"Oh, itu anda Viscount Medell. sudah lama aku tidak melihat anda mengunjungi Niesha. Dan siapa wanita ini?"
"Lady Belvitti, senang bertemu dengan anda. Ini adalah keponakanku, Arisa Medell."
Arisa Medell berdiri dengan anggun sebelum membungkukkan sedikit badannya untuk menyapa Belle Belvitti.
"Arisa Tan Medell menyapa Nona."
"Aku adalah Belle Belvitti, saudari Duke Calverion. Niesha biasanya hanya terkubur dalam dokumen-dokumen atau terbaring kelelahan dikamarnya. Jadi aku jarang melihat dia menerima tamu selain pekerja Calverion. Aku belum pernah melihatmu dipesta teh kaum bangsawan. Apakah anda datang untuk menemani paman anda?"
Arisa Medell tersenyum lembut seolah sedang menjelaskan hal remeh pada seorang anak kecil.
"Tidak Lady Belvitti. Saya datang kesini dengan memanfaatkan koneksi paman saya agar bisa bertemu sang Duchess."
"Anda tertarik padanya?"
Belle Belvitti membelalakan matanya dan berpaling mentapku sebentar seolah baru saja mendengar sebuah berita yang mengejutkan.
"Ah benar, baru-baru ini saudariku akhirnya diakui sebagai putri kandung mantan Duke dan bahkan kakakku, Duke yang baru menunjuknya sebagai wakilnya selama dia belum kembali ke Ibukota."
Aku menatap Belle Belvitti tidak percaya. Kurasa aku sudah terlalu lama dalam tubuh kecil ini sehingga otakku menyusut. Bagaimana mungkin aku merasa penampilan Belle Belvitti naif tetapi bijaksana saat bertemu dengannya pertama kali.
Dia masih memiliki tatapan anak anjing saat menanggapi percakapan dengan orang lain. Dia juga masih mengeluarkan ucapan atau saran masuk akal. Tetapi entah mengapa sekarang aku merasa setiap kata-katanya sangat beracun.
"Dengan keadaannya sekarang memang sangat wajar jika menarik banyak perhatian tiba-tiba pada keberadaannya."
Pada penjelasan lanjutan Belle Belvitti, Arisa Medell tidak mengedipkan matanya atau bahkan kehilangan senyum sopannya. Kondisi ini amat sangat berbeda dengan beberapa saat lalu. Wajahnya bersih dari noda, tapi matanya masih bengkak. Dengan cerdik Arisa tersenyum lebar sehingga pipinya yang menggelembung naik membantu menyamarkan kondisi matanya. Aku rasa aku harus benar-benar belajar bagaimana menyembunyikan perasaanku lebih baik lagi.
"Yang anda katakan benar, Lady Belvitti. Aku mendengar ada pergantian kepala keluarga Calverion dan saat ini seorang wanita muda yang bertindak sebagai wakilnya. Jadi aku mencoba membuat peruntunganku sendiri dengan memanfaatkan pamanku."
"Apa yang coba anda tawarkan?"
Belle mencondongkan tubuhnya ke arah Arisa Medell yang tertawa malu.
"Ini dan itu. Karena Lady menanyakan hal itu, aku baru menyadari banyak hal sembrono yang coba aku tawarkan pada Duchess Calverion."
"Anda memang terlalu terburu-buru Nona Medell. Niesha sudah memiliki banyak tanggung jawab yang ditinggalkan kakakku untuk diurus. Meskipun dia adalah wakil Duke, tapi Niesha juga masih terlalu muda untuk terlibat dalam urusan merepotkan ini. Mari jangan mengganggu dia untuk saat ini."
"Anda benar Lady. Maafkan kekasaran saya Duchess."
"...tidak masalah. Ah Lady Medell, bukankah anda mengatakan anda berasal dari selatan? Lady Belvitti juga berasal dari sana."
"..." [Belle]
"Benarkah? Ini kebetulan yang menyenangkan. Tunggu.... Oh, maafkan keterlambatan saya mengingat anda Lady Belvitti."
Arisa tertawa sambil menutup mulutnya dengan sapu tangan Viscount Medell yang masih dipegangnya.
"Maafkan kekasaran saya Lady. Saya begitu bersemangat sehingga terlambat menyadari bahwa anda adalah putri Baron Covell*. Saya sudah lama tidak mengunjungi Baron jadi tidak tahu jika anda ada di Ibukota. Bagaimana kabar ayah anda?"
Aku mengamati interaksi keduanya dengan penuh minat. Mengabaikan mata bengkak dan kenyataan dia baru saja menangis dengan menyedihkan, Arisa Medell berbincang tanpa cela dengan Belle Belvitti. Sebaliknya Belle Belvitti yang sebelumnya mendominasi percakapan, sekarang hanya tersenyum canggung menanggapi Arisa Medell. Apakah kenyataan Arisa mengenal ayahnya cukup mengejutkan? Atau mungkin ada alasan lain?
