Keesokan paginya aku terbangun dengan wajah yang masih mengantuk. Aku membuka mataku dan menatap langit-langit kamar yang bernuansa monocrom. Aku memang suka dengan warna seperti ini. Terlihat indah dan menenangkan. Tiba-tiba saja wajah Stephand terlukis disana. Aku mengedip-ngedipkan mataku berharap untuk menghilangkan wajahnya disana, Tapi sepertinya sulit. Wajahnya malah semakin jelas. Aku menatap boneka unicorn pemberian lelaki itu kemarin. Seketika senyum di wajahku mengembang sempurna. Jika aku mengigat saat itu ,rasanya sangat lucu dan entah bagaimana hatiku selalu merasa tidak karuan.
Mataku beralih menatap jam yang sudah menunjukan pukul enam tepat. Aku membulatkan mataku dan tersadar ini sudah sangat telat. Aku bergegas mandi dan bersiap menuju sekolah. Seperti biasa rambutku selalu aku urai. Untung saja pak Gevan sigap dan melajukan mobil dengan kecepatan diatas rata-rata namun tetap hati-hati. Tidak salah bila keluargaku selalu menghargai kinernunduk,
Begitu aku masuk kelas, tampaknya lelaki itu sedang dalam keadaan tidur. Kedua tangan yang ia lipat di atas meja sebagai bantal untuk kepalanya. Tanpa ragu aku segera meletakan tas ku di sebelahnya dan mencoba duduk tanpa mengganggunya. Bila diperhatikan secara mendalam, Stephand memang lelaki yang tampan dan berwibawa. Sama seperti ayahnya yang selalu tampil sempurna di depan publik.
Pelajaran hampir di mulai dan lelaki ini masih terlelap di alam mimpi. Apa aku harus membangunkanya? Kalau tidak ia bisa kena hukuman. Baiklah aku coba. "Step__Stephand bangun" Aku menepuk pahanya pelan berharap dia bangun tapi nyatanya ia malah menggenggam tanganku erat. Tunggu, apa? dia sudah bangun? Aku mencoba menarik tanganku tapi gagal dan aku hanya pasrah. Kini ia sudah bangun dan duduk dengan tegak layaknya pasukan militer yang sedang berbaris namun dalam keadaan duduk. Aku menoleh kearahnya dengan tatapan tajam berharap ia mengerti dan melepaskan genggaman tanganya.
Ia memang menoleh tapi hanya sebentar dan kembali menatap lurus kedepan. Apa dia tidak mengerti apa bagaimana? setelah beberapa menit akhirnya dia bersuara di dekat telingaku. "Biarkan aku menggenggam tanganmu" tiba-tiba saja jantungku berdebar lebih cepat dari biasanya. Sebenarnya apa yang aku rasakan saat ini? ia juga mengusap tanganku dengan lembut. Apa ia sadar hal ini bisa membuat seseorang terbawa perasaan? Hufft, aku baru pertama kali menemukan lelaki dengan tingkah seperti ini. Jika dilihat kami seperti sepasang kekasih yang sedang bucin.
Waktu pelajaran telah berakhir. Sudah saatnya untuk pulang dan bersantai. Rasanya lelah dan aku ingin segera menjatuhkan diri di kasur empukku. Saat aku hendak bangkit dari kursiku, Stephand kembali menahanya. Kali ini ia menatapku dengan mimik yang berbeda. Aku hanya mengangkat satu alisku. Seolah bertanya apa? "Ada yang anter?" aku berfikir sejenak dan kemudian menggeleng yang berarti tidak. "Aku antar" jadi ini yang ingin ia tanyakan? tanpa petsetujuan dari ku ia langsung menariku keluar dari kelas menuju parkiran dimana mobilnya berada.
"Masuklah" Ia membukakan pintu untuku. Baru kali ini aku diperlakukan seperti ini oleh orang lain, dan orang lain itu sendiri adalah Stephand. Aku juga sering mendapat kabar dari majalah ataupun sosmed, kalau dia tipikal orang yang suka menyendiri dan tak menyukai wanita. Apa dia gay? oh no jangan sampai. Aku segera masuk dan duduk dengan rasa canggung. Stephand pun masuk dan mulai melajukan mobil sport berwarna putih miliknya. Aku hanya menatap jalanan dari samping jendela. Melihatkan banyaknya gedung-gedung tinggi dan padatnya jalanan dengan kendaraan roda dua.
