Kami pergi ke lantai paling atas mal BIP. Dimana disana dipenuhi dengan banyaknya makanan cepat saji dan berbagai hiburan lainya seperti Game master dan Bioskop. Setelah sampai di atas, kami langsung pergi menuju area Bioskop. Tampaknya gadis ini sudah memesan empat tiket dan sudah memboking tempat duduk yang ia mau. Kami duduk sedikit berjauhan. Putri yang ingin berduaan dengan Hito memilih duduk di depan. Sedangkan aku dan Stephand duduk di kursi belakang yang lumayan aga jauh dari tempat Putri dan Hito duduki. Ada rasa canggung diantara kami. Tapi Stephand seperti nya terlihat bodoamat dan tak peduli, terlihat jelas dari mimik wajah yang ia tunjukan.
Sebenarnya aku enggan untuk menonton. Karena ini adalah flm bergenre horor, yang membuatku teringat akan masa lalu.Tapi, aku tidak ingin mengecewakan Putri. Ia sudah membayar untuk kami. Sayang bila harus terbuang sia-sia. Adegan klimaks mulai muncul, dimana tokoh utama sedang mempertaruhkan keselamatan dirinya dari ancaman boneka yang siap membunuhnya kapan saja. Akupun menutup mataku dengan kedua tanganku ,berharap untuk tidak melihatnya namun naas telingaku mendengar begitu jelas suara dari tusukan benda tajam mengenai tubuh dan teriakan dari sang tokoh yang meringis kesakitan.
Tanpa sadar air mataku jatuh karena sakin takutnya. Badanku mulai bergetar hebat. Waktu kecil aku punya trauma yang membuatku sakit berminggu-minggu. Dulu, aku bisa melihat apa yang orang lain tak bisa. Tapi setelah ayah tau mata batinku di tutup karena aku kerap kali diganggu bahkan dirasuki secara tiba- tiba. Dan kini menjadi trauma bila melihat hal- hal seperti ini.
Tiba-tiba saja ada seseorang yang memeluku dari samping. Aku begitu kaget dengan apa yang aku rasakan kala itu. Sepertinya Stephand mengerti apa yang aku takutkan. Ia membelai rambutku pelan dan mengusap punggungku dengan lembut. Aku tersadar dan berharap untuk menatap wajahnya namun sepertinya lelaki ini tak mengizinkan aku melihatnya. Ia malah menarik kepalaku ke dada bidang miliknya. dan berkata "Diamlah. Aku tau kamu takut. Sudahlah jangan menangis" kata yang membuatku merasa tenang dan lega. Sampai akhir flm aku masih dipeluknya hingga tak sadar Putri dan Hito memperhatikan kami dari jarak jauh.
Flm pun berakhir. Para penonton sudah meninggalkan kursinya dan mulai berhamburan menuju pintu keluar Bioskop. Aku segera menjauh dari tubuh Stephand. Aku hanya menunduk menatap sepatu putihku. Stephand hanya menatapku bingung. Mungkin ia tau kalau aku sedang malu. Ia segera berdiri dan mengangkat daguku untuk beralih menatap wajahnya. Perlahan ia mengusap pipiku yang sedikit basah karena air mata dengan jari-jari besarnya. Ia juga merapikan rambutku yang sedikit kusut dan setelah itu berbalik ke belakang dan berjalan meninggalkanku yang masih terpaku di tempat. Aku sempat berfikir apa ia peduli denganku? atau hanya kasihan?
Setelah itu kami kehilangan Putri dan Hito. Entah mereka ada dimana sekarang. Aku sudah mencoba menghubungi Putri dan hasilnya tidak ada jawaban, begitupula Stephand ia sudah mencoba nenghubungi Hito dan berakhir dengan hasil yang sama. Setelah 5 menit mencoba dan tak mendapat hasil, Stephand menarik tanganku menjauh dari area Bioskop. Entah mau kemana aku hanya pasrah ditarik olehnya. Dan ternyata ia berhenti di area Game master.
