Chereads / My Not So Little Boyfriend / Chapter 3 - [ A Deal ]

Chapter 3 - [ A Deal ]

"Udah berapa lama jadi model?"

Khalisa mengerutkan dahinya tak suka.

Ni bocah berisik banget sih!

Batinnya.

"Kal. ." Panggil Tristan sambil menjejari langkah Khalisa saat mereka sedang berjalan menyusuri Victoria Harbour untuk mencari lokasi strategis menonton light show yang diadakan saat malam.

"Mbak. Pake Mbak." Ucap Khalisa ketus.

"Udah berapa lama jadi model, Tan?"

Khalisa langsung menoleh kearah Tristan yang berdiri dengan wajah tanpa dosa di sampingnya.

"Tau ah!" Balas Khalisa ketus.

"Di Jakarta tinggal dimana Tan?" Lagi - lagi Tristan melempar pertanyaannya.

"Kalau kamu mau ikut saya. Tolong diem. Kamu itu berisik tau!" Omel si cantik itu.

"Hobi Tante apa?"

"Tristan, stop asking me."

"Oke, hobi Tante ngomel."

Khalisa memilih untuk mengabaikan Tristan dan langsung maju menyelip diantara kerumunan orang yang juga sedang manunggu lampu di gedung - gedung yang ada di seberang Victoria Harbour dihidupkan. Tapi, tetap saja Tristan dapat dengan mudah menyusul Khalisa dan berdiri di sampingnya.

Khalisa buru - buru mengeluarkan kamera dari dalam tas ransel kecil yang disandangnya sedari tadi, kemudian ia mulai merekam pertunjukan lampu yang diiringi musik itu. Dia selalu suka lampu - lampu kota saat malam hari. Cantik.

"Sini!" Tristan mengulurkan tangannya.

"Sini apa?"

"Biar aku aja yang ngambilin videonya."

"Nggak usah!"

"Aku lebih pro sama kamera. Udah sini! Tante nonton aja pertunjukannya."

Ragu - ragu Khalisa menyerahkan kameranya ke Tristan, kemudian Tristan mulai merekam videonya, sementara Khalisa memilih untuk fokus menikmati pertunjukan indah di hadapannya.

.

.

Man. . I'm in love! Like totally in love!

Tristan tersenyum ketika membaca pesan yang ia kirimkan ke grup chatnya yang berisi teman - teman se circle-nya sejak kecil.

Gian, Damar, dan Alex.

Sama apa? Canon EOS 1D X Mark 2?

Balas Alex sarkas seperti biasa.

Tan, plis bilang ini cewe beneran, kalo nggak fixed lo homo sama si Gian 🥺

Kali ini Damar dan overthinking personality-nya ikut berkomentar.

Sama si Alex kali homonya, Mar. Gue kan punya Mara sih.

Gian akhirnya nimbrung juga.

Sorry Lex, gue udah nggak bisa lagi homoan sama elo HAHAH

Tristan kemudian mengabaikan chat masuk dari teman - temannya. Penasaran, penasaran dah mereka. Oh, setelah menganyar Khalisa kembali ke hotel, Tristan memutuskan untuk balik ke hotel tempatnya menginap karena semua barang - barangnya untuk kerja tertinggal disana. Jadilah Tristan sekarang diatas kasurnya sambil memandangi foto Khalisa di dalam kameranya.

Tan, lo beneran naksir cewek? Orang? Manusia?

Kali ini Alex mengirim pesan pribadi yang bikin Tristan auto ngakak kan :')

Kepo dah! Tidooor tidooor! Besok gue kerja. Lo dong, bilang ke Mara. Sampe kapan mau pacaran sama manusia statis kaya Ian.

Si bangsat emang. Nggak ada akhlak emang ni anak.

Semua orang juga tau siapa yang paling nggak ada akhlak diantara kita, Lex 😂

.

.

"Tan. . Mukanya coba liat ke arah lain. Pose buang muka gitu!" Tristan mencoba mengarahkan Khalisa dari balik kameranya.

"Okay! Great! Liat kesini sekarang!"

"Nice!" Komentar Tristan puas.

Tristan buru - buru menghampiri Khalisa setelah menyerahkan kameranya pada mas - mas yang bertugas menyeleksi foto yang layak pakai.

"Tante~" Sapa Tristan pada Khalisa yang masih berdiri tempat penyebrangan itu. Tema mereka masih street style, maka jalanan kota Hongkong dan beberapa gang - gang yang picturesque adalah lokasi yang mereka pilih untuk pemotretan kali ini.

"Mau apa lagi?" Seperti biasa, respon Khalisa selalu datar.

"Pas di Jakarta, jalan yuk!" Ajak Tristan tanpa basa - basi. Basa - basi memang bukan keahliannya dan itu membuatnya sepaket sama Alex jadi duo savage di circle-nya.

"Nggak bisa." Tolak Khalisa mentah - mentah.

"Mau digendong?"

"Hah?"

"Tadi katanya nggak bisa jalan?"

Khalisa memutar bola matanya jengkel.

"Saya sibuk. Emangnya kamu nggak ada kerjaan lain apa? Kuliah kek? Apa kek?"

"Libur semester Tante. Jadi gimana? Jalan nih?"

"Nggak mau. Nggak bisa."

"Nggak mau apa nggak bisa?"

"Dua - duanya. Kamu tuh ya! Pernah ada yang bilang nggak sih? Kamu itu ngeyel banget?"

"Sering sih. Oke, jadi jalan nih?"

Tristan mulai menjejari langkah Khalisa yang memilih untuk berjalan menjauh karena sepertinya percuma debat sama Tristan.

"Kan saya tadi udah bilang nggak mau!"

