Senin, 9 Maret 2020 Satria dan Abyan akan melaksanakan Ujian sekolah berstandar Nasional alias USBN. Kebanyakan siswa akan belajar sungguh-sungguh untuk ujian akhir yang sangat menentukan itu, terkecuali untuk Satria dan Abyan. Sabtu, tepat dua hari sebelumnya, Satria dan Abyan justru menyambangi Thomas di rumahnya untuk sekedar nongkrong dan mengobrol. Waktu sudah hampir tengah malam, namun obrolan mereka sepertinya terlalu seru untuk di selesaikan. Maskur yang ketika itu sedang magang, memang sering tak hadir jikalau MAST berkumpul. Namun, mereka bertiga sering membicarakan Maskur untuk sekedar berharap semoga usahanya lancar dan sukses. Pukul satu dini hari, akhirnya obrolan mereka bertiga pun berakhir. Satria dan Abyan pun pamit pulang setelah meneguk dua gelas kopi yang membuat perut mereka kembung. Ketika itu jalan sudah sepi, tak banyak kendaraan berlalu lalang, lampu lalu lintas pun sudah berubah menjadi satu warna.
"Bro, kalau gue kuliah jauh gimana!?" Tanya Abyan.
"Jauh nya semana dulu?" Ujar Satria.
"Luar Negri!?"
"Hemmm, ya yaudah, no problem. Gue lebih setuju kalo lo kuliah jauh tapi jauh nya dalam artian di luar negri. Kenapa? Karna kalau cuma sejauh tapi masih di Indonesia, kayak cuma di Jogja, Semarang, Atau Surabaya, gue lebih baik lo disini, karna seenggaknya buat apa kita jauh tapi masih satu negara? Mending sekalian jauh banget plus lo bisa dapet pengalaman yang lebih."
"Iya sih, mendingan jauh beneran ya. Gue mau banget bisa ke luar negri, gue mau nunjukin ke orang-orang paling gak gue disini ada, hadir, dan gue bisa bebas dengan cara gue."
"Gue cuma bisa doain. Gue sadar doa gue gak manjur, gua bukan anak alim, anak ustad ataupun anak yatim, gue doa cuma sebagai temen yang ingin lo sukses."
Abyan pun terdiam setelah mendengar pernyataan Satria. ia cukup bersyukur ternyata ia memiliki teman yang tak hanya ada di kesehariannya, tak hanya ada sosoknya, tapi juga ada untuk doa nya. Setelah hampir setengah jam mereka menempuh perjalanan, akhirnya mereka pun sampai di rumah masing-masing.
H-1 USBN. Hari ini adalah hari minggu, Satria, Maskur dan Abyan memutuskan untuk joging pagi menuju rumah Thomas yang berjarak sekitar 7,2 kilometer sedari rumah Abyan. Sekitar sepuluh menit pertama mereka bertiga pun berlari penuh dengan semangat. sepuluh menit kedua, mereka bertiga pun mulai memperlahankan laju. Sepuluh menit ketiga, mereka pun memutuskan untuk berjalan santai. Hingga akhirnya, mereka bertiga pun memutuskan untuk menaiki angkutan kota alias 'Angkot'. Mereka pun tiba di rumah Thomas sekitar pukul sembilan pagi. Sesampainya disana, mereka pun beristirahat sejenak sembari melahap nasi uduk hangat guna mengisi perut mereka yang belum diisi sedari pagi. Tak ada agenda lain selain mengobrol dan tertawa bersama acap kali MAST berkumpul. Disitulah, semua cerita dan keluh kesah tercurahkan bersama. Disitu pula, sejenak mereka bisa untuk melupakan masalah-masalah yang mereka miliki.
"Bro, kalo gua gajadi apa2, sorry ya bro, gapapa kok lu ninggalin gue." Ujar Satria membuka pembicaraan.
*Semua terdiam, sejenak semua mata tertuju pada Satria.
