Minggu ketiga menyapa. Gisell menyambut hari dengan bersenandung kecil. Sesekali ia menyisir rambutnya dengan jemari tangan kanannya.
"Kau yakin akan meneruskan kontrak?" tanya Ibu Gisell melihat Putrinya keluar kamar sambil berlari kecil menuju rak sepatu.
"Aku tak pernah seyakin ini Bu, kalau aku bisa bertemu dengan pemilik asli naskah itu, pasti aku akan langsung berterima kasih padanya. Aku pergi!!" pamit Gisell berlari menuju garasi.
Agensi Film.
Gisella sudah tiba di gedung agensi film. Gedung yang pernah membuatnya ingin membuang mimpinya sebagai penulis naskah film. Tapi takdir ternyata sangat baik padanya. Bukti? sudah jelas di depan mata kalian kan? sekarang Gisell berdiri dengan penuh percaya diri di depan pintu masuk gedung tersebut.
Gisell menaiki lift dan bertemu dengan para karyawan di dalam sana. Wajah yang tak asing lagi itu menarik perhatian mereka.
Ting!!
Syukurlah, tak terlalu lama ia harus berhati-hati satu ruangan sempit dengan mereka semua. Pandangan mata tajam mereka semua seolah ingin melubangi kepalanya.
Ruangan megah berkarpet merah menyambut Gisell. Gugup? jelas...ini kali pertama Gisella menjadi salah satu juri. Penentu pemeran "Aku Ingin Bertemu".
"Kau sangat bersemangat rupanya. Ini rekor pertamamu datang lebih awal" kekeh Produser Firsya sambil meminum kopi di depan mejanya.
"Saya anggap ini pujian" jawab Gisella enteng. Ia terpaksa duduk disamping Produser bertangan dingin ini karena papan namanya, memang terletak di samping papan nama sang Produser.
"Produser Firsya, Penulis Gisell, peserta sudah siap" kata seorang Wanita cantik, yang datang tergesa-gesa menghadap keduanya.
Tidak...aku bukan orang yang seserakah itu. Kenapa pikiranku kacau?! Wajah itu memang wajahku tapi jelas itu bukan aku!! pikir Gisell dengan wajah yang mulai memucat. Bahkan tangannya mulai gemetaran di bawah meja.
"Seharusnya mereka yang merasakan kecemasan seperti itu. Bukan kau. Karena kaulah yang akan menentukan nasip mereka semua disini" suara Produser Firsya jelas terdengar Gisella.
Rupanya si Produser memperhatikan kedua tangannya yang gemetaran hebat.
"Kau butuh waktu sendiri?" kini Produser Firsya menggeser gelas di depan Gisell lalu mendekat ke arah gadis di sampingnya.
Tanpa ragu Gisell meneguk segelas kopi hangat hingga tandas.
"Tidak perlu. Terima kasih. Saya...hanya merasa khawatir tidak ada orang yang sesuai dengan karakter tokoh utamanya"
Begitu mendengar pernyataan langsung dari Gisell, spontan Sutradara tersenyum sinis.
"Bukankah ucapanmu terdengar begitu sombong?" bisik Sutradara ketika mendekat ke arah Gisell.
"Tidak. Saya hanya mengutarakan pemikiran saya saja"
"Sungguh? Kau saja belum melihat langsung performa acting mereka. Bagaimana bisa kau langsung mengatakan tidak ada orang yang sesuai?" Kalimat ini membuat Gisell terbungkam.
Bagi orang lain memang akan terdengar sombong. Tapi bagi Gisell, bukan dia yang mengucapkan kalimat sombong tersebut.
Sebenarnya, sebelum Gisell menemui Produser, ia singgah dulu ke toilet. Saat ia mencuci muka di wastafel, ia terkejut melihat bayangannya di cermin. Wajah di depan cermin memang wajahnya, tapi pakaian dan perhiasan gadis dicermin tersebut sangat kuno. Setelah itu sikap Gisell perlahan menjadi aneh.
"Tanpa melihat, saya sudah tahu mereka semua akan gagal Tuan. Cara mereka bergerak, berbicara, menjelaskan segalanya. Mereka akan kesulitan menjelma menjadi tokoh utama"
"Kita akan tahu kau benar atau salah mulai dari sekarang" jawab Sutradara Firsya menggelengkan kepala menyadari keangkuhan gadis disampingnya.
Audisi dimulai. Hanya audisi pemeran utama yang berjalan alot. Beberapa kali Gisell mencibir para peserta dan mencontohkan bagaimana menjadi tokoh utama. Ini selalu terjadi di hari pertama audisi, sampai akhir audisi.
"Tidak ada calon pemeran utama yang tepat. Tapi Anda sudah mengakhiri audisi?" kata Gisell panik merasa ini semua karena kesalahannya sendiri.
