Chereads / Hello, Daddy! / Chapter 5 - nyanyian merdu si mata bulat

Chapter 5 - nyanyian merdu si mata bulat

Jungkook merengut. Sedikit kesal karena Hoseok yang mengirim pesan tidak akan pulang malam ini. Dan Seokjin berkata bahwa itu berarti dia yang akan tidur bersama Jiyoon.

Bukannya dia tidak suka. Hanya saja ini bukan bagiannya untuk menjaga gadis kecil itu. Tapi sebagai yang termuda Jungkook hanya bisa menurut. Jadi malam ini Jiyoon akan tidur bersamanya. Di kamar Hoseok dan Jimin tentunya. Berhubung kedua penghuninya tidak ada dan mengingat kamarnya yang kecil juga dipenuhi berbagai macam barang.

Jungkook dan Jiyoon berbaring bersama di kasur Jimin. Gadis kecil itu memeluk boneka karakter Brown pemberian Namjoon, sementara Jungkook sedang kebingungan dengan apa yang harus dia lakukan.

Jiyoon bukan anak yang hiperaktif dan cenderung pendiam. Gadis kecil itu lebih suka ditanya dari pada berceloteh aneh-aneh.

"Oppa, apa Jiyoon boleh bertanya?"

Jungkook menangkap keraguan dari nada bicara gadis kecil itu. Tapi kemudian dia hanya mengangguk mengiyakan. "Tentu saja boleh. Kau mau bertanya apa?"

Jiyoon mendongak menatap Jungkook sedikit takut. "Apa ayah Jiyoon ada di sini?"

Mata bulat Jungkook melebar mendengar pertanyaan itu. Dia kebingungan harus menjawab apa. Kalau sampai salah menjawab, bisa runyam urusannya. Wajar kalau Jiyoon belum menyadari Yoongi sebagai ayah yang dicarinya karena mereka selalu memanggil pria itu dengan nama panggungnya, Suga.

"Mm ... kau ingin bertemu ayahmu?"

Jiyoon mengangguk. "Jiyoon kemari karena Bibi Park bilang Jiyoon bisa bertemu Ayah di sini."

"Begini ... Jiyoonie harus menjadi anak baik dulu jika ingin bertemu dengan Ayah. Untuk sekarang, bisakah kau menunggu hingga Ayah datang menemuimu?"

"Apa selama ini Jiyoon sangat nakal sampai Ayah tidak ingin bertemu dengan Jiyoon?"

Jungkook menggeleng dengan cepat. Dia menggaruk kepalanya bingung. "Tidak. Jiyoonie tidak nakal. Hanya saja ayah Jiyoonie sedang membuatmu menjadi anak yang lebih baik lagi."

"Kalau begitu Jiyoon akan menjadi anak baik."

"Bagus," ujar Jungkook sambil tersenyum manis. "Nah ... sekarang kita bisa tidur kan?"

Jiyoon menggeleng.

"Kenapa?"

"Jiyoon tidak bisa tidur."

"Hm ... lalu biasanya apa yang Jiyoonie lakukan sebelum tidur?"

"Biasanya Ibu akan menepuk-nepuk Jiyoon sambil bernyanyi. Jiyoon suka suara Ibu."

"Baiklah. Kalau begitu Oppa akan bernyanyi untukmu."

"Benarkah?"

Jungkook mengangguk. "Tapi kau harus berjanji akan tidur, ya?"

Jiyoon mengangguk sambil bersiap dengan posisi tidurnya.

Jungkook mengubah posisi menjadi duduk dan mulai bernyanyi sambil mengusap-usap rambut Jiyoon dengan lembut. Sementara gadis kecil itu mulai memejamkan mata sambil menikmati suara merdu kakak bermata bulat di sampingnya. Meskipun dia tidak paham dengan apa yang dinyanyikan oleh Jungkook karena itu berbahasa asing, tapi Jiyoon menyukai suaranya. Nyanyian Jungkook sangat menenangkan. Dan Jiyoon memutuskan bahwa suara nyanyian Jungkook adalah suara nyanyian kedua setelah ibunya yang dia sukai.

Suara Jungkook masih terdengar di telinga Jiyoon samar-samar. Sebelum terlelap, gadis kecil itu mengucapkan kata rindu pada ibunya dan berdoa pada Tuhan untuk segera mempertemukannya dengan ayah.

.

.

.

Yoongi tengah menatap sebuah kotak kaca berisi wadah tempat abu dimana tertulis nama Kim Sori di sana. Pria itu membenarkan posisi topi dan juga masker yang menutupi wajahnya. Dia menarik napas untuk menguatkan dirinya dan menarik lepas masker dari wajahnya.

"Ini aku," ujarnya. "Dan aku tidak punya hal lain selain mengatakan ini padamu untuk datang kemari." Jeda beberapa detik sebelum Yoongi melanjutkan, "Aku sudah cukup tenang tanpa kehadiranmu selama ini. Tapi kenapa kau harus mengganggu hidupku lagi bahkan setelah kau tidak ada lagi di dunia?

"Aku sudah berusaha sejauh ini. Menjadi apa yang aku inginkan hingga aku bisa sampai di titik ini, banya untuk melihatmu menyesal karena meninggalkanku. Tapi kenapa kau harus pergi sebelum aku melihat penyesalan itu darimu?" ujar pria itu tanpa ekspresi. "Apa kau menyesali perbuatanmu padaku, Kim Sori?"