"Lu ngomong apa si!?" Tanya Abyan.
"Gak papa, gue cuma takut, gue nyusahin lu pada." Jawab Satria.
"Kesambet lu ya!?" Ujar Thomas.
"Akan ada kala nya Sat, kita juga bakal repotin elu." Ucap Maskur.
*Satria terdiam.
"Gue kayaknya bakal kuliah di Depok, Swasta engga papa." Ujar Abyan.
"Bagus deh, biar kita bareng-bareng terus." Sahut Thomas.
*Maskur mengangguk.
"Lo sama Amira gimana? Udah kelar!?" Tanya Thomas.
"Mungkin belum. Beberapa hari lalu, Gue merenung malem-malem. Gue fikir, rasa cinta yang gue rasain gak kayak yang orang lain rasain, ini beda."
"Alahhh, kenapa si lu malem-malem merenung!? Jadinya kumat kan bego lu!!!" Sahut Abyan.
"Emang apa yang bikin lo merenung malem-malem?" Tanya Thomas.
Satria pun mulai menceritakan kejadian hari itu, hari dimana ia tanpa sengaja bertemu dengan Amira di ITC Depok.
Sabtu, 11 februari 2020 malam, Satria pergi ke ITC untuk sekedar menikmati malam minggu nya sendirian. Ketika sampai di lantai lima, Satria pun melihat sosok yang mirip sekali dengan Amira sedari jauh. Ia pun memastikan apakah itu Amira dengan menegurnya.
"Misi mba, maaf..." Ujar Satria seraya menepuk bahu wanita tersebut.
Wanita itupun menoleh, dan benar, ternyata itu adalah Amira. Ketika itu ia sedang berada di salah satu Phone service Center.
"Satria!? Lo ngapain disini? Sama siapa?" Tanya Amira.
"Emmm, gue cuma jalan-jalan aja, liat-liat. Sendirian sih gue." Jawab Satria.
"Ohhh, gue kira sama pacar baru."
"Engga kok, kayaknya mustahil sih kalo itu. Ohya, lo servis HP?"
"Iya, I Phone gue batre nya rusak kayaknya, suka mati sendiri dan cepet abis."
"Oalah. Ummm...Mir, kan ini servis masih lama, lo mau ngobrol gak!?"
"Hemmm, boleh deh. Di rooftop aja ya, ada Food court disana, jadi bisa sembari minum."
"Okeh."
Mereka berdua pun menuju ke rooftop. Sesampainya disana, mereka pun langsung memesan minuman. Sudah sekitar tiga menit sejak mereka duduk di food court, namun belum ada satu katapun yang tercurah dari bibor Amira ataupun Satria. Hingga akhirnya, Satria pun membuka obrolan.
"Mir, gimana sekolah!?" Tanya Satria.
"Sekolah? ya...better lah." Jawab Amira.
"Bagus deh kalo gitu. Ohya, masih ngejer Arsi UI!?"
"Masih dong, doain aja yap!!!"
"Aminnn hehe."
Satria pun kembali kehabisan kata. Terlihat dari raut wajahnya, ia nampak kesulitan untuk mencari topik pembicaran. Setelah dua menit tanpa kata, Akhirnya Satria pun berbicara jujur tentang Hatinya.
"Mir, gue nanya sesuatu boleh?" Ujar Satria.
"Tanya aja gak apa." Jawab Amira.
"Sebenarnya, ini pernah gue tanyain ke lo sebelumnya, tapi di moment yang beda."
"Emang apaan sih!?"
"Ummm, gue harap lo jangan marah ya Mir."
"Iya...gue gak marah!!!"
"Mir, suatu hari nanti, setelah semua yang terjadi sama kita, masih ada gak kemungkinan bagi gue untuk jadi menantunya pak hafiz?" Tanya Satria.
"Tergantung, gue cinta atau engga." Jawab Amira.
"Berarti gue salah nanya dong?"
"Emmm engga sih, gapapa juga."