Khalisa berhenti melangahkan kakinya. Tubuhnya tiba - tiba menegang, bersamaan dengan kepalanya yang mendongak ke langit sana. Langit malam yang indah dengan taburan kembang api yang baru menyala. Sepertinya ada sebuah acara.

Khalisa langsung terduduk di tengah trotoar sambil menutup telinganya rapat - rapat dengan telapak tangannya yang mulai mendingin.

"Tante!" Tristan yang terkejut pun langsung menghampiri Khalisa, kemudian membantunya berdiri, tapi percuma. Perempuan yang lebih tua itu seakan kehilangan fungsi tubuhnya.

Seakan menyadari hal yang membuat Khalisa ketakutan hebat, Tristan buru - buru mengeluarkan ponsel dan earphone-nya yang kemudian langsung dipasangkan ke kedua telinga Khalisa. Tristan memutar lagu yang sekiranya jika diputar hingga volume terkeras bisa menyaingi bunyi kembang api yang sedang bermekaran di langit sana.

Khalisa menatap Tristan yang berjongkok di hadapannya.

Setelah kembang api itu selesai Tristan melepas earphone-nya dari kedua telinga Khalisa. Tanpa banyak bertanya, dibantunya si cantik itu berdiri.

"MBAK KAAAAL!" Bela menghampiri Khalisa dan Tristan sambil berlari dengan panik. Sepertinya Bela sudah tau apa yang terjadi pada Khalisa.

"Mbak Kal nggak apa - apa kan? Duh salah gue nih! Harusnya gue tadi nggak ke toilet!" Tristan dapat merasakan kepanikan Bela. Berarti kejadian ini tidak hanya terjadi sekali - dua kali.

"Nggak apa - apa Mbak, udah saya jagain." Tristan menjawab pertanyaan Bela untuk Khalisa.

"Duh! Makasih banget, Mas Tristan. . Asli! Gue nggak tau lagi kalau nggak ada Mas Tristan bakal kaya gimana. Soalnya Mbak Kal. ."

Khalisa mencengkram tantan Bela, seakan memberi tanda agar Bela tidak melanjutkan kalimatnya.

"Pokoknya makasih, Mas! Kita balik duluan ya!" Sambung Bela, kemudian membantu Khalisa berjalan sampai ke parkiran untuk segera kembali ke hotel.

"Haaah. . Kenapa perempuan ribet banget sih?" Gumam Tristan sambil mengusak surai gelapnya dan memilih untuk pergi juga.

.

.

Drrrt. . Drrrt. . Drrrt. .

Tristan terbangun karena ponselnya bergetar terus - menerus, tanda ada yang menelponnya.

Sebuah nomor tak dikenal sedang berusaha menghubunginya. Dipandanginya layar ponsel yang berkedip beberapa kali itu. Alih - alih mematikannya, Tristan memilih untuk menjawab panggilan yang masuk itu.

"Hoaaaam. . Halo. ." Sapanya ogah - ogahan.

"Halo."

Tristan langsung terduduk setelah mendengar suara si penelpon yang ia sudah tau pasti siapa.

"Tante? Ngapain nelpon?"

"Saya di lobi hotel kamu. Bisa ketemu sebentar?"

Tristan tersenyum tipis, kemudian menjawab, "Harus banget nih sekarang? Masih pagi Tan. ."

"Saya nggak punya banyak waktu, bentar lagi saya mau ke bandara."

"Eh. . Udah mau balik ke Jakarta? Yaaah. ."

"Kamu ke bawah atau saya yang ke atas?"

"Dih, pagi - pagi galak! Bentar - bentar, cuci muka dulu."

Tristan akhirnya turun ke bawah dengan muka bantalnya.

"Pagi Tante~" Sapa Tristan.

"Hmm. . Saya langsung ke intinya aja ya. ."

"Basa - basi dulu lah, ngopi kek apa kek? Tante udah sarapan?"

"Tristan!"

"Iya. . Iya. . Tante mau ngomong apa?"

Khalisa menatap Tristan ragu, kemudian berkata, "What happens in Hongkong stays in Hongkong."

Dahi Tristan berkerut, "Yang mana dulu nih?"

"Semua. Kalau kamu ketemu saya di Jakarta, nggak usah disamperin."

"Loh kok? Kan aku kenal sama Tante, Tante juga kenal sama aku? Mana bisa aku pura - pura nggak kenal?"

"Just do it, okay?"

"Kasih tau dulu alasannya. Pacar Tante nggak suka?"

"Bukan."

"Terus?"

"Ya udah sih! Tinggal cuekin saya aja, ribet amat."

Tristan menggelengkan kepalanya, "That's not how you make a deal with me, Tante."

"Okay, then? How can I make you to ignore me?"

"Pertama, aku nggak akan nyuekin Tante kalau kita ketemu di Jakarta. Kedua, aku masih mau ngajak Tante jalan pas kita udah nyampe Jakarta."

"Did you hurt your head? Bagian mana yang kamu nggak ngerti saya bilang saya nggak mau."

"Is that how you've been taught to behave in front of someone who's saving your life?"

Khalisa mengurut pelan pelipisnya. Berhadapan dengan Tristan benar - benar bisa bikin dia darah tinggi.

"Okay! Just once! Setelah itu nggak akan ada lagi!"

Tristan tersenyum senang.

"Trust me, you're gonna ask for the twice and thrice date or maybe more."

"It's not a date!"

"It is a date!"

"Terserah kamu! Capek saya ngomong sama kamu!"

Khalisa kemudian berbalik pergi meninggalkan Tristan yang masih berdiri di lobi dengan senyumnya.

"Tante. ." Panggilnya membuat Khalisa berbalik.

"Apa?"

"Safe flight ya. Aku pulang dua hari lagi, mau ke Macau dulu. See you on saturday."

"Dasar sinting!"

It is a date.