Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

World In The Mirror : Kathreftis

🇮🇩schloei
--
chs / week
--
NOT RATINGS
4.8k
Views
Synopsis
Elias, kehilangan seorang teman masa kecil sekaligus orang yang disukainya selama 5 tahun. Suatu hari Elias berkunjung ke rumah teman masa kecilnya itu untuk menengok kondisi orangtua temannya. Akan tetapi, Elias malah mendengar sebuah nyanyian aneh dari sebuah ruangan kosong yang tidak terkunci. Nyanyian itu seolah memanggil-manggil dirinya untuk didatangi sehingga tanpa sadar, Elias sudah berada di dalam ruangan kosong itu. Ruangan kosong dimana hanya ada satu cermin yang berdiri di sana. Ketika Elias menyentuh permukaan cermin tersebut, tahu-tahu saja dia sudah terdampar di sebuah kota asing.
VIEW MORE

Chapter 1 - O1 — Adventurers In Divination

Roda sepeda yang ditaiki oleh Elias melaju dengan kencang menyusuri jalanan yang tidak terlalu ramai dengan kendaraan seperti di kota-kota. Rumah Elias memang berada di pinggir kota, makanya jarang sekali ada kendaraan besar yang lewat di daerah sekitar sini.

Elias menghirup dalam-dalam udara pagi hari yang dingin, juga wangi tanah sehabis hujan tadi malam yang menyeruak masuk ke dalam indera penciumannya. Angin yang berhembus tiap kali Elias mengayuh pedal sepedanya itu membuat surai light brownnya menari-menari.

"Selamat pagi, Nek!!" Sapa Elias ketika matanya menjumpai seorang petani tua yang tengah memanen hasil tanamannya. Nama petani itu adalah Nenek Marshall. Beliau pernah membantu Elias ketika ia mengalami kecelakaan karena ban sepedanya bocor. Karena itulah Elias jadi akrab dengan Nenek itu dan sering kali ikut membantunya mengurusi sawah.

Nenek Marshall yang menyadari keberadaan Elias melambaikan tangannya kepada pemuda itu. "Selamat pagi, Elias"

Elias lantas menghentikan laju sepedanya untuk berbincang sebentar dengan Nenek Marshall. Lagipula Elias sedang tidak terburu-buru, sehingga dia masih memiliki banyak waktu untuk mengobrol bersama sang nenek. Nenek Marshall juga berjalan menghampiri Elias yang tengah turun dari sepedanya.

Pemuda dengan tinggi 175 cm itu secara spontan bergerak untuk membantu Nenek Marshall mengangkat setumpukkan kubis hasil panen. Awalnya Nenek Marshall menolak bantuan Elias, namun akhirnya sang nenek pasrah dan membiarkan Elias membawakan hasil panennya ke dalam pondok.

"Makasih ya, Nak El... padahal gak usah repot-repot kalau mau pergi" ucap Nenek Marshall sembari tertawa pelan. "Memangnya El mau kemana pagi-pagi gini udah sepedahan?"

Elias melepaskan sendalnya untuk masuk ke dalam pondok Nenek Marshal seraya menjawab, "Ah, gak apa-apa kok Nek. Lagian Elias juga lagi gak buru-buru. Nenek kan juga sering bantu Elias kalau lagi butuh bantuan"

Elias berjalan ke arah dapur kemudian meletakkan tumpukkan kubis itu di atas sebuah tikar berwarna merah pudar. "Elias mau ke rumah temen yang pernah saya ceritain waktu itu, Nek. Nenek masih ingat kan?"

"Ohhh... Cewek yang kamu kecengin itu? Siapa namanya...?? Pel??"

Elias tertawa mendengar Nenek Marshall yang salah menyebutkan nama teman masa kecilnya itu. Kemudian dia membenarkan, "Belle Nek, bukan Pel"

"Ah iya iya. Belle ya namanya? Maklum, sudah tua jadi makin pikun" Nenek Marshall berjalan mengantarkan Elias yang hendak keluar dari pondok seraya tersenyum hangat khas seorang nenek-nenek. Beliau memang sudah menganggap Elias seperti cucunya sendiri.

