Chapter 4 - Chapter 4 :

Nara tengah terbaring tengkurap beralaskan karpet berbulu tebal yang terlihat sangat hangat di tengah guyuran hujan di pagi hari. Satu tangannya memegang sebuah pena yang ia ketuk-ketukan pada pelipisnya berharap ide akan muncul dari sana. Namun setelah beberapa saat justru ia semakin tidak bisa berfikir.

"Huaaa... Otak gue buntu!" Teriaknya frustasi.

Wajahnya ia tenggelamkan pada bantal berbulu berwarna pink sembari kedua tangannya memukul-mukul kepalanya. Nara begitu tertekan. Novelnya harus ia selesaikan secepatnya dan ia sedang tidak ada ide sama sekali.

Nara membalikkan tubuhnya menjadi terlentang. Ia menatap langit-langit kamarnya dengan wajah masam. Semua ini gara-gara pria itu, jika saja ia tidak dipaksa menemaninya lembur di Cafenya setelah pulang dari pestanya Sean, ia tidak akan se frustasi ini.

"Gue butuh inspirasi." gumamnya.

Gadis itu meraih ponselnya kemudian mengetikkan sesuatu. Setelah itu ia bangkit dari posisinya menuju kamar mandi. Ia berniat mendatangi sahabatnya Anna sekaligus menagih bayaran atas kerja kerasnya semalam. Well, tidak sekeras itu sih ia cukup menikmati pestanya.

Selesai ganti baju dan berdandan seadanya, Nara keluar dari apartemennya. Tak lupa ia memakai masker hitam untuk menutupi wajahnya saat melewati cafe pria itu. Pria yang dicintainya tetapi Nara enggan bertemu dengannya. Ah sudahlah.

Entah bagaimana kisah percintaan nya nanti, Nara hanya berharap ia akan selalu bersama pria yang dicintainya, Nata. Nara memang sudah sangat mengenal sifat dan karakter pria itu. Dari yang paling baik sampai yang paling buruk. Iya buruknya pria itu yaitu tingkat mesumnya yang sulit dikontrol dan lebih anehnya ia tidak akan pernah bisa menolak.

Padahal dulu selama ia dekat dengan seseorang, mantannya tidak akan mendapatkan lebih dari sekedar ciuman di bibir. Nata memang sosok yang berbeda, dan pria itu seakan punya daya tarik tersendiri.

Suara dering ponsel Nara berbunyi membuyarkan lamunannya. Tergesa-gesa ia meraih ponselnya di saku celana jeans yang ia pakai.

"Ha-..."

"Raaaaa..." Teriak seorang wanita dari sebrang telepon.

Refleks Nara menjauhkan ponselnya sembari mengelus dada. "Apaan sih? gak teriak bisa?" Celotehnya kesal.

"Gak bisa Ra, ini penting!" Sahut Anna.

"Sepenting apa sampe lo teriak-teriak kaya keong kepanasan?" Sambil berjalan Nara menoleh sedikit ke arah Cafe Nata, pagi ini lumayan banyak pelanggan yang datang.

Diseberang telepon Anna mendengus, "Cacing kali ah, Beliin gue capuccino tempat suami lo gih!" Perintahnya.

Nara melongo "Suami yang mana Ann?"

"Astaga Cafenya Nata sayang, dia kan suami lo."

"Gila lo yah, gak mau gue." Tolaknya keras. Mati-matian ia menghindar dari pria itu sekarang malah disuruh kesana lagi. Tidak akan!

"Ayolah, lo kan sahabat gue yang paling baik dari yang terbaik Nara." Bujuknya dengan suara yang dibuat-buat.

"Gue gak mau titik." Nara terus berjalan menjauhi Cafe pria itu menuju butik milik Anna.

"Ah gak asik lo, gak gue bayar hari ini tau rasa." Ancamnya.

Nara berhenti. "Wah gak bisa gitu dong, kan lo udah janji!"

"Gue bayar sekarang kalo lo beliin gue Es Capuccino satu sama dessert nya sekalian deh." Ucap Anna seringan kapas.

"Hahh!"

Kedua telinganya mengeluarkan asap sekarang dan wajahnya sudah semerah tomat saking kesalnya. Nara menghembuskan nafas, tujuan nya menemui Anna yaitu meminta bayaran untuk membeli laptop baru sisanya untuk shopping di Mall.

Jika saja ia menolak, sahabatnya itu benar-benar tidak akan membayar nya. Tidak untuk hari ini. Ia sedang stress dan banyak pikiran, Nara butuh refreshing sekedar jalan-jalan dan mengembalikan mood nya dengan laptop baru.

