Leo menatap aneh perempuan di sampingnya, dia bohong kepada Zie karena tiba-tiba saja Nikki menelponnya, menyuruh Leo ke sekolahnya. Namun Nikki hanya diam memandang Zie dan Marco yang sedang duduk di bangku bawah pohon dengan tangan yang menulis di atas meja, terlihat sekali Zie tengah mengajari Marco.
Leo menatap ke sampingnya, melihat rambut Nikki yang lengket dan kotor, "rambut lo kenapa?" tanya Leo seraya tangannya menyentuh rambut Nikki.
Namun Nikki menepisnya, "gapapa," jawabnya dengan menghadap Leo, "ini gara-gara temen baru Zie!"
Leo terkekeh, "lagian lo sih, nganggu orang mulu, diganggu balik gak mau."
"Apaan sih, gue nyuruh lo kesini mau nanyain gimana lo sama Zie?" Nikki menarik baju kemeja Leo dan mengajaknya duduk.
Leo menghembuskan nafasnya, "gue gak suka sama Zie dan Zie sukanya sama Marco, kenapa lo maksa gue sih?" Leo jengkel, "gue suka sama orang lain."
Nikki menatap Leo, "tapi lo harus tunangan sama Zie."
"Gue gak akan tunangan sama orang yang gak gue suka, Nikki," tekan Leo, "mungkin dengan waktu lebih lama gue bisa suka dia, tapi gue gak mau ganggu hubungan dia sama Marco."
"Lo gak ngerti, gue cuma pengen Zie pergi dari hidup gue dan menjauh dari orang yang gue suka."
Leo diam dengan menatap wajah Nikki yang sudah berpaling darinya, "hidup kalian rumit banget dah," lalu dia berdiri dan berjalan meninggalkan Nikki sendiri.
- 13 Days to Love Me -
"Thanks ya udah ngajakin gue makan sama lo," Quinn membawa nampan makannya bersama Zie dan duduk di meja kantin sekolahnya, "biasanya gue selalu makan sendiri, mereka takut gitu sama gue kaya gue makan orang aja."
Zie tersenyum, "ya sama-sama," lalu dia terkekeh, "emang sih awalnya gue juga agak takut ngeliat lo, tapi gak masalah kalo lo nyaman sama penampilan lo, toh kita ga boleh menghakimi orang dari penampilannya."
Quinn mengangguk senang, "bener banget tuh," ucapnya dengan mengunyah makanannya.
"Lo jarang sekolah ya Quinn?" tanya Zie.
Quinn mengangguk, "iya, gue males sekolah, rencananya gue mau masuk univ non akademik aja tapi orang tua gue terlalu ngekang banget," Quinn berbicara dengan mulut yang manyun.
Zie tiba-tiba terpikir sesuatu, "gimana kalo lo daftar beasiswa Juilliard juga?"
"Pftttt," Quinn menahan tawanya, "hahaha! Zie jangan nyuruh gue mimpi deh, Juilliard itu dari 500-an orang daftar beasiswa yang dapet cuma dua Zie, udah deh gue gak bakal bisa apalagi gue cuma bisa main gitar."
"Iya gue tahu sih," Zie juga nyengir, "saran aja sih soalnya lo kan bilang non akademik, soalnya nih ya besok kita udah mulai test tahap pertama beasiswa."
"HAH?" Quinn hampir menyemburkan minumnya ke wajah Zie, "yang bener lo?"
Zie mengernyit, "iya, lo gak baca pengumuman yang dikasih di form? lo daftar Yale kan?"
Quinn mengangguk, "iya," dia menepuk kepalanya, "mampus gue mau belajar apaan!?"
"Nih," Zie memberi Quinn buku catatan matematikanya, "silahkan foto terus pelajarin, gue yakin bahasa inggris lo bagus, soalnya besok cuma test math sama bahasa kok."
"Thanks," ucap Quinn dengan mengeluarkan ponselnya, "sebagai pembalasan kebaikan lo ini, gue siap melayani lo ngelawan Si Pemungut Tai Kucing."
"Hahaha," Zie tertawa, "gapapa kali, gue gak ngeharepin imbalan, dapet temen aja gue udah senang."
Quinn tersenyum mengangguk, "okay, tapi saran gue jauhin dia dari Marco, she's running after your man."
Zie terkikik dan menggeleng, "enggak kok, kita belum officially. Marco cuma mau membantu gue, sebelum gue ditunangin sama orang lain."
Alis Quinn naik satu, "wow, classic Marco, dia bener-bener selalu jadi manis kalo berurusan dengan cewek yang dia suka. Ngomong-ngomong siapa cowo yang mau ditunangin sama lo?"
"Leo Richard, dia orang Jerman yang jadi warga negara Pranci—"
"Richard?!" seru Quinn, "keluarga Richard yang mau tunangan sama lo?"
Zie mengangguk, "emang kenapa?" dia tidak mengerti.