Meski ia tidak menunjukannya, Nenek Marshall sangat khawatir dengan kondisi Elias yang telah kehilangan sahabat berharganya itu selama 5 tahun. Nenek Marshall teringat dengan pertemuan pertamanya dengan Elias.

5 tahun yang lalu, bertepatan ketika kabar bahwa Belle menghilang keluar, Nenek Marshall menolong Elias yang mengalami kecelakaan hingga kepalanya bocor akibat terbentur aspal. Untung saja Elias masih sempat dibawa ke rumah sakit.

Saat itu, Elias terguncang dengan berita menghilangnya Belle. Lalu tanpa pikir panjang, dia segera mengendarai sepedanya dengan kecepatan penuh menuju ke rumah Belle. Elias tidak melihat adanya paku di atas aspal. Lalu tanpa sengaja bannya melindas paku tersebut hingga bannya itu bocor.

Kemudian Elias kehilangan kendali kemudinya sehingga ia terpental jatuh dan kepalanya terbentur ke atas aspal. Namun meskipun kondisinya sedang terluka parah, Elias tetap bersikeras untuk pergi ke rumah Belle. Memang kekuatan bucin itu sangat luar biasa.

Bahkan dia juga memberontak ketika akan dibawa ke rumah sakit. Kondisi mentalnya waktu itu sangat kacau hingga membuat Nenek Marshall merasa bersimpati padanya.

Untung saja mental Elias semakin membaik seiring berjalannya waktu, walaupun pemuda itu masih belum bisa melupakan Belle dan masih berusaha untuk menemukan perempuan yang sangat ia sayangi itu.

"Kalau begitu, Elias pergi dulu ya, Nek!" ucap Elias yang membuat lamunan Nenek Marshall terbuyarkan seraya menaikkan standar sepedanya.

Nenek Marshall menatap dalam iris diamond Elias. Entah mengapa, beliau merasa berat hati untuk mengizinkan Elias pergi. Seolah-olah pemuda yang sudah ia anggap sebagai cucunya itu akan menghilang kalau ia melepaskannya sekarang. Sebelum Elias pergi, Nenek Marshall sempat memeluk Elias dan berkata, "Hati-hati ya"

Elias tersenyum seraya mengiyakan ucapan Nenek Marshall. Setelah itu, dia kembali melanjutkan perjalanannya ke rumah Belle dengan raut wajah antusias karena mendapat perlakuan hangat dari Nenek Marshall.

•••

Elias memarkirkan sepedanya di depan halaman rumah Belle. Pemuda bersurai light brown itu lantas turun dari sepedanya dan berjalan menuju ke arah pintu. Kemudian Elias menekan tombol bel yang tertempel di samping pintu tersebut. tak lama setelah Elias menekan tombol bel, terdengarlah suara 'ding dong' dari dalam rumah.

Namun tidak ada jawaban dari Paman Beth dan Tante Leana yang merupakan orangtuanya Belle. Padahal sebelumnya Elias sudah bilang kepada mereka bahwa dia akan datang berkunjung. Elias memutuskan untuk menekan tombol bel sekali lagi. Namun hasilnya tetap sama seperti sebelumnya.

"Apa mereka ada di gudang belakang ya?" Gumam Elias seraya mengerutkan kening bingung. Lalu setelah Elias menekan tombol bel untuk ketiga kalinya, terdengar suara nyanyian aneh seorang perempuan dari arah gudang belakang.

Elias tidak pernah mendengar lagu yang dinyanyikan oleh perempuan tersebut sebelumnya. Dan lagi, Elias juga tidak mengenali suara perempuan itu. Tidak mungkin kalau yang menyanyi adalah Tante Leana. Kalaupun benar, pasti Elias akan segera mengenalinya mengingat dia sering sekali bersama dengan keluarganya Belle.