Nara menghembuskan nafasnya lagi, kali ini lebih keras membuat orang diseberang telepon terkikik tanda ia berhasil membujuknya.

******

Dan disinilah gadis itu sekarang, menatap sengit pada pria tampan didepannya sedangkan pria itu membalas menatap nya dengan seringai kecil menggoda.

"Es Cappucino satu plus sepotong Cheese Cake nya ya MAS!" Ucap Nara penuh penekanan pada akhir kalimat.

Seringai pria itu semakin nampak, ia melihat ke sekeliling Cafe beberapa orang sibuk dengan urusan masing-masing. Sedetik kemudian gadis itu sudah diseret menuju ruangan pribadi pria itu. Tak mau kalah Nara balik menyeret Nata ketika dia lengah. Sebelah alis Nata berkedut, sekarang kenapa jadi dia yang diseret. Kembali Nata menarik lengan Nara dengan agak sedikit kuat.

"Lepas Nat!" Nara meronta-ronta berusaha melepaskan genggaman tangan pria itu di lengannya.

"Ikut gue bentar!"

"Gak mau ya, gue cuma pelanggan disini." Ujarnya sembari terus memukul-mukul tangan pria itu.

"Lo bukan pelanggan!" Elak Nata.

"Terus gue apa?"

"Setan!" Katanya sarkas.

What the..?

"Ihhh lepas gak, gue teriak nih." Ancam gadis itu setengah berteriak.

"Coba aja!"

Nara melihat sekeliling, hilang sudah harapan nya lepas dari pria itu. Karena perdebatan mereka, gadis itu sampai tidak sadar kalau ia sudah berada di dalam ruangan Nata. Nara mengalihkan pandangannya pada pintu yang tiba-tiba dikunci. Lalu kembali menatap pria itu yang entah sejak kapan berada sangat dekat dengannya.

Gadis itu menelan salivanya, jantung nya berdebar kencang kala Nata menarik pinggangnya mendekat.

"Gue gak pernah bisa ngerti kenapa gue bisa senyaman ini sama lo, Nara!"

Iris keduanya saling mengunci, pria itu menatap Nara intens. Lalu mengalihkan pandangannya pada bibir mungil gadis di depannya.

Sontak hal itu membuat Nara mengalihkan perhatian pada vas bunga yang terdapat mawar merah cantik tapi sayangnya layu. Apa Nata tidak pernah menggantinya?

"Ahh.."

Nara terkejut kala pria itu tiba-tiba menghisap kuat lehernya yang sudah dipastikan meninggalkan jejak kemerahan disana nanti. Dia lengah, bukannya memikirkan cara lepas dari genggaman pria itu justru Nara sibuk dengan mawar layu.

Dasar kau anak bodoh Nara!

Lenguhan gadis itu terdengar begitu indah di telinga Nata. Tubuhnya yang berisi di bagian yang tepat terasa sangat pas di pelukan nya. Semakin membuat pria itu bergairah.

Berfikir jernih Nara come on. Jangan tergoda dengan pria mesum di depan mu.

"Nat, gu- gue ada urusan sama Anna." Gadis itu berusaha mendorong dada bidang pria itu dengan kedua tangannya membuat Nata sedikit mundur kebelakang.

"Apa lo gak mau ngabisin waktu berdua sama gue?"

"Bukan gitu." Kilahnya.

Nata lanjut melancarkan aksinya menggoda Nara dengan mengecup basah seluruh wajahnya kemudian menggigit kecil cuping gadisnya.

Oh shitt...

Pria itu benar-benar tau bagaimana cara membangkitkan hasrat seseorang. Ditambah tangannya yang kini menyusup ke punggung gadis itu. Mengelus dengan gerakan memutar dan seringan kapas.

"Kita udah ngabisin waktu berdua kemarin kan, sepulang dari pesta!"

"Tapi gue mau yang istimewa!"

"Istimewa yang gimana?"

Nata tersenyum lalu mengecup singkat bibir manis Nara.

"Tidur berdua di ranjang panas itu!" Katanya sembari menunjuk sebuah kamar yang pintunya terbuka lebar dan menampakkan ranjang king size beralaskan sprei berwarna hitam.

Nara meneguk ludah, jantung nya berdebar semakin kencang. Siapapun tolong dirinya sekarang. Ia cukup pintar untuk mengartikan kalimat yang barusan Nata katakan. Dan Nara benar-benar tak dapat berfikir lagi apalagi memikirkan dirinya berada dibawah kuasa pria itu.