"Mungkin gak kalau suatu hari nanti, lo bisa kembali cinta sama gue!?" Tanya Satria.
*Amira terdiam. Ia pun menyedot minumannya seraya mengaduk ngaduk isi gelasnya.
"Atau, gue boleh gak Mir untuk sekedar usaha buat dapetin lo lagi!?" Tanya Satria.
"Gue gak akan ngelarang kalau lo mau usaha. Tapi, gue gak bisa janjiin apa-apa." Jawab Amira.
"Gak papah, gue usaha kok, bukan maksa."
"Tapi gak papah? Karna, gue lagi deket sama seorang cowok, kemungkinan kita satu kampus." Tanya Amira.
"Ummm, gak papa, gue udah tau konsekuensi nya. Gue cuma ngerasa kalau hati gue ke lo tuh selalu lain Mir, gue cuma ingin berusaha buat kembali hadirin diri gue di hati lo, karna kalau di hati gue, lo akan selalu ada."
Amira kembali terdiam. Minumannya pun sudah habis. Ia pun kembali ke phone service center tersebut guna mengambil handphonenya.
*Selesai.
"Oalah... gitu ceritanya..." Ujar Abyan.
"Lah terus, pas dia balik ngambil HP nya, lu kemana?" Tanya Thomas.
"Gue pulang lah!!!" Jawab Satria.
"Ooooh....."
"Ah oh aja lu pada!!! Udah ah, gue mau pulang, besok mau Ujian." Ujar Satria.
"Yaudah gue juga, Kuy Yan." Sahut Maskur.
Satria, Thomas dan Abyan pun bergegas pulang. Mereka kembali menaiki angkutan kota alias angkot jurusan Simpang Depok. Butuh waktu satu jam, hingga akhirnya mereka pun sampai di rumah masing-masing.
Hari minggu berlalu, Ujian Sekolah Berstandar Nasional kini di depan mata. Satria dan Abyan nampak tak ada persiapan apapun guna menghadapi Ujian itu, mereka justru kerap nongkrong di warteg Lia setiap sepulang sekolah. Tak ada khawatir sedikitpun di benak mereka jikalau nilai mereka nantinya akan jelek.
Satu minggu bukan lah waktu yang singkat, namun rasanya sangat cepat berlalu. Ujian pun sudah selesai, beberapa nilai mata pelajaran sudah diketahuin nominalnya. Satria dan Abyan pun sudah tahu jikalau nilai mereka paling tinggi yaitu delapan puluh, itupun mata pelajaran Agama dan bahasa inggris. Ketika itu tak ada sedikitpun ke khawatiran jikalau mereka tak akan lulus, hingga tiba saatnya pengumuman kelulusan serentak tanggal 2 April 2020 pukul satu siang. Satria yakin kalau Ia dan Abyan akan lulus, namun keraguan datang dari Abyan yang memang jarang mengerjakan PR dan juga sering tak masuk kelas. Ketegangan pun cair setelah Kepala sekolah memberi tahu bahwa angkatan mereka lulus seratus persen. Seketika Abyan dan Satria pun bersorak kegirangan. Beberapa minggu kemudian mereka pun menerima ijazah SMA mereka, tanda keberhasilan mereka menempuh pendidikan di SMA 4. Di sekolah itu lah mereka kembali di satukan setelah bersama selama tiga tahun di SMP. Di sekolah itu pula Satria menghadapi tahun-tahun berat, dimana hidupnya berubah 360 derajat. Ia dan Abyan belajar banyak hal di masa SMA, dimana mereka bertemu banyak indvidu yang memiliki sifat yang berbeda satu sama lain. Tak lupa, Satria pun mengucapkan terimakasih kepada Rafi dan Fadil yang telah sudi menjadi teman sekaligus sahabat yang amat baik. Selamat tinggal SMA 4, Terimakasih atas semua moment dan peristiwa di dalamnya, baik suka ataupun duka.
"End of this part"