Setelah beberapa menit aku menyadari ada hal yang aneh. Dan benar saja ini bukan jalan menuju mansion ku. Kali ini pikiran negatif yang menguasai pikiranku. Apa aku diculik? Apa aku akan dibunuh? apa aku akan dijual? tidak-tidak, tidak mungkin ia melakukan hal kejam seperti itu padaku. Tapi bisa saja kan? ohh aku ingin berfikir positif kenapa tidak bisaa??? Tuhan berikan aku pemikiran positif. Batinku sambil menutup mataku dan berdoa kalau hal negatif itu hanyalah kehaluanku.
"Kenapa kamu menutup mata?" Akupun tersadar dari lamunanku ketika Stephand mulai bersuara. Sedaritadi lelaki ini hanya diam dan fokus dengan jalanan. Suasana yang cukup tegang bukan? Ditambah dengan wajahnya yang datar namun tampan. Akupun menoleh. "Ah tidak-tidak, tidak ada apa-apa" Aku berusaha terlihat baik-baik saja, padahal daritadi tegang karena hal negatif yang muncul di pikiranku. "Ayo keluar" Stephand pun membuka pintu mobil sportnya diikuti dengan aku yang juga membuka pintu mobil dan keluar dari dalam mobil.
Ternyata ia membawaku ke tempat starbucks. Yang tepatnya berada di jalan Braga kota Bandung. Dimana anak-anak remaja berkumpul dan tentunya anak-anak kelas atas. Aku memang tidak sadar kalau Stephand akan mengajaku kesini, karena daritadi aku menutup mataku. Ia mengulurkan tanganya. Mungkin maksud ia adalah untuk bergandengan tangan. Akupun memberikan tanganku padanya dan kini kami berjalan sambil bergandengan.
Kami duduk di kursi paling belakang. Hanya di situlah tempat kosong yang tersisa. Aku memesan Ferrero Rocher Frappuccino, aku memang suka hal-hal yang berbau coklat. Rasanya yang manis ditambah toping yang memabukan mulut. Sedangkan Stephand ia memilih menu Butterbeer Frappuccino sepertinya ia menyukai caramel dan vanila. Entahlah aku hanya menduga saja. Sepertinya kota Bandung akan dilanda hujan. Suara hujan yang khas sudah mulai terdengar. Aktifitas diluar cafe juga sudah mulai tak terlihat.
Masih belum ada percakapan diantara kami. Aku masih canggung bila mengobrol denganya, apa mungkin Stephand juga sepemikiran? Mungkin saja. "Nat" Tanyanya yang langsung membuatku menoleh kearahnya. "hmm?" Jawabku dengan ragu. "Nanti aja deh" Apa mungkin ia ragu ataukah ada rasa canggung? membuatku penasaran saja. Sebenarnya, apa yang ingin ia bicarakan? Kami menikmati minuman kami dengan tenang. Hujan masih belum reda dan hawa dingin sudah menyentuh kulitku. Stephand yang sadar karena tingkahku yang seolah memberi kode langsung berdiri dan mendekatiku. Aku yang kaget ketika ia memasangkan jaketnya pada tubuhku refleks menoleh padanya hingga wajah kami saling bertemu.
Cukup lama kami tatap-tatapan. Setelah sadar di cafe cukup ramai akhirnya adegan itu berakhir. Stephand kembali duduk dan kini jantungku kembali berdebar. Pipiku merona hingga membuat lelaki itu tertawa. Akupun sadar dan langsung menundukan kepalaku. "Gausah nunduk,kamu cantik ko kalo lagi malu" Balasnya yang membuatku semakin tidak karuan. ih apaan si Stephand. Aku hanya nengangguk pelan dan kembali menikmati minumanku sembari menunduk ke bawah. Tampaknya ada rasa yang lain ketika aku bersamanya. Apa ini yang dinamakan jatuh cinta? Tapi aku tidak ingin merasakan patah hati. Setelah beberapa menit kemudian, hujan sudah berhenti. Aktifitas diluar sudah mulai berjalan lagi. Aku masih memakai jaketnya yang harum stroberi. Mungkin ia menyukai wangi seperti ini. Dan aku juga menyukainya.