Berada ditengah-tengah Ibukota Jakarta membuat hiruk-pikuk kehidupan di sana sangat padat. Lampu-lampu di pinggir jalan menjadi satu-satunya penerang bagi mereka yang berlalu-lalang. Pun lapak pedagang yang bertebaran memadati jalan itu.
Gadis itu jadi teringat sesuatu ketika ia tak sengaja melihat kedai kopi di pinggir jalan. Dulu sekali sewaktu Nara kecil ada seorang bocah laki-laki yang mengajaknya berbuat kejahatan. Entah darimana datangnya anak itu, tiba-tiba Nara ditarik dan diseret untuk mencuri segelas kopi susu panas yang baru saja dibuat.
"Hey, kamu ngapain?" Teriak Nara marah, nafasnya tersengal karena diajak berlarian.
"Kamu mau kopi?" Tawar bocah itu dengan santainya.
Nara terdiam, membisu dan hampir ingin terjungkal karena saking geramnya dengan bocah yang baru saja mengajaknya mencuri segelas kopi.
"Kamu udah gila ya, gimana kalo kita ketahuan?"
Nara berkacak pinggang menatap bocah itu dengan mata yang hampir keluar -oke ini lebay- tapi bocah itu terlihat seperti tidak terjadi apa-apa.
"Buktinya kita aman-aman saja kan!" Ujarnya. Bocah itu meniup-niup kopi yang masih panas lalu meminumnya. Nara menelan ludah, malam-malam begini ditambah cuaca sedang gerimis memang paling cocok minum segelas kopi hangat.
Bocah laki-laki itu mendongak, menatap Nara lalu tersenyum. "Nih minum!"
Bocah itu menyodorkan kopinya, Nara sedikit ragu mau menerima atau tidak pasalnya ia anak baik-baik yang diajarkan untuk jangan pernah mencuri apapun itu, benar bukan?
Tetapi dengan tidak tau malunya tangannya berkhianat dengan pikirannya. Nara mengambil kopi susu itu lalu kemudian meminumnya. Sensasi hangat mengaliri tenggorokannya.
Karena terlalu menikmati kopi itu Nara tidak sadar bocah laki-laki itu telah meninggalkan nya. Nara mengalihkan pandangannya mencari bocah itu dan ia mendapati seseorang sedang melambaikan tangan padanya. Hujan telah turun dan ia tidak dapat mengenali siapa orang itu karena jaraknya terlalu jauh tapi Nara yakin ia adalah bocah pencuri kopi.
Cup...
Eh...
Nara mendelik. "Nataaa!"
Nata terkekeh melihat reaksi Nara. "Salah siapa melamun."
"Enggak dicium juga kali mana di pipi lagi." Kesalnya
"Terus lo maunya dimana?"
"Di bibir!" Tantangnya.
Seringai kecil muncul di sudut bibir pria itu. "As you wish!" Kemudian Nata melangkah mendekat, meraih pinggang Nara menggunakan kedua tangannya lalu menyatukan kening mereka.
Nara menelan salivanya kuat, tidak ia hanya bercanda. Senyuman itu Nata tidak main-main. Nara menahan dada bidang pria itu ketika secara perlahan Nata memiringkan wajahnya untuk memagut bibirnya. Nata melayangkan tatapan tidak sukanya.
"Gue bercanda!" Cicitnya,
Tanpa memperdulikan ucapannya Nata menahan kepala Nara dengan tangannya lalu menyatukan kedua bibir mereka. Keduanya saling berciuman, pun Nara tidak akan pernah bisa menolak apapun yang menyangkut soal pria itu. Entah guna-guna apa yang digunakan Nata, setiap sentuhannya selalu membuat tubuhnya bergetar hebat.
Memejamkan mata Nara menikmati setiap rasa dari bibir Nata. Tubuhnya yang begitu kekar dan berotot berbanding terbalik dengan bibirnya yang begitu lembut dan basah.
Sebelah tangan Nata bergerak turun sampai pada pinggul Nara yang sekal kemudian meremas nya dengan kuat. Menahan nafas, Nara melingkarkan kedua tangannya pada leher Nata. Tubuh keduanya semakin menempel, mereka mengambil jeda untuk menghirup oksigen yang sudah menipis.
Nata menikmati setiap garis wajah cantik wanita itu, bibirnya sedikit bengkak akibat ulahnya dan dari jarak sedekat ini dapat Nata rasakan harum nafas hangatnya menerpa wajahnya.
"Cantik!" pujinya,
Nara memalingkan wajahnya, semburat merah tipis kini menghiasi pipi chubby nya. Pria itu merasa gemas dan sial, sesuatu dibawah sana mulai bangkit dan Nata yakin wanitanya sadar.
