Pradita menoleh ke samping lapangan basket yang kebetulan posisinya bersebelahan dengan parkiran motor dan mobil. Ia memperhatikan saat Bara baru saja memarkirkan mobilnya dan kemudian turun dengan sangat bergaya.
Rambutnya tampak rapi dan kelimis. Wajahnya selalu saja tampak misterius dan membuat para adik kelas dan kakak kelas semuanya jatuh cinta padanya, kecuali Pradita.
Sebenarnya, mereka tidak bisa disebut pacaran. Ya, itu sudah jelas. Pradita hanyalah mainannya Bara saja.
Hal itu membuat Pradita jadi sedih, tapi ia jauh lebih sedih lagi jika Bara marah padanya dan tak acuh lagi padanya. Sesuatu di dadanya terasa sakit, seperti ada yang mengganjal. Pradita meliriknya sesekali.
Tampaknya Desta menyadari apa yang tengah Pradita lakukan. Ia tersenyum dan kemudian mengangguk. "Lu lagi merhatiin si Bara ya?"