Pradita membuka mulutnya untuk bicara, tapi tak ada kata-kata yang keluar. Ia menelan ludah dan lagi-lagi air mata mengalir. Buru-buru ia menyusutnya dengan tangannya.
"Ya udah kalau gitu. Jadi apa? Kita putus gitu?" tanya Pradita yang sudah menemukan kembali suaranya.
Bara mengangguk. Ekspresinya datar dan sulit ditebak. Pradita sungguh kecewa. Ia berharap jika ia akan melihat Bara terpaksa putus dengannya atau sedih karena harus berpisah dengannya.
Namun, yang ada hanya wajah datar bagaikan tembok yang sulit ditembus. Seolah hati dan pikirannya telah tertutup selamanya.
"Kamu beneran pengen putus sama aku? Untuk kedua kalinya?" tanya Pradita untuk meyakinkan Bara sekali lagi.
"Iya, Dit. Kita gak bisa pacaran jarak jauh," jawab Bara sambil menatap ke arah meja, tidak berani menatap mata Pradita secara langsung.