Entah apa yang ada dipikiran lelaki ini hingga menariku ketempat ini. "Kamu mau main ga?" Stephand menoleh kearahku dengan satu alis yang terangkat. Tanpa fikir panjang aku mengangguk dan mengiyakannya. "Tunggu sini" Ia pun pergi meninggalkanku di tempat permainan bola. Aku menungunya disana, dari jauh terlihat punggung lebar milik Stephand sedang berdiri tegak di kasir tempat penukaran uang dengan kartu. Lalu ia pun kembali dengan wajah cool nya. Dasar lelaki selalu tebar pesona.
Satu jam kami berdua menghabiskan waktu di Game Master. Belum ada kabar dari Putri ataupun Hito. Stephand asik memasukan bola ke dalam ring hingga mendapat skor yang dibilang fantastis. Sedangkan aku hanya duduk di kursi yang tak jauh dari tempat bermain bola basket. Aku sempat melihat mesin yang ada di hadapanku. Itu mesin pencapit boneka. Didalamnya banyak boneka berwarna-warni. Aku teringat ketika dulu saat keluargaku masih utuh ayah selalu mendapat banyak boneka dari mesin itu. Aku yang dulu begitu senang dan riang jauh berbeda jauh dari saat ini.
"Hey" Aku tersadar dari lamunanku dan menoleh kearah Stephand yang sudah membungkuk di sampingku. Ia menatapku bingung. Satu jengkal lagi bibir kami bertemu. Akupun mendorongnya hingga ia kembali berdiri tegak. Entah kenapa rasanya canggung bila terlalu dekat denganya. Apa sebenernya yang aku rasakan? apa aku sakit?
"Kamu mau boneka itu?" Stephand menunjuk mesin pencapit boneka itu. Setelah aku menatapnya sebentar mataku beralih ke mesin yang ditunjuk Stephand barusan. Dengan bodohnya aku mengangguk. Entah bagaimana caranya aku melakukan itu. Itu terjadi begitu saja. Kemudian Stephand berjalan mendekati mesin yang ditunjukinya tadi, Akupun menyusul kearahnya dan melihat satu persatu boneka yang ada disana. Dan mataku terpikat pada satu boneka Unicorn berwarna pink. Tapi sepertinya akan sulit bila mengambil yang itu. "Mau yang itu?" Entah bagaimana ia bisa tau apa yang aku pikirkan. Mungkin dari sorot mataku?
Stephand segera menggesek kartu game nya dan mengambil alih permainan itu. Tampaknya ia sudah ahli dalam hal ini. Aku kira ia akan gagal ternyata ia berhasil mendapat Unicorn yang aku inginkan. Skil dan cara bermainya mirip sekali dengan ayah kala itu. Setelah sukses, Ia memberikanya padaku. Aku melihat sekilas senyuman di bibirnya. Meski tidak terlalu timbul tapi aku rasa dia tersenyum. Setelah puas aku dan Stephand beranjak dari tempat itu dan berniat mencari Hito dan Putri.
Tak butuh waktu lama, kami menemukan mereka sedang duduk di kursi mall dengan santainya. Setelah kami tiba disana Hito dan Putri melepas tertawanya. Sepertinya sedang mengejek. "Gimana? beduaan nih. Kasmaran deh kayaknya si Stephand" Sindir Putri dengan melirik Stephand yang tampak bodoamat. "Sama si cantik Natasha lagi" kini Hito yang menggodaku dengan tatapan mengejek. Sungguh dua sejoli ini menyebalkan. Aku memilih mengalihkan pandanganku daripada menanggapi mereka.
Putri yang sadar dengan apa yang aku bawa, langsung merebutnya dan kembali heboh. "Omg dikasih boneka unicorn" serunya dengan nada yang cukup tinggi. Ia memukul-mukul bahu Hito setelah mengatakan hal itu. "Romantis sih ini. gak salah lagi si Stephand jatuh cinta" Putri kembali bersuara dan tertawa lepas dengan Hito. Aku kembali mengambil bonekaku dari genggaman Putri. Tampaknya Stephand sedang menatapku datar. Ada apa dengan cowok ini? Apa ini cara dia menatap orang?