Semakin Aidan membaca Diary milik Celia, Ibunya, semakin Aidan meneteskan air matanya. Ternyata lebih banyak kesedihan yang dituliskan oleh Celia di sana daripada kebahagiaannya selama ini. Aidan tak menyangka jika dibalik senyuman sang Ibu, ia menyimpan kesedihan dan kesepian yang panjang.
Malam-malamnya yang dingin, dilewati Celia dengan menulis Diary atau menyulam sampai ia lelah dan mengantuk. Aidan seolah sedang melihat rangkaian adegan saat ibunya masih hidup dan menghabiskan waktunya dalam kesedihan. Hanya ketika ia keluar dari kamar dan bertemu Aidan, ia selalu merasa bahagia.
Namun seiring waktu, Aidan semakin besar lalu mulai sekolah dan lebih banyak menghabiskan waktu di luar. Hal itu menjadikan Celia semakin merindukan saat-saat bersama Aidan seperti ketika saat ia kecil.