Selesai berlatih fisik, kami berkumpul di lapangan latihan tembak.
Lalu para perwira mempersentasikan semua senjata miliknya, dimulai dari pistol hingga laras panjang. Kegiatan itu berlangsung selama dua jam. Aku sangat antusias memperhatikan jenis senjata milik mereka. Ingin rasanya aku memiliki salah satu senjata tersebut, tentu saja itu adalah suatu hal yang mustahil. Jika ingin nekat untuk melakukannya, maka siap-siap berada dijeruji besi. Hari ini adalah giliran pelatih Sugianto, yang menerangkan materi persenjataan. Selesai menerangkan ia menunjuk diriku, untuk mencoba senapan tipe M16. Setelah itu ia memintaku untuk menembakkannya ke target di depan mataku. Jika aku berhasil mengenai sasaran, maka para senior serta pelatih akan diberi hukuman push up. Dan jika aku gagal maka diriku beserta para catar yang akan push up.
Saat memegang senapan tipe M16, senjata ini cukup berat sehingga ketika aku membidiknya, diriku mengalami sedikit kesulitan. Beruntung aku mengenai sasaran tepat di bagian kepala target. Spontan para senior dan pelatih langsung push up ditempat. Senang sekali rasanya bisa diberi kesempatan untuk mencobanya. Sebab semenjak kecil aku ingin memegangnya, sekarang impian itu terwujud. Setelah itu kami baris berbaris untuk upacara penutupan MADABINTAL. Dengan berbagai dukungan dari para senior dan pelatih, akhirnya aku bisa mengikuti kegiatan tanpa hambatan.
Tak terasa malam pun telah tiba, jurit malam segera dimulai kami pun berbaris untuk menunggu giliran. Sebelum itu kami dibagi menjadi beberapa kelompok, satu kelompok terdiri dari tiga orang. Aku satu kelompok dengan teman satu asrama, yaitu Dodi dan Piras. Lalu para senior mengocok nomer undian, dan ternyata kelompoku mendapatkan giliran terakhir. Kemudian kami menunggu dekat jalan turunan yang curam. Lalu kami duduk bersila, sambil melihat kelompok lain turun dengan seutas tali. Sekian lama kami menunggu, akhirnya giliran kelompokku telah tiba. Kemudian kami mulai menuruni jalan, yang curam dengan seutas tali tambang. Lalu kami diperintahkan, untuk berjalan mengikuti arah tali yang sudah dipersiapkan. Suasana disana sangat dingin dan gelap, kami hanya berjalan denga mengandalkan cahaya lampu jalan. Jika tidak ada lampu, maka tali rapia yang jadi penuntun kami.
Sebelum berangkat kami diperintahkan untuk mengingat sebuah sandi. Sandi itu adalah sebuah kalimat penting yang harus disampaikan ke pos akhir. Dan jangan memberitahu sandi itu kepada orang yang berjaga dipos.
Kalimat sandi itu adalah, "Kijang melompat-lompat, padahal gak bisa melompat. Melainkan jalan dan berkari" itulah kalimat dari sandi tersebut.
Kami pun terus berjalan melewati rawa, mendaki, masuk hutan, melewati perumahan hingga pos terakhir. Semua hal telah kami lalui, dimulai dari cambukan, makian, dan terakhir adalah tamparan. Namun ada satu orang yang tidak melakukan hal itu, melainkan memukul wajahku hingga memar dan hidungku mengeluarkan darah. Orang itu tak lain adalah senior soni. Sebelum memukulku ia sempat mengutarakan rasa kekecewaanya kepadaku. Setelah itu ia berkata.
"Dasar kamu malu maluin orang Subang. Karena kamu nama baik kota kita jadi tercemar!" ujarnya.
Selesai mengatakan hal itu, ia memukul wajahku hingga tersungkur. Tanpa sadar air mataku mengalir, dan sekali lagi aku harus merasakan malu. Berkat senior Robi selain kami berempat, tidak ada yang tahu soal kejadian itu. Sesampainya dipos akhir kami pun lupa dengan sandinya. Lalu kami pun dihukup push up berantai. Push up berantai itu sedikit berbeda dengan pusj up biasa, setiap orang menahan beban dari kaki temannya, kecuali orang yang berada dibarisan paling depan. Setelah itu acara jurit malam diakhiri dengan upacara api unggun.
Sebelum pelaksaan kami diperintahkan untuk berbaris, membentuk sebuah lingkaran besar yang mengintari tumpukan kayu. Upacara diawali dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia, lalu disambung dengan sambutan dari para pelatih. Setelah itu kesan dan pesan dalam mengikuti kegiatan MADABINTAL, yang diwakili oleh diriku. Kemudian aku maju kedepan, lalu menyampaikan apa yang ada dihatiku. Lalu aku meminta maaf kepada mereka, semua karena diriku selalu membuat masalah. Semua orang memperhatikan dengan antusias, lalu tak lupa aku mengucapkan rasa terimakasihku kepada para pelatih, terutama pelatih Sugianto.
Setelah itu acara utama pun dimulai, para senior mulai menyirami kayu dengan minyak tanah. Lalu pelatih Narto menyalakan api tersebut dengan obor, setelah itu kami pun bernyanyi sebuah lagu sambil mengintari api. Selesai acara kami kembali beristirahat didalam tenda, lalu kami pun langsung tertidur pulas. Tak terasa hari terakhir kegiatan MADABINTAL telah tiba, kamu semua mulai berkemas. Setelah itu kami menaiki mobil truck milik TNI AD, lalu kami turun disebuah tempat dikota Banjar.
