Nisa menegakkan duduknya dan menyeka airmata dengan sebelah punggung tangannya. Ia haru bisa bertahan dan kuat menghadapi semua hal. Bryan sudah membuangnya dan tak ada yang bisa dilakukan Nis auntuk mengulang masa lalu.
Banyak yang ia sesali, tapi satu hal yang tidak. Ia tak menyesal pernah mencintai Bryan dalam hidupnya. Nisa melingkarkan kedua lengan memeluk perutnya sendiri.
"Uh... Nisa kan gak salah kenapa Nisa mesti malu?" gumam Nisa pada dirinya sendiri. Ia mencoba tersenyum dalam tangisnya.
"Jika Papa kamu ingin bercerai dari Mama, kita akan hidup berdua aja yah. Yah, Mama akan berusaha untuk melakukan semuanya untuk kamu. Ya... seperti itu saja," gumam Nisa berbicara sendiri. Matanya lantas melihat lagi pada roti yang sebelumnya ia sedang makan.
"Nisa sedang hamil, Nisa harus makan." Nisa mengambil roti itu dan mencoba menghabiskannya meski ia bahkan tak sanggip menelan sama sekali. Tapi dia sudah berjanji. Nisa harus hidup untuk bayinya.