Nara mendongak kembali menatap Nata, " L-lo Bangun?" tanyanya gugup
"Hn" Nata mengangguk dengan wajah innocent nya, Nara mendelik. Apa yang akan dilakukan nya sekarang.
Tersenyum Nata kembali meraih bibir Nara, mengulum dan menggigit kecil disana. Sambil terus bercumbu, Nata menuntun Nara berjalan menuju ke samping sebuah mobil. Dalam suasana parkir yang sedikit gelap Nata semakin berani berbuat lebih.
"Ahh..." lenguh Nara,
Satu desahan lolos dari bibir Nara ketika dengan sengaja Nata mengusap lembut punggungnya.
"Gue udah gak tahan!" ujarnya serak dan dalam.
Nara menatap wajah pria tampan didepannya, walau minim pencahayaan ia masih dapat melihat kedua mata Nata yang diselimuti kabut gairah. Lagi, tubuhnya bergetar kala pria itu kembali mencumbunya. Tangan nakalnya masih setia mengelus punggung Nara untuk membangkitkan gairahnya.
Nara kalang kabut, ia tidak bisa membiarkan ini terjadi terlalu jauh. Ia harus menghentikannya. Tetapi rasa dan sensasi ini terlalu munafik untuk dibiarkan. Lagi-lagi pikirannya selalu kalah dengan tubuhnya.
Dan sekarang pria itu telah berhasil membangkitkan gairahnya. Nara membalas ciuman Nata dengan lembut kemudian detik berikutnya dengan sangat liar dan panas. Nara meraih belakang kepala Nata agar ciuman mereka semakin dalam.
"Selalu panas!" gumam Nata disela ciumannya.
Tangan nakal pria itu bergerak turun sampai ke paha Nara, kemudian menaikan sebelah kaki Nara melingkari pinggangnya. Dapat Nara rasakan kerasnya milik pria itu menempel tepat diarea kewanitaannya dibalik gaun yang dikenakan nya.
Wajahnya memerah dan terasa panas saat pria itu memainkan bukit kembarnya. Nata semakin gencar meruntuhkan tembok pertahanan wanitanya melalui sentuhan nya. Ciumannya kini turun menuju leher mulus Nara. Mengecup kemudian menggigit nya dan Nara akan semakin terbakar.
"Ekhem.. sepertinya kalian membutuhkan kamar!" ujar seseorang.
Refleks keduanya melepaskan diri, Nara mendorong dada Nata agar menjauh kemudian bersembunyi dibalik punggung pria itu. Nata mendengus lalu menatap sengit pria yang telah mengganggu aktivitas mereka.
"Berisik lo!"
"Lo gak akan puas kalo disini." Pria itu terkekeh melirik Nara dibalik punggung Nata.
Nara merasa wajahnya semakin memerah sekarang karena rasa malu. Nata memang kurang ajar berani-beraninya dia membuatnya hilang kendali. Akan ia hajar nanti setelah pulang.
"Well, gue cukup puas!" Ujarnya santai, "Iya kan sayang?" Nata meraih pinggang Nara ke sampingnya, Nara hanya tersenyum kikuk.
Pria itu adalah Sean teman dekat Nata, "Oke terserah lo!" Sean mengangkat kedua tangannya keatas.
"Ngapain lo disini?" Tanya Nata to the point.
Sean menaikkan sebelah alisnya lalu tersenyum. "Lo gak akan lupa ini dimana kan?" tanyanya menggoda. "Mentang-mentang lagi di mabuk asmara."
Nata melirik sekelilingnya, ia masih di area parkir. Shit, ia lupa tujuannya berada disini. Nata menggaruk kepalanya yang tidak gatal setelahnya ia menatap Sean dengan wajah polosnya. Sean memutar bola matanya dengan malas. Temannya yang satu ini memang tidak tau tempat.
"Masuk!" Perintahnya lalu Sean berputar kembali memasuki gedung hotel.
"Aww..." Nata mengusap-usap pinggangnya yang dicubit Nara. "Sakit Nara!"
Nara mendelik, "Semua ini gara-gara lo tau gak!" Cecarnya marah saat Sean mulai menjauh.
"Kok jadi gue?" ucapnya tak terima.
Nara mendengus kasar, "Tunggu gue hajar lo pulang nanti." Kemudian Nara meninggalkan Nata masuk ke gedung hotel.
"Kalo hajar nya di ranjang gue sih oke!"
Nara berbalik menatap tajam pria itu yang balik menatap nya dengan smirk di wajahnya. "Dalam mimpi." Nara berjalan sedikit cepat menjauhi Nata. Lagi-lagi pipinya merona.
Nata terkekeh pelan melihat tingkah laku wanitanya kemudian ia menyusulnya, "Tunggu sayang!"