"Siapa bilang tidak ada? Dari awal aku sudah melihat kandidatnya. Jangan khawatir"
"Apa?! Anda memilih seseorang tanpa persetujuan saya terlebih dahulu?!" baru kali ini Gisell menunjukkan emosi sebagai dirinya sendiri.
"Produksi film tidak akan berjalan tanpa tokoh utama. Kurasa cukup sampai disini kau mengatur kandidat pemeran utama. Karena aku sendirilah yang akan memilih" tegas Produser menekankan tiap kalimat.
Dengan tujuan mengirim sinyal bahwa ini kesalahanmu sendiri. Maka ikuti keinginanku, agar posisimu tetap aman.
"Pastikan minggu depan kau datang ke lokasi syuting. Bukankah itu keinginanmu di awal kontrak yang kita buat?" kata Sutradara Firsya setelah Gisell melangkah menuju pintu keluar.
"Pastikan juga kualitas Pemeran Utama sesuai standar yang saya buat" jawab Gisell dingin tanpa menoleh ke belakang. Ia langsung saja keluar dari ruangan yang menyesakkan dadanya.
==================================
Syuting pertama akan dimulai. Sutradara Firsya nampak tenang menikmati kopi hangat sambil menunggu semua tokoh menemuinya.
"Dimana tokoh utama? saya tidak melihatnya sedari tadi" tegur Gisell merasa resah.
Bukankah tokoh utama ini sangat tidak Profesional? Diawal syuting sudah tidak datang tepat waktu. Dia yang hanya seorang Penulis saja sampai dimaki-maki Sutradara Firsya.
Sikap tenang macam apa ini huh, bahkan aku dia maki karena terlambat lima menit saja. Apa pemeran utama anak emasnya? batin Gisell sambil memicingkan mata menatap ke sosok Produser Firsya di sampingnya.
"Sedang apa kau disini? Cepat ke ruang ganti."
"Saya? keruang ganti untuk apa?"
"Kau cukup mengenal tokoh utama. Jadi sekarang kaulah si pemeran utama. Tunggu apalagi? segera bersiaplah. Calista!! rias Dia!!" ucapan sang Sutradara membuat Gisell membeku seketika. Bahkan Gisell tak berdaya ketika digeret menuju ke ruang ganti.
Dua jam!! hanya dirias sekaligus memakai kostum sudah memakan waktu cukup lama. Kalau si make up artist tidak membangunkannya, dia akan tertidur sepanjang hari.
"Nona, Anda sangat mirip dengan karakter yang digambarkan scenario Anda sendiri" ujar Calista tersenyum takjub.
Gisell tak kalah tercengang melihat sosoknya yang terpantul dicermin. Ini benar-benar sangat mirip sosok yang ada di depan cermin wastafel dulu!!
Gisell cepat-cepat melangkah ke lokasi Syuting. Banyak mata tak berani menatap Gisell secara langsung. Mereka terpukau sekaligus merasa tak pantas untuk memandang Gisell terang-terangan. Entah kenapa.
"Kau terlihat tak percaya diri kali ini, kemana sikap aroganmu pergi kali ini?" bisik Sutradara Firsya mengamati perubahan aura Gisell yang semakin berkilau.
"Ini mendadak. Secara teknis saya belum siap sepenuhnya. Untuk itu biarkan saya membaca naskahnya. Saya belum hafal" ketus Gisella sambil membuka lembaran skenario yang sudah ada ditangannya sejak ia datang.
Omong kosong. Bahkan di awal kontrak, dengan rinci dia menyebutkan detail naskah dari a sampai z. Apa sulit sekali baginya mengatakan kalau dia sedang gugup? setelah memikirkan ini letupan tawa terdengar dari sang Sutradara.
"Teman-teman, kita sebaiknya membentuk lingkaran untuk berlatih sekarang" kata Gisell.
Wah, ucapan Gisell seperti sebuah sihir yang langsung dipatuhi semua pemeran "Aku Ingin Bertemu".
Sutradara Firsya lebih memilih diam dan menjauh. Dia mendekati senjata utamanya. Yaitu kamera. Sementara Gisella dan seluruh rekannya mulai membuka naskah.
Syuuuuuush....
Angin menerpa para Aktor dan Aktris. Mata mereka terbelalak mendapati setiap huruf dalam skenario mereka, bersinar biru muda terang! Huruf tersebut terbang... terhempas... angin. Mengelilingi setiap Aktor dan Aktris mewakili tiap karakter tokoh yang muncul di dalam naskah.
Terlalu fokusnya memperhatikan rangkaian huruf yang mengelilingi mereka, tanpa sadar mereka telah memasuki alam dan dunia yang berbeda.