Dayang yang menemani Gisella bergegas menjauhi Tuan Putrinya. Memberi penghormatan dengan bersimpuh, mengatupkan kedua telapak tangan, menyentuhkan kedua Ibu jari ke arah hidung.
"Tinggalkan kami berdua" kata Raja perlahan sekaligus tegas.
Begitu Dayang keluar, keduanya justru diam tanpa kata.
Ayah dari Raden Ayu Reswani ini berbalik menghadap ke arah Putrinya. Dimasa ini Gisella tahu betul bahwa menatap seseorang yang lebih tua atau menatap seseorang yang pangkatnya jauh lebih tinggi tidak diperbolehkan.
Tapi karena tatapan tajam dari sang Raja kearahnya terasa menusuk, Reswani menatap balik kedua mata Raja.
"Bagaimana keadaanmu Nak?"
"Apa Anda hanya akan datang jika Reswani nyawanya berada di ujung tanduk? Atau Anda kemari untuk memastikan apakah hamba, sudah benar-banar mati atau belum?" jawaban berani ini langsung dihadiahi bentakan dari Raja.
"Berani bicara seperti itu!! Pada orang tuamu sendiri?!" sorot mata Raja menandakan beliau sangat terkejut mendengar ucapan menohok itu keluar langsung dari mulut Putrinya.
"Hamba hanya merasa...perhatian Anda sudah...sangat... terlambat Romo,"
"Jangan lupa siapa dirimu sesungguhnya Retno. Apa dengan begini kau sudah puas berpura-pura menjadi Reswani? Kau pikir dengan menggunakan identitasnya kau, benar-banar menjadi Putri Reswani?" Raja tiba-tiba mengucapkan kata-kata mengejutkan bagi Gisella.
"Wajahmu bisa menipu semua orang. Tapi tidak denganku. karena akulah Romo Reswani"
"Begitu besarkah keinginanmu menggantikan posisi Reswani? Hingga kau nekat menjatuhkan diri dari kuda?" geram sang Raja murka.
"Bersyukurlah kau tidak mati hari ini Retno. Kalau kau mati, maka mayatmu akan kubakar sampai tak bersisa. Itu hukuman yang setimpal membuat Putriku hampir saja dilabeli sebagai pembunuh"
"Padahal kaulah...yang selalu berusaha mengakhiri hidupnya. Ironis bukan? Kau Kakaknya, yang seharusnya menyayangi Reswani sepenuh hati tapi sikapmu padanya, seperti Iblis yang ingin menariknya masuk ke dalam neraka" ucapan terakhir Raja membuat Gisell tiba-tiba menitikkan air mata.
Tunggu!! kenapa? Kenapa aku menangis? perasaan ini... perasaan saat seseorang merasakan sakit hati, tak berdaya, merasa segalanya tidak adil. Jika...aku memerankan Retno, bukan Reswani, tidak mungkin hatiku berkecamuk seperti sekarang. Batin Gisell bingung bukan kepalang.
"Bukankah seharusnya Romo menanyakan bagaimana kondisi kepala hamba? Bukankah hamba juga Putri Romo?" tiba-tiba Gisell mengucapkan kata-kata ini. Setidaknya dengan mengucapkan hal ini ia merasakan lega.
"Pikirkan kesalahanmu kali ini. Sampai kau membahayakan nyawanya lagi, tiada ampun bagimu!!" ancam Raja keluar dari kediaman sang Putri dengan wajah merah padam.
"Apa ini? Kenapa jalan ceritanya menjadi sangat berbeda? Apa karena aku memasuki bab yang salah? sehingga alurnya jadi sekacau ini?" gumam Gisell masih merasakan sesak di dalam dada.
Sial!! Ini bukan hidupnya dan dia harus menjalani hidup orang lain tanpa bekal informasi yang akurat. Gisell jadi paham...salah langkah atau salah bicara sedikit saja disini, nyawanya bisa melayang kapan saja.