Akhirnya, Elias berniat mengecek gudang belakang untuk melihat siapa orang yang menyanyi lagu aneh tersebut. Setelah ia berjalan beberapa langkah, Elias sampai di depan pintu gudang belakang. Kalau diingat-ingat, dia belum pernah datang ke gudang ini sebelumnya.

Dengan perlahan, tangan Elias bergerak untuk menggeser pintu tersebut. Tapi ketika terbuka, ternyata gudang itu hanyalah sebuah ruangan kosong dimana tidak ada benda apapun selain satu cermin yang berdiri di dalamnya.

Cermin itu dikelilingi oleh ukiran kayu dengan corak yang sangat aneh namun indah untuk dilihat. Cermin tersebut juga sangat mengkilap tanpa ada noda apapun di permukaannya sehingga terlihat seperti cermin itu bersinar di tengah-tengah ruangan. Padahal lantai di gudang sudah sangat berdebu dan banyak sarang laba-laba di setiap sudut ruangan.

Perlahan-lahan, Elias masuk ke dalam gudang dan berjalan menghampiri cermin itu. Dia menatapi cermin itu sejenak, memerhatikan setiap inci ukiran-ukiran yang melekat mengitari cemin.

Atensinya terhenti pada sebuah tulisan yang diukir vertikal tepat di samping kanan cermin. Lalu dengan spontan, tangan Elias bergerak mengusap figura cermin tersebut seraya bergumam membaca tulisan yang terpampang disana.

"Kath...roftis.... Bukan, Kathreftis?"

Tepat setelah Elias membaca kosakata itu, tiba-tiba saja sebuah cahaya yang sangat silau keluar dari cermin tersebut bersamaan dengan berhentinya suara nyanyian aneh yang sempat didegarnya saat di pintu masuk tadi. Cahaya tersebut semakin lama, semakin menyilaukan pandangannya. Tak lama kemudian, Elias mulai merasa tubuhnya seperti terhisap ke dalam cermin.

"C-cahaya apa ini...?!! tubuhku... seperti terhisap masuk ke dalam sana!!"

Penglihatan Elias seketika menjadi putih, tatkala telinganya ikut berdenging kencang. Setelah itu, Elias tidak bisa mengingat apa-apa lagi dan akhirnya ia kehilangan kesadarannya.

•••

"Hey! Bangun pyon!" Ucap sebuah suara.

"Umnn... 5 menit lagi kak" Elias merubah posisinya menjadi ke arah samping kiri. Namun tak lama kemudian, Elias mengernyitkan keningnya karena merasa ada yang janggal. Apakah Nona Elisha, kakaknya itu, biasa membangunkan dirinya dengan embel-embel 'pyon'?

Kalau kakaknya itu pasti sudah melakukan smackdown kepada Elias untuk membangunkannya. Tidak mungkin Elisha membangunkan Elias selembut dan seimut ini. Apakah mungkin dia terpengaruh oleh anime tentang gadis kelinci yang sedang dia tonton akhir-akhir ini?

"Pemuda! Pemuda! Bangun pyon!!!"

Elias merasakan sebuah tangan menusuk-nusuk pipinya dengan pelan. Tapi lagi-lagi, dia merasa ada yang janggal dengan tangan itu. Sepertinya tangan itu tidak dibalut oleh kulit, melainkan dengan bulu? Tidak. Kalau dipikir-pikir lagi, suara Elisha juga tidak seperti ini. Lalu kalau begitu, siapa yang membangunkan dirinya sekarang?!

Elias langsung membuka matanya dan terperanjat bangun. Dia merubah posisinya yang awalnya tidur menjadi duduk. Lalu dia menolehkan kepalanya untuk melihat siapa yang membangunkannya sedari tadi.