Kemudian kami pun berbaris membentuk peleton, satu peleton terdiri dari tiga dua puluh orang. Aku berada dibarisan paling belakang, samping Farhan dan Dodi. Sebelum mulai Farhan memegang pundakku, lalu dia pun berkata.
"Semangat sebentar lagi kita kembali ke asrama" ujar Farhan.
"Iya semangat Bang Jul, sampai diasrama kita ngopi bareng" kata Dodi.
"Iya semangat"
"Tenang nanti kalau ketinggalan, bapak dorong dari belakang" kata pelatih Sugianto yang sejak tadi berada dibelakang.
Perjalanan pun dimulai, kami pun mulai menyanyikan lagu mars akademi sambil selaraskan langkah kaki. Kulihat semua orang bernyanyi dengan semangat, lalu para senior mengawasi kami sambil ikut bernyanyi. Tiga kilometer jarak yang berhasil aku tempuh, kakiku sepertinya mulai mencapai batasnya. Apalagi aku harus membawa beban dipunggungku, kurasa pergelangan kakiku mulai lecet. Dalam kondisi seperti itu, ditambah panasnya matahari membuat staminaku turun.
Sedikit demi sedikit aku mulai terpisah dari peletonku, lalu pelatih Sugianto. Namun itu semua tidaklah cukup, dan akhirnya aku pun ditinggal oleh kelompokku. Lalu pelatih Sugianto memintaku, untuk melanjutkan perjalanan bersama dengannya. Kemudian ia meminta diriku untuk memberikan tas milikku kepadanya. Dia heran dengan beban yang ada didalam tasku, lalu dia pun bertanya.
"Pantas saja kamu kelelahan, tas ini berat sekali. Apa saja isinya?"
"Pasir satu kilo, baju ganti, sarung. Sayangnya baju ganti dan sarung basah semua, pas kehujanan" ujarku.
"Yasudah biar bapak yang bawa" ujarnya.
Tak terasa sudah tengah hari kami berjalan, satu persatu peleton melewati kami berdua. Setiap peleton yang lewat, mereka meneriaki namaku lalu memberi semangat dengan suara lantang. Dan akhirnya kami pun ditinggal oleh mereka semua, namun pelatih Sugianto memintaku untuk melanjutkan perjalanan, walau diurutan terakhir. Lima kilo meter berhasil aku tempuh, sepertinya aku sudah tidak kuat lagi. Pelatih Sugianto menyadari hal itu, lalu ia pun mulai menyanyikan lagu "Garuda pancasila".
"Garuda pancasila, akulah pendukumu
Patriot proklamasi, sedia berkorban untukmu
Pancasila dasar negara, rakyat adil makmur sentosa
Pribadi bangsaku, ayo maju-maju
Ayo maju-maju, ayo maju-maju" dengan nada semangat.
Suara pelatih Sugianto sangat merdu, dengan nada intonasinya yang tinggi membuatku bersemangat. Tanpa sadar aku pun ikut bernyanyi bersamanya, rasa sakit di kedua kakiku hilang seketika. Akhirnya semangatku telah kembali, lalu aku mulai selaraskan dan menghentakkan kakiku dengan semangat. Kemudian kami menyanyikan sebuah lagu, yang serimg dinyanyikan oleh perwira TNI, yaitu "Tinggalkan ayah tinggalkan ibu". Selesai menyanyikan kedua lagu, pelatih Sugianto mengajariku sebuah yel-yel.
"Tiga dua tiga Raider" sambil selaraskan langkah kaki.
Kemudian kami pun mulai berlari sambil menyanyikan yel yel, yang telah ia ajarkan kepadaku. Kulihat satu persatu catar mulai tumbang, lalu mereka dimasukkan ke dalam mobil ambulance. Setelah itu senior David bertanya kepada pelatih, mengenai kondisi tubuhku dibalik pintu mobil ambulance. Dengan suara lantang ia pun berkata.
"Lanjutkan perjalanan, Juliet masih kuat!" ujarnya.
Mendengar hal itu aku sangat terharu, setelah semua yang aku lakukan selama ini, beliau masih mempercayaiku. Aku sungguh sangat menghormati beliau, jika seandainya ia mengajar di Akademi, mungkin saja diriku bisa berkembang. Mungkin ini adalah pertemuan terakhirku dengan beliau, setelah itu entahlah aku bisa bertemu kembali dengannya. Sekian lama diperjalanan, akhirnya kami pun sampai di pantai, pada urutan terakhir. Untuk pertamakalinya akhirnya aku bisa menaklukan Banjar dan Pangandaran. Kemudian kami semua mengikuti upacara penutupan, sambil berendam di dalam air laut.
Kakiku yang lecet, terasa seperti terbakar ketika terkena air laut. Tetapi syukurlah semuanya telah berakhir, akhirnya aku pun bisa kembali ke asrama untuk beristirahat. Sebelum pulang aku berpamitan dengan para pelatih. Sedih sekali rasanya, namanya juga pertemuan pasti ada perpisahan. Dari semua yang terjadi aku tidak akan pernah melupakannya. Semoga apa yang terjadi, menjadi bekalku kelak dimasa depan.