Terlebih lagi...ternyata dia bukanlah Reswani tapi Retno yang sedang menyamar!!
Kalau dipikir-pikir, apakah Raja menyembunyikan keberadaan Retno? Hingga tidak boleh ada satu orang pun di Istana ini yang tahu kecuali dia dan Raja.
"Aku harus tahu kejadian yang sesungguhnya. Tapi aku harus mencari tahu mulai dari mana? siapa yang bisa menjadi Informan untukku?"
"Putri, hari sangat cerah. Bagaimana jika...Anda berjalan-jalan sebentar? Ke taman Istana?" Dayang Candrani berusaha setenang mungkin melihat kondisi psikis Putrinya.
Putri kesayangannya ini tidak suka dihibur ketika menangis. Jadi, meski ia tahu mata Putri Reswani merah karena menangis, ia hanya berinisiatif mengalihkan perhatian sang Putri.
Ya, Gisella tahu saat ini yang menangis bukan dirinya tapi Retno. Entah kenapa ia tak ingin air matanya sampai terlihat oleh Candrani. Cepat-cepat ia menoleh kebelakang, sambil menghapus air mata.
"Candrani, antarkan aku ke taman"
"Baik, Putri"
Taman Istana
Candrani berjalan mengiringi Tuannya menuju taman. Ia berusaha menjauhkan sang Putri dari danau buatan di halaman belakang Istana. Sehingga ia hanya membawa Gisella ke halaman depan Istana. Terlintas ingatan Candrani yang membuatnya trauma.
Dimana ia menemukan Putri Reswani sengaja menenggelamkan diri di danau buatan. Setelah memerintahkannya memetik bunga tujuh Rupa di taman halaman depan Istana.
"Candrani,"
"Ya," lamunan Candrani terpecah saat mendengar suara lembut Gisella.
"Hari ini kau sangat pucat, apa kau sakit?"
"Tidak Putri, hamba baik-baik saja"
"Aku tidak suka melihat orang yang melayaniku jatuh sakit karena terlalu bekerja keras. Ingat ini baik-baik" Gisella memperingatkan Candrani.
Tidak!! Candrani harus tetap ada disekitar Putri Reswani. Terakhir kali setelah pertengkaran dengan Raja, Putri Reswani ingin mengakhiri hidupnya di danau buatan. Ia tidak ingin pertahanannya teralihkan kembali.
Meski ia harus menghabiskan tenaga sampai ke titik terakhir, biarlah saja. Yang penting nyawa Putri kesayangannya tidak melayang.
"Apa...di Istana yang besar ini ada orang bernama Retno?"
"Hamba tidak pernah mendengar pelayan Istana bernama Retno, Putri"
"Aku ini kehilangan ingatanku. Bisakah kau menceritakan semuanya yang kau ketahui tentangku? Bagaimana hubunganku dengan Romo dan Ibu? Apakah aku punya saudara? atau saudari?"
Deg...
Deg...
Deg...
"Pu-tri...hamba tidak layak untuk membicarakan hal ini" Candrani tertunduk lesu.
"Bukankah kau disini untuk melayaniku? Jadi kau harus menjawab segala pertanyaanku"
"Hamba...akan dihukum jika melakukan hal ini"
"Siapa yang akan menghukummu? Romo?"
"Hamba pantas dihukum karena tidak patuh Putri" tangis Dayang Candrani yang bersimpuh disamping Gisell secara tiba-tiba.
Kenapa reaksinya sampai begini? Apa dia sedang dalam tekanan seseorang? pikir Gisell ikut panik.
"Kau dalam tekanan seseorang? katakan saja. Tidak ada seorang pun disini kecuali kita Candrani" bisik Gisell setelah memerintahkan Candrani berdiri.