Quinn membulatkan matanya, "keluarga Richard itu pengusaha Real Estate paling terkenal di Paris, gilak lo berutung banget, kalo jadi lo sih gue udah leha-leha di rumah karena jadi calon milyarder," ucap Quinn dengan tertawa.
"Iya gue tahu, tapi gue gak suka Leo, dan gue gak mau tunangan sama orang yang gak gue suka," terang Zie.
"Yah walaupun begitu, Marco sama aja kaya Richard, dia juga pengusaha Real Estate tapi wilayah asia," Quinn nyengir, "lo gadis yang beruntung Zie."
Zie tersenyum, harta bukanlah incarannya, karena dia sendiri yang merasakannya, punya rumah besar, mobil mewah dan semua yang dibutuhkannya, namun untuk apa jika tidak bisa dinikmati itu semua karena ibu tiri dan saudariya tidak menyayanginya. Uang bukanlah obat untuk hati yang luka.
"Lo ada kelas habis ini?" tanya Quinn, dia sudah menghabiskan makanannya.
"Statistik," jawab Zie, "lo juga?"
Quinn mengangguk, tiba-tiba dia mendekatkan wajahnya kedepan Zie, "gue duduk sebelah lo ya, otak gue gak ada isi."
Zie terkikik, "okay okay," jawabnya, namun dia tidak sabar untuk pulang, karena Marco bilang akan mengajaknya ke suatu tempat.
- 13 Days to Love Me -
Zie berjalan menuruni bukit dengan tangan kanan yang di genggam Marco, entah mengapa malam ini Marco mengajaknya kesini. Saat sudah sampai, Zie melihat sekelilingnya, cahaya bulan yang terang menyinari mereka.
Banyak orang disana, beberapa ada yang membawa lampion lalu menerbangkannya, Zie tersenyum melihatnya.
"Ini tempat pertama kita ngobrol, gak inget ya?" Marco menghadap ke depan Zie.
Zie menggeleng, tentu saja dia tidak lupa, "kamu orang yang selalu manjat pohon apel di belakang rumah aku kan?"
Kalimat Zie membuat Marco tertawa lepas, itu adalah kata-kata pertama Zie kepadanya disini, mereka bertemu disini saat ulang tahun MacKenzie, setiap sore sebelum hari itu, Zie hanya memandang Marco dari jendela kamarnya, namun hari itu Zie memberanikan diri untuk melarang Marco maling di halaman belakangnya.
"Gue beruntung banget papa lo gak masang pager di halaman belakang rumah lo," kekeh Marco.
"Iya, karena dari itu kita jadi temen deket," sambung Zie, "udah lama gue gak kesini, makasih udah ngajak gue jauh-jauh ke Wolfsburg untuk ngingetin gue sama masa kecil kita."
Marco mendekatkan kepalanya kepada kepala Zie, "Zie, have i told you that i love you before?"
Zie mengangguk, dan merasakan jantungnya berdegup kecang.
"And now i love you more, gue gak akan ninggalin lo Zie, I can't leave my best girl."
Diiringi hembusan angin yang lembut, Zie dan Marco saling tersenyum membiarkan diri masing-masing merasakan kebahagiaan yang belum pernah mereka rasakan.
"You are always be the sweetest creature for me, Marco."
- 13 Days to Love Me -
Zie membuka lemari-lemari di kamarnya, mencari buku-buku catatannya yang entah ada dimana, namun Zie yakin menyimpannya di tempat yang dia cari sekarang.
Test beasiswa berlangsung selama tiga hari, dan besok adalah test pertama mereka dan Zie benar-benar kewalahan mencari bahan belajarnya.
"Dari mana lo?"
Zie menoleh, mendapati Nikki menyandar di pinggir pintu, Zie tidak menghiraukannya.
Namun Nikki mendekatinya, "jawab dong, dari mana?!"
"dari jalan sama Marco!" jawab Zie dengan nada tinggi, "bukan urusan lo!"
Nikki tersenyum miring, "gak akan ada buku-buku itu, udah gue buang."
Zie kaget, "apa?"
"Iya," Nikki mendorong tubuh Zie, "lo gak akan lolos test beasiswa itu, gue bakal gagalin segala rencana lo kalo lo gak jauhin Marco."
"Lo apaan sih Nikki—"
"Diem!" bentak Nikki, "lo pinter kan? gunain otak lo aja, ngapain lo ngehirauin buku-buku lo," tantang Nikki.
Zie menatap Nikki dengan kesal, "gue gak akan jauhin Marco."
Nikki mendengus, "terserah lo aja," Nikki melipat tangannya di depan dada, "nikmatin selagi lo bisa."
Nikki berjalan keluar kamar Zie dan meninggalkannya, Zie terduduk di lantai dia benar-benar sudah tidak tahan, namun dia akan mengikuti permainan Nikki sampai selesai.
Zie menatap ke arah mata boneka beruangnya, dia tersenyum dan harus tetap tegar.