"Nona Medell, saya lihat anda tidak punya kepentingan lagi dengan Duchess Calverion. Keberadaan kita disini pasti akan mengganggu pekerjaan Duchess dan Viscount Medell, jadi bagaimana jika datang ke kamarku jadi kita bisa berbincang dengan bebas?."
"Itu ide yang baik. Saya sudah ada di Ibukota cukup lama jadi saya tidak mengetahui kabar terbaru apapun dari selatan."
"Ayo ikuti aku."
Keduanya berdiri dan segera keluar setelah membungkuk sopan padaku.
Sepeninggal mereka berdua kami masih tenggelam dalam keheningan sebelum akhirnya Viscount Medell memecah kesunyian.
"Jangan khawatir, Putri. Arisa tidak akan membocorkan apapun mengenai apa yang sedang anda lakukan."
"Apa aku terlihat khawatir?"
Aku bersandar sambil menyesap teh wangi tapi pahit yang disediakan Agatha sebelumnya. Mengernyit pada rasa sepat yang melekat dilidahku untuk menyembunyikan ekspresiku yang sebenarnya.
Tentu saja aku bohong. Aku merasa amat sangat khawatir. Meski Viscount Medell amat yakin, aku sama sekali tidak mengenalnya.
Tidak ada yang suka diancam. Dalam kondisi seperti itu orang bisa saja melakukan sesuatu yang berbeda dari karakternya selama ini. Seperti ancamanku, orang-orang mungkin tidak akan mempercayai ucapan seorang wanita yang berbohong menutupi identitasnya. Tapi kepercayaan mereka akan sedikit goyah jika hal itu disampaikan oleh wanita yang dikenal sebagai 'saudari' Duke Calverion.
"Tentu saja tidak Putri. Maafkan saya karena sudah memikirkan hal yang tidak perlu."
"Jangan lupa anda juga membohongi mantan Duke dengan identitas anda."
"..."
'"Ceritakan kondisi komite bangsawan?"
"Duke Illia dan pendukungnya masih mendesak memulangkan para ksatria keluarga yang ikut dengan Pangeran kedua."
"Memulangkan ksatria tapi tidak pangeran kedua? Apa alasan mereka kali ini?"
"Tidak terjadi apa-apa diperbatasan wilayah pemberontak Turanu. Para bangsawan berpikir ini adalah siasat dari orang-orang yang ingin melemahkan kekuatan bangsawan ibukota."
"Memiliki ksatria penjaga ditengah ibukota yang jauh dari titik pemberontak. Mereka hendak menjaga ibukota yang tenang atau hendak mengurung pihak lain agar tidak keluar."
Aku tidak tahan untuk tidak mendengus. Jika keadaan setenang klaim mereka, Derrick tidak perlu terus berada di perbatasan. Tapi kenyataannya dia tidak bisa tinggal lama di Ibukota dan terus menerus mengkhawatirkan kondisi di perbatasan.
"Apa anda mengkhawatirkan Pangeran kedua?"
Untung saja aku sudah meletakkan cangkir teh kembali ke meja jadi aku tidak melakukan gerakan memalukan selain menatap Viscount Medell dengan tatapan bodoh.
"Apa anda sudah menjadi bodoh?"
"Maka itu cukup bagus untuk tidak menjadi kelemahan anda."
"..."
"Kaisar masih cukup sehat tetapi desakan untuk segera memilih putera mahkota tidak berhenti. Pendukung Duke Illia terus mendesak untuk segera menunjuk pangeran pertama menjadi putera mahkota."
Viscount Medell tidak melepaskan matanya dariku saat ia melanjutkan.
"Anda adalah satu-satunya putri kekaisaran dengan status paling tinggi dibawah keluarga kerajaan. Anda akan menjadi kandidat paling kuat untuk mendampingi seorang pangeran. Mereka yang ingin menarik anda disisi pangeran pertama atau ingin menyingkirkan anda dari posisi itu, keduanya akan mulai mendekati anda, jadi berhati-hatilah."
"Bagaimana jika dekrit pertunangananku dengan Pangeran kedua terungkap?"
"Itu justru akan semakin berbahaya, Milady. Pendukung pangeran kedua tidak lemah, tapi mereka tidak akan menunjukkan diri mereka saat Pangeran kedua tidak disini. Keberadaan anda akan menjadi kelemahan Pangeran kedua jika ketahuan. Anda juga bisa menjadi ancaman bagi pendukung pangeran pertama."
"Mansion cukup aman dan aku juga tidak suka berkeliaran ditengah kota. Sekarang ada anda dan Nona Arisa yang dapat bertindak sebagai mata dan tanganku di istana dan di kota. Bukankah itu sempurna?"
"Itu tidak akan cukup. Saya menyarankan anda untuk kembali ke Utara."