"Ini...peraturan yang mengikat semua dayang Putri. Hamba tidak sedang dalam tekanan siapa-siapa"
"Kau bisa menceritakannya padaku di kediamanku. Tempat peristirahatanku adalah tempat yang sangat rahasia. Seharusnya tidak masalah jika kau menceritakannya disana"
"Benar, Putri"
"Bagus. Aku sangat bosan Candrani. Aku ingin jalan-jalan keluar Istana"
"Pu-tri....Anda baru saja siuman. Mohon jangan melakukan kecerobohan yang justru dapat menghambat kesehatan bahkan memperburuk kondisi Anda"
"Tidak ada lagi yang aku butuhkan disini. Aku ingin kembali ke kediamanku" lirih Gisell sedih.
Baru saja ia berada di Kerajaan antah berantah. Sudah sewajarnya jika ia ingin tahu segala hal tentang tempat itu. Tapi si Dayang menggunakan alasan kesehatannya untuk mengurung Gisell di Istana. Ia merasakan Demikian.
Akhirnya mereka berbalik arah, kembali ke kediaman Putri Reswani. Baru saja sampai di halaman kediamannya, Gisell sudah mendapatkan tamu tidak diundang.
"Putri Reswani, bukankah kau baru saja sadar? sangat mengejutkanku melihatmu sudah berjalan-jalan siang ini" kata Wanita anggun berkebaya merah tua, tak jauh dari tempat sang Putri berdiri.
"Mantri tidak melarangku berjalan-jalan. Aku hanya berjalan-jalan di sekitar taman saja. Jangan terlalu dibesar-besarkan"
"Putri!! Itu bukan sikap yang pantas!! Meski beliau bukan Ibu kandungmu, beliau tetap Istri sah dari Raja!! Ratu Galuh!!" teriak seorang Gadis yang nampaknya seumuran dengan Gisella.
"Mohon maaf Ratu, Putri Selaras, atas ketidak sopanan Putri Reswani. Beliau baru saja siuman dan kehilangan ingatan masa lalunya. Mohon bermurah hati" Candrani memotong dengan sangat hati-hati.
"Kehilangan ingatan?" Ratu Galuh mengulang ucapan Dayang Candrani.
"Menarik... bukankah cuacanya terlalu cerah hanya untuk berleha-leha di dalam kediamanmu? Biasanya kita... selalu menghabiskan waktu minum teh bersama di halaman belakang. Suasana disana bisa menyegarkan pikiranmu" kata Ratu Galuh menunjukkan keramahan yang terasa palsu.
"Putri Reswani harus segera istirahat Ratu. Ini himbauan dari Mantri" Dayang Candrani berusaha mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.
"Dayang rendahan!! berhenti memotong pembicaraan majikanmu!" gertak Putri Selaras mendorong Candrani hingga jatuh ke tanah.
"Kau tidak perlu melakukan kekerasan pada Dayangku. Sikapmu tidak mencerminkan seorang Putri Raja, Putri Selaras" potong Gisella berusaha menahan luapan emosi.
"Candrani. Siapa Tuanmu?" tanya Gisell tak melepaskan pandangan mengintimidasi ke arah Putri Selaras.
"Pu-tri Res-wa-ni" jawab Candrani terbata-bata sambil menahan sakit diarea siku kirinya.
"Aku perintahkan berdiri, kenapa kau tetap tertunduk di bawah sana?" tegur Gisell membuat si Dayang bergegas berdiri dan mengambil langkah mundur, dibalik punggung majikannya.
"Aku hanya memberi pelajaran untuk pelayan yang tidak tahu sopan santun di tempat ini," sahut Selaras dengan angkuh.
"Yang mengalami hilang ingatan itu, aku bukan? Tapi rasanya...justru kau yang harus diajarkan tata krama disini Selaras. Jika Romo tidak mengangkat derajatmu dan Ibumu dengan menikahi Ratu Galuh, maka posisimu jauh... lebih... ren-dah... dari Dayang Istana" gertak Gisella setelah sekilas mendapatkan ingatan tentang asal-usul Ratu Galuh dan Putrinya.