Pagi itu, Pradita terbangun karena suara teriakan yang cukup keras dari dapur. Ia membuka matanya dengan debaran jantung yang bertalu-talu di dadanya.
"Mau sampai kapan kamu kayak gitu terus?!" teriak ayahnya. "Mengeluh terus juga gak ada gunanya! Aku juga kan bukannya diem, tapi aku kan kerja!"
"Halah!" hardik ibunya. "Kamu kerja apa?! Selama ini kamu santai-santai terus! Aku yang banting tulang buat nutupin hutang kamu!"
"Siapa juga yang mau punya hutang? Kita kan udah sepakat buat pinjem uang ke Mang Aji."
"Ya, terus jadinya kamu keterusan pinjem-pinjem ke dia! Mau bayarnya gimana?! Pake daun?! Tuh sana ambil daun di depan tuh!"
Terdengar suara tutup panci terjatuh di lantai. Suaranya begitu membahana membuat Pradita gemetar di tempat tidurnya. Ia takut sekali mendengar suara itu dan teriakan ibunya.
"Kamu gak sopan ya sama suami!"
"Aku tuh udah lelah hidup sama kamu!" teriak ibunya. "Aku mau pergi aja!"
"Ya udah! Sana pergi!" balas ayahnya.