Empat tahun bukanlah waktu yang mudah bagi Yoongi untuk melupakan cinta pertamanya. Seseorang yang selalu mendukungnya bahkan disaat orang-orang yang dia hormati tidak ada di sampingnya. Ketika kedua orangtuanya menentang keputusannya untuk menjadi seorang idola, gadis itu yang selalu ada di sisinya. Memberikan yang terbaik yang dimilikinya untuk Yoongi. Namun sama halnya dengan perasaan mendalam yang dia miliki, kepergian gadis itu juga meninggalkan bekas luka menganga yang membuat hatinya menyimpan dendam.

Hari itu adalah hari dimana perusahaan memutuskan untuk mendebutkannya menjadi seorang idola. Hari dimana hal yang paling diinginkannya selama dia hidup dapat terwujud, tetapi menjadi hari dimana dia bertemu dengan gadis itu untuk terakhir kalinya.

Yoongi menghela napas guna mengatur emosinya. Memutuskan untuk menghentikan semua omong kosong, Yoongi meletakkan buket bunga kecil yang digenggamnya selama ini. Pria itu membuka kaca tempat penyimpanan abu dan memperhatikan sebuah bingkai berisi potret seorang wanita dengan gadis kecil dipelukannya. Gadis kecil itu adalah Jiyoon. Tidak salah lagi.

"Dia bukan anakku, kan?" gumamnya pelan. Pertanyaan yang hanya ditujukan untuk meyakinkankan dirinya sendiri.

Pria itu hendak mengembalikan foto tersebut ke tempat semua, namun baru saja hendak menarik tangannya dia menyadari sebuah kertas berwarna putih kusam berada di balik bingkai foto tersebut.

Dia memperhatikan sekitar selama beberapa detik. Yoongi tampak ragu meraih lipatan kertas itu dan menyelipkannya pada saku mantel. Pria itu kembali melirik tempat penyimpanan abu sebelum mengenakan kembali maskernya dan pergi dari sana.

Dia hanya tidak ingin ada penyesalan di kemudian hari. Dan dia berharap bahwa ini bisa menjawab semua pertanyaannya.

'Untuk pria yang pernah kulukai hatinya.

Jangan membacanya jika kau bukan Min Yoongi!'

.

.

.

Jimin baru saja tiba di asrama ketika matahari tepat berada di atas kepala. Walaupun sebentar lagi musim panas akan berakhir, terik matahari siang tetap saja terasa membakar kulit. Pria itu buru-buru memasuki asrama tanpa repot-repot meminta manajernya membantu membawa barang-barang. Bisa gawat kalau manajernya masuk dan menemukan Jiyoon di dalam.

"Aku pulang!" seru Jimin sambil menarik kopernya.

Bukannya sambutan penuh haru yang didapatkan, Jimin malah mendapati keadaan asrama yang kosong. Ruang tengah terlihat sepi.

"Oh, kau sudah pulang?" Taehyung bertanya retoris sambil berlalu dengan keripik di tangannya.

Jimin berdecak sebal menanggapi keacuhan Taehyung. Tak lama, Hoseok juga tiba di asrama dan mereka saling menyapa ringan.

"Kau sudah pulang Jimin-ah? Bagaimana kabar keluargamu?"

"Iya, Hyung. Kau juga baru pulang? Keluargaku dalam keadaan baik."

"Iya. Aku bermalam di studio."

Jimin hanya mengangguk menanggapi. Kedua pria itu akhirnya memutuskan menuju kamar untuk beristirahat. Baru saja mereka mencapai pintu, keganjilan sudah terasa dari suara ribut-ribut yang berasal dari dalam. Jimin buru-buru membuka pintu dan mata sipitnya membola melihat keadaan kamar terutama kasurnya. Seprai yang sudah tidak terpasang dengan rapih, bantal yang tergeletak di lantai, barang-barang yang sudah tidak pada tempatnya, dan Jungkook yang terlihat tengah berlarian ke sana ke mari dengan Jiyoon yang mengejarnya.

Wajah memang tidak bisa membohongi usia.

"JEON JUNGKOOK!!! KAU APAKAN KAMARKU, HUH?!"

Seolah waktu berhenti, Jungkook terdiam dan Jiyoon mematung di tempat dengan mata membola melihat kehadiran pemilik kamar.

"Oh, kalian sudah pulang?" ujar Jungkook dengan cengiran polos.

"Hey, kenapa kau selalu saja mengacaukan kamar kami, huh?" seru Hoseok jengkel.

"Kemari kau!!"

"Tidak. Ampun, Hyung. Aku hanya menemani Jiyoon bermain," sahut Jungkook mencari kambing hitam sambil menghindari Jimin dan juga Hoseok yang berusaha menangkapnya.

"Kemari!"

"Tidak!"

"Kemari kau!"

"Tidak, Hyung! Jiyoonie, ayo lari!" seru Jungkook sambil menggendong Jiyoon dengan cepat di pundaknya dan membawanya berlari berkeliling ruangan menghindari kejaran Jimin dan Hoseok, membuat kamar itu malah semakin berantakan. Sementara gadis kecil itu hanya tertawