"Jadi. . Siapa cewek naas yang ketiban cinta lo?" Damar yang kepo setengah mati membuka pembicaraan saat dia, Alex, Gian dan Tristan sudah berkumpul di restoran miliknya untuk sekedar nongkrong - nongkrong ganteng di daerah Kemang sana.
"Si anjing, naas! Mana ada! Yang ada tu cewek beruntung parah dapetin gue~" Balas Tristan sambil terkekeh.
"Yang harusnya lo tanyain itu, yang lagi digebet Tristan itu orang apa bukan?" Alex menimpali sambil kemudian menyesap wine-nya.
Sementara ketiga temannya sibuk bickering, Gian hanya menikmati sambil sesekali tertawa pada apapun yang mereka lontarkan. Seriously, they are hilarious. Setidaknya menurut Gian ya. Alex si mahasiswa arsitektur, Damar yang juga mahasiswa kedokteran sepertinya dan Tristan si anak desain grafis terkadang lebih cocok menjadi komedian saja.
"Ini gue serius ya~" Mulai Tristan.
"Siapa sih!? Siapa? Biar kita kasih nilai!" Damar asli gatel mau rebut hp-nya Tristan aja, soalnya Tristan bilang dia nyimpen foto gebetannya disana.
"Nih!" Tristan menunjukkan foto Khalisa yang disimpannya diam - diam dari hasil pemotreran sebulan yang lalu.
"Eiii. . . Si kunyuk ngayalnya ketinggian!" Cemooh Damar yang langsung diiyain Alex.
"Lo mau gue bangunin Tan?" Alex kemudian menepuk pipi Tristan sambil tertawa.
"Yeee. . Udah gue bilang ini serius juga, kalau nggak percaya ya udah~ nanti pas gue jadian kalian bakal liat sendiri kok." Tristan mengangkat bahunya acuh.
"Oke, let's say gebetan lo emang Khalisa ya? Tapi lo kenal darimana coba? Orang lo kerjaannya ngurung diri di kamar yang udah kaya sarang Dracula?" Gian akhirnya ikut berkomentar.
Tristan tersenyum miring, kemudian berkata, "Kalian tau tante Sarah kan?" Ketiga temannya itu mengangguk bersamaan, lalu Tristan melanjutkan, "Khalisa itu face nya brand Tante Sarah. Waktu gue di Hongkong kemaren, Tante Sarah minta gue buat jadi fotografernya pemotreran Khalisa. Then I met her there and I fall for her instantly."
"Wah. . Gila. . Gila. . Kalau lo biasa aja ketemu sama Khalisa mah, itu asli otak lo geser sih, Tan! Eh tapi orangnya gimana? Secantik itu ya?" Damar sampai tercengang - cengang mendengar penjelasan Tristan. Soalnya dia yang selebgram aja belum pernah ketemu Khalisa langsung dengan jarak yang cuma semeter dua meter di depan mata, nah si Tristan makhluk yang kerjaannya cuma ngegame di kamar atau travelling buat bikin video film pendek gitu malah dapet kesempatan seemas itu.
"Cantiknya susah gue deskripsiin pake kata - kata asli! Gue aja masih suka nggak percaya kalau umurnya itu tiga puluh dan tahun ini masuk tiga satu!"
"Sumpah! Lo pake susuk apa sih Tan!" Damar masih iri gaes :')
Sebenernya daripada fakta kalau gebetan Tristan itu adalah Khalisa, fakta bahwa dia bisa naksir manusia lain aja itu udah lebih mencengangkan, mengingat banyaknya hati yang patah sia - sia karena penolakannya, dan sekarang akan bertambah lagi daftar urutan korban perasaanya Tristan.
"Bangsat si Tristan, dikejar - kejar perawan ting - ting tapi dia doyannya MILF." Please excuse Alex and his sampah mouth ya :')
"Tapi, emang beneran dia udah nikah? Kok gue nggak nemu beritanya di google ya?"
Mendengar pernyataan Alex, Tristan ingat apa yang Khalisa katakan padanya tentang si cantik itu yang pernah menikah sebelumnya. It seems like everyone knows that but Tristan.
"Yang gue denger sih gitu. Mbak Dara kan satu SMA sama si Khalisa dan lumayan deket soalnya Mbak Dara diundang ke acara nikahannya yang amat sangat private itu." Jelas Damar sambil berusaha mengingat - ingat kejadian yang terjadi sekitar sebelas tahun lalu itu.
"Yang bener lo? Gue pikir itu cuma akal - akalannya doang supaya gue berhenti deketin dia?" Kaget kan Tristannya.
"He eh! Itu kejadiannya sekitar sebelas tahun yang lalu." Damar mengiyakan.
"Sebelas tahun yang lalu? Cepet amat nikahnya? Kalau umurnya tiga puluh berarti pas nikah si Khalisa baru sembilan belas dong?" Tanya Gian.
"MBA fixed!" Alex langsung dipelototin Tristan kan. Suka sampah sih omongannya.
"Setau gue sih gitu, soalnya itu undangan pernikahan pertama yang resmi buat Mbak Dara mah. Jadi gue inget lah gimana ribetnya Mbak gue itu siap - siap buat acaranya, mana sampe beli bottega."
"Tapi kenapa beritanya nggak pernah di blow up ya?" Tristan menatap Damar bingung.
"Si Khalisa sama mantan suaminya pasti anak konglomerat juga lah! Gampang mah kalau mau nutup mulut media kalau ada cuannya." Tumben bener Lex :') mana tiga temennya pake angguk - angguk aja lagi.
"Lo tau nggak mantan suaminya Khalisa siapa?" Tanya Tristan lagi, karena dia tau pasti Khalisa nggak akan mau cerita dengan suka rela. Diancam juga percuma. Si cantik itu bukan perempuan kaleng - kaleng.
"Nah, ini gue nggak tau! Nanti deh gue tanyain Mbak Dara." Damar menepuk bahu Tristan meyakinkan temannya itu jika dia akan menjalankan tugas sebaik - baiknya menjadi mata - mata.
"You really like her, don't you?" Tanya Gian out of nowhere membuat Alex dan Damar mengalihkan pandangan mereka ke Tristan.
"I've never been this sure about something in my whole life, bro." Jawab Tristan yakin.
.
.
"Hey Kal~" Sarah yang baru datang ke lokasi syuting iklan brand-nya itu menyapa Khalisa yang sedang dirias make up artist yang bertanggung jawab menanganinya.
"Hai Mbak. ." Jawab Khalisa seadanya karena tidak boleh banyak bicara ketika si make up artist sedang memoles lipstik ke bibirnya.
"Ada yang kirim salam~" Ucap Sarah sambil menyeleksi baju pilihan stylist yang akan dikenakan Khalisa untuk syuting nanti.
"Siapa?" Tanya Khalisa sambil menerima baju yang Sarah ambilkan untuknya.
"Ponakan gue, Tristan."
He's insane!
Rutuk Khalisa dalam hati.
"Mbak, lo nggak aneh apa ponakan lo godain gue? Marah kek apa kek? He is twenty two and I am thirty?" Dari nada suaranya, Sarah bisa menangkap kalau Khalisa jengkel setengah mati dengan kelakuan keponakan kesayangannya itu, but she's in the mood for teasing someone at the moment, jadi sedikit bercanda nggak akan masalah lah ya?
"Kuno banget sih lo! Gue nih ya, kalau gue jendes terus ada brondong yang naksir gue, gue pepet aja mah!"
"Yeee. . Itu mah lo nya aja yang ganjen, Mbak." Cibir Khalisa. "Tapi ponakan lo emang itu emang sebebal itu ya?" Sambungnya.
"Dulu sih anaknya manis banget. Nurut juga. Makanya tuh betah gue suruh - suruh ngapain aja. Soalnya dia pasti nurut. Tapi nggak tau deh, dia jadi bandel gitu pas SMA. Puber kali ya?"
Bocah.
Ejek Khalisa dalam hati.
"Tapi kalau lo beneran jadian sama Tristan sih gue restu - restu aja~"
"Mbak Sarah apa deh~ ngaconya kelewatan! Udah ah! Gue ganti baju dulu! Bye!" Khalisa lalu kabur ke ruang ganti.
.
.
Wajah Khalisa langsung berubah lesu ketika mendapati si objek pembicaraannya dengan Sarah tadi sudah berdiri di belakang kamera yang terbidik kearahnya.
"Second date?" Tristan menyingkirkan kamera yang menutupi wajahnya, kemudian mengembangkan senyum yang walaupun menjengkelkan tapi sebenernya manis pada Khalisa.
"Kamu ngapain sih? Saya mau kerja!" Alih - alin menjawab ajakan Tristan, Khalisa malah bertanya dengan penuh kekesalan. Syuting yang tadinya diyakini bisa berjalan dengan lancar, lalu ia bisa pulang dan leyeh - leyeh tampaknya cuma angan - angan semata.
"Aku juga kerja kok? Nih! Aku bawa kamera!" Tristan mengacungkan kameranya.
Khalisa menarik napasnya dalam, kemudian melepaskannya.
Inhale. . Exhale. . Inhale. . Exhale. . Oke, let's just get through this! This day couldn't be any worse kan?
Khalisa memilih untuk mengabaikan Tristan yang ternyata bertugas sebagai fotografer behind the scene sementara kameramen utama bertugas untuk mengambil gambar di setiap adegan yang tertera di story board.
"Oke. . . Cut! Nice shoot! Kita break dulu dua puluh menit ya!"
And with that cue, Khalisa langsung melarikan diri ke ruang tunggu artis yang mana percuma karena langkahnya tetap tersusul Tristan yang kini sudah berdiri di hadapannya.
"Apa lagi sih?" Tanya Khalisa yang sudah kelewat lelah.
"Kamu ternyata beneran pernah nikah."
"Yang bilang saya bohong siapa?"
"Ya, aku pikir itu cuma akal - akalan kamu aja supaya aku berhenti, soalnya nggak ada media manapun yang bahas pernikahan kamu."
"Itu urusan pribadi saya, media tidak harus tau semua tentang masa lalu dan masa depan saya kan?"
"You have a point." Tristan mengangguk setuju.
"So. . Are you done now?"
"Belum lah, kamu kan belum suka sama aku,"
"Tristan. . Berapa kali harus saya bilang saya nggak tertarik sama kamu dan nggak akan pernah tertarik. Berhenti lakuin hal yang sia - sia. Kamu nggak capek apa harus saya tolak berkali - kali. Udah lah. ."
Sebelum Khalisa menyelesaikan kalimatnya, Tristan buru - buru memotong, "Yang harusnya nanya itu aku. Kamu nggak capek pura - pura jadi jahat kaya gitu? Nggak cocok Kal."
At this point, Khalisa udah nggak peduli lagi Tristan bakalan manggil dia dengan proper title apa nggak. Yang jelas dia mau Tristan keluar dari ruangan itu sekarang juga. Kalau bisa dari hidupnya sekalian.
"Did he hurt you that bad?"
Khalisa benci. Benci karena Tristan bisa dengan mudah membaca apa yang ia sembunyikan rapat - rapat dibalik wajah dinginnya selama ini.
". . . ."
"I guess he did. But, Kal. . I'm not him."
Khalisa benci. Benci karena ada bagian kecil yang jauh tersembunyi di dalam hatinya yang menanti dengan penasaran apalagi usaha yang akan Tristan tunjukan untuk mendapatkannya.
"I'm not him."