Matanya membulat sempurna ketika pemandangan yang pertama kali ia lihat adalah seekor makhluk berbentuk gumpalan bola berbulu berwarna merah muda berdiri di sampingnya.

"MAKHLUK APA NIH?!! ALIEN?!!" Teriak Elias. Dia berlari mundur beberapa meter untuk menjauhi makhluk tersebut.

Pemuda bersurai light brown itu memutar kepalanya untuk memerhatikan sekeliling. Akhirnya Elias sadar kalau dia sedang tidak berada di dalam rumahnya, melainkan di sebuah padang rumput yang amat luas.

Elias kembali berteriak panik, "SEBENARNYA AKU ADA DIMANA?!"

Gumpalan bola berbulu itu melompat-lompat mendekati Elias dengan ekspresi marah. Makhluk itu memang hanya memiliki tangan dan tidak memiliki kaki. Elias bergidik takut karena berpikir bahwa makhluk itu adalah alien yang telah menculiknya ke sebuah planet asing untuk mencuri beberapa coklat. Memang, pikiran Elias itu kejauhan.

"Dasar tidak sopan! Aku ini bukan alien pyon!" Makhluk itu menyilangkan kedua tangan, lalu tak lama kemudian, muncul sepasang telinga panjang di kepalanya. "Aku ini adalah seekor kelinci pascal! Namaku Rabical pyon!"

Elias mengeryitkan keningnya. "Rabical? Bukan Pyon?"

"Bukan Pyon! Jangan seenaknya mengubah namaku Pyon!!!" protes Rabical. Kepala kelinci itu mengeluarkan asap ketika marah.

Elias semakin bingung dengan situasi ini. Dia sedang berusaha untuk mengingat-ingat alasan dia berada di padang rumput yang tidak jelas dimana tempatnya. Sementara itu Rabical melompat-lompat, berusaha untuk menaiki tubuh Elias dan hinggap di atas pundaknya.

Karena dia tidak bisa mengingat apapun, lantas Elias menoleh ke arah Rabical. "Pyon, sebenarnya ini ada dimana?"

"Apa maksudmu pyon? Kita kan ada di benua Kathreftis sekarang. Bukankah kamu adalah petualang, pyon? Atau jangan-jangan..." Rabical menyipiykan matanya. Dia menatap Elias dengan pandangan curiga. "Kamu adalah mata-mata ya pyon?!"

Perkataan Rabical membuat ingatan Elias mulai muncul satu persatu di dalam otaknya bagaikan sebuah air yang mengalir. Dia ingat kalau dia sedang mengunjungi rumah Belle untuk menjenguk orangtua temannya itu.

Namun dia malah mendengar sebuah nyanyian aneh dan menemukan sebuah cermin misterius bermerk Kathreftis. Lalu dia terhisap ke dalam cermin tersebut dan berakhir di tempat ini.

"Ah!!! Kathreftis!! Aku baru ingat kalau aku terhisap ke dalam cermin itu!!" Pekik Elias seraya memegang kepalanya yang jenuh dengan keadaan saat ini.

Rabical sempat terperanjat karena pekikkan Elias yang tiba-tiba. "Hey jangan berteriak dadakan gitu pyon?! Huh, bikin kaget saja. Lalu apa maksudmu dengan cermin pyon?"

Mau tak mau Elias menceritakan pengalaman aneh yang dialaminya kepada Rabical karena hanya dialah makhluk yang bisa dia tanyai sekarang. Bagaimanapun, dia harus pulang ke dunianya dan kembali mencari Belle.

Mimik wajah Rabical semakin serius ketika cerita Elias semakin mendalam. Tentang cermin, dunia yang tidak bisa Rabical mengerti, juga peristiwa aneh dimana Elias terhisap masuk ke dalamnya.

"ASTAGA!!!" Jerit Rabical ketika Elias mengakhiri ceritanya. "JADI KAU ADALAH PETUALANG YANG DIRAMALKAN ITU?!!"