lagipula aku punya Arya, dia arsitek yang hebat."
"Ehem... oh ya, Jayden sudah pulang. Kenapa tidak hubungi dia?" Bryan menggaruk sisi belakang kepalanya sedikit menyengir meski Arjoona tak bisa melihatnya.
"Aku belum bisa menghubungi dia dulu. Jika dia datang ke HG, dia akan langsung ikut campur. Biarkan aku menyelesaikan semuanya sendiri dulu. Kamu mengerti kan maksudku?"
"Ikatan apa yang kalian punya? Dia juga mengatakan hal yang sama!" sahut Joona membuat Bryan terkekeh dan mengangguk. Nisa menyodorkan lagi beberapa dokumen untuk diperiksa Bryan. Bryan mengangguk dan tersenyum.
"Aku akan off sebentar Joona, tak apa kan?" tanya Bryan lagi.
"Tidak apa. Nikmati waktumu, apa kamu sudah punya pacar?" Bryan melirik pada Nisa dan Nisa ikut menoleh sejenak tersenyum.
"Yah, begitulah."
"Oh, berapa banyak?" goda Joona sambil tergelak.
"Satu... hanya satu-satunya..."
"Wow... aku tunggu ceritamu, Bryan. Apa kali ini kamu serius?" Bryan sempat terdiam sebentar masih memandang Nisa yang masih sibuk memilah dokumen.
"Sangat... akan kutelepon nanti."
"Tentu, teman. Selamat ya!" Bryan hanya tersenyum mendengus dan menutup sambungan teleponnya.
Bryan lantas masih memandang Nisa disebelahnya, ia menyandarkan punggungnya di kursi sambil menikmati pemandangan 'indah' di sebelahnya. Mata Bryan memperhatikan figur Nisa dari samping dan belakang sambil memegang dagunya. Caranya berdiri pun membuat Bryan tidak ingin mengedipkan mata. Ia benar benar jatuh cinta pada Nisa dan terus menahan dirinya untuk tidak mengunci Nisa di dalam kamarnya.
Setelah bicara dengan Joona, sebuah pikiran lalu muncul di kepala nya. Dua bulan lagi dia akan ulang tahun, tahun ini ia ingin kado yang paling spesial dalam hidupnya. Ia tidak boleh menunda lagi, Juan bahkan sudah terang terangan berani mengajak Nisa makan siang bahkan di depan dirinya. Jika ia berdiam terlalu lama maka Nisa akan menjauh darinya. Bryan mengambil resiko dari keputusan yang diambil dalam hatinya.
"Snowflakes, minggu depan kamu ikut Kakak ya?" ujar Bryan sambil menyentuh pinggang Nisa.
"Kemana?" jawab Nisa masih menyusun dokumen tanpa melihat Bryan. Jemari Bryan membelai lembut punggung Nisa. Nisa sudah terbiasa dengan tingkah bos nya, ia pun menepis pelan tangan Bryan menjauhkan nya dari tubuhnya
"Albert Wijaya mengundang kita ke pulau Gili, HG akan bangun resort disana, kita harus meninjau lokasi."
"Bukannya itu tugasnya Kak Arya?"
"Kita ikut Arya, sekalian liburan". Nisa menoleh melihat pada Bryan sambil mengernyitkan keningnya.
"Kakak aja yang pergi, biar Nisa disini membereskan pekerjaan," jawabnya kembali sibuk dengan staples dokumen.
"Come on Snowflakes, kapan terakhir kamu liburan?"
"Nisa gak pernah liburan, gak pernah ada waktu," sahut Nisa spontan.
"Tuh kan, come on Doll, kita butuh waktu untuk berdua. Kita pergi ya?" ujar Bryan lagi kembali membelai punggung Nisa. Nisa tergelak kecil sambil tersenyum. Bosnya bicara seolah-olah mereka sedang pacaran.
"Kenapa kamu malah tertawa?"
"Kakak bicara seolah-olah kita sedang pacaran." Nisa tersenyum dan menggeleng.
"Jadi kita gak pacaran?"
"Nope!" potong Nisa tanpa ragu.
"Ah my heart, aduh sakit. Jantung Kakak udah copot ni ditolak kamu!" Bryan berpura-pura memegang dadanya sambil meringis kesakitan sampai menempelkan wajahnya di meja dan melihat Nisa dari samping. Nisa hanya tertawa saja melihat tingkah Bryan yang seperti anak anak.
Nisa melihat banyak sekali hal yang berbeda dari Bryan ketika ia bersamanya. Dia benar-benar pimpinan yang dingin di depan semua staf tapi ketika mereka hanya berdua saja, Bryan begitu manja dan kadang menyebalkan.
"I don't care Snowflakes, kamu ikut Kakak minggu depan ke Gili Trawangan, hanya tiga hari. Siapin koper kamu. Kita berangkat kamis minggu sore kembali," ujar Bryan dengan nada rendah bangun dari kursinya memeluk Nisa dari belakang dengan sebelah lengannya lalu mencium leher dibawah telinganya. Setelahnya Bryan dengan santai berjalan keluar ruangan. Sontak Nisa berhenti melakukan kegiatannya. Napasnya tidak beraturan entah karena diajak liburan oleh Bryan atau karena ciumannya. Bryan meninggalkan Nisa yang merona di dalam ruangannya sendiri.