Lulus SMA gadis desa seperti Arala hanya membantu kegiatan orang tuanya, berkebun dan berternak. Arala bukannya tidak mampu untuk melanjutkan pendidikan, Arala hanya kasihan kepada kedua orang tuanya, ia tidak ingin membebani keduanya, cukup sudah selama 12 tahun ini mereka membiayai sekolahnya.
Bukan berarti Arala akan berhenti begitu saja, Arala bukan tipe gadis yang mudah menyerah, masih banyak jalan yang bisa ia gunakan untuk menempuh kesuksesannya, Arala akan kuliah, tapi dengan kerja kerasnya sendiri, ia akan mencoba meraih beasiswanya.
Bagi Arala, tidak ada yang mustahil di dunia ini, selama Tuhan berkehendak dan kita manusia berusaha, semuanya pasti akan terwujud.
Arala baru selesai menyiram bunga milik ibunya, bunga didepan rumah yang teramat banyak cukup membuat Arala sakit pinggang.
Menyiram menggunakan gayung, tentu bukan ide bagus.
"Ar!" panggil ibunya dari arah dapur.
Arala dengan segera berlari menuju ibunya, ia tidak mau ibunya marah-marah padanya nanti.
"Kenapa Bu?" Arala kemudian menghampiri sang ibu yang sedang sibuk menjemur ikan asin.
Bu Aileen menoleh ke arah Arala, kemudian bangkit dan menunjuk ikan asin yang masih setengah basah itu.
"lanjutin jemur ini ya nak, mama mau mandi, nanti siang kita kedatangan tamu. Ohiya selesai jemur kamu juga langsung mandi ya bantu ibu siapin makanan." Bu Aileen kemudian meninggalkan Arala yang masih berdiri didapur.
'Tamu siapa?' Batin Arala.
Tak mau banyak berpikir, Arala dengan segera menyusun ikan asin tersebut dan menjemurnya, setelah itu mandi dan bersiap-siap untuk membantu kegiatan ibunya.
****
Arala sedang mengupas bawang sekarang, sedangkan ibunya sibuk mengulek sambal.
"Bu, ayah mana? kok nggak kelihatan dari tadi?" tanya Arala penasaran.
"Ayah mu sama adek mu tadi bersih-bersih kantor, mau dipake buat tamu kita." jawab Bu Aileen.
Ayah Arala adalah seorang lurah di desa yang Arala tempati.
"loh jadi makanan ini nanti ngantar ke kantor kah Bu? semacam cateringan gitu?" tanya Arala bingung.
"Tidak Arala, nanti tamunya mampir ke sini dahulu."
Arala kemudian melirik panci besar yang terletak di perapian kayu bakar itu, panci berisi nasi yang sudah matang, Arala tahu, tamu yang datang pasti sangat banyak, oleh sebab itu ibunya memasak sebanyak ini.
"banyak banget kayanya tamu kita yah Bu?"
Bu Aileen hanya mengangguk singkat, jika di ladeni pertanyaan Arala tidak akan ada habisnya, Arala itu sangat kritis dan banyak bertanya.
Setelah selesai, Arala membantu ibunya memasak sayuran dan lauk pauk, setelah itu menyajikannya di atas meja makan.
Bu Aileen mengelus lembut surai milik Arala, kemudian tersenyum lembut, Arala menoleh dan sedikit bingung dengan tingkah ibunya.
"Kenapa Bu?" Tanya Arala sambil mengerutkan keningnya.
"Ibu senang aja, walaupun sikapmu kadang jahat, tapi tingkah laku mu dewasa sekali, mau membantu ibu,"
Arala tersenyum senang dan hendak melayang dipuji ibunya begitu.
"Ah ibu bisa aja," Arala tersenyum lebar.
"Sudahlah nyesel ibu muji kamu seperti ini,"
Belum sempat Arala menjawab, ponsel milik Bu Aileen tiba-tiba berbunyi, Arala mengambilnya dan kemudian menyerahkannya kepada sang ibu.
Arala masuk ke dalam rumah untuk menyisir dan mengikat rambutnya.
"Arrr!" panggil ibunya tiba-tiba.
Arala dengan segera berlari menuju dapur, dan memberikan tanda hormat kepada ibunya setelah sampai didapur, Arala dikenal sebagai gadis cantik nan humoris.
"Wah Arala sudah siap jadi calon istri perwira tentara ya?" ucap ibunya tiba-tiba menggoda.
Arala memonyongkan bibirnya,"nggaklah Bu, Arala kan masih muda, masa ibu mikirin nikahan sih!"
Bu Aileen mencubit Arala gemes,"yaaa nanti kan juga pasti dapat suami Ar!"
"Iya Bu iya, suka-suka ibu saja." Arala pasrah.
Terdengar suara motor sang ayah, Arala mengintip, Pak Deni Ayah Arala menghampiri keduanya.
"Wahh makanannya sudah siap!" ucap pak Deni sambil tersenyum.
"iya dong pak, kan Arala dan ibu yang masak!" ucap Arala bangga.
Pak Deni tersenyum kemudian menatap snag isteri, "Bu omong-omong tamu kita sudah datang, sebentar lagi kesini."
Dari luar terdengar suara mobil, dari yang Arala bisa dengar, mobil yang terdengar didepan rumahnya cukup banyak.
"Arala, tolong tamunya dilayani dulu ya," ucap pak Deni tiba-tiba.
"Hah?" Refleks Arala kaget.
"hah hah, iya kamu kedepan dulu lihat tamu kita yang datang, jangan malu-malu, cepat," ucap pak Deni lagi dengan nada yang sedikit memerintah.
Arala hendak protes, tapi yasudah lah mau bagaimana lagi. Gadis ini kemudian melangkah menuju pintu. Arala melirik ke luar dan refleks menutup mulutnya, pemandangan didepannya ini membuat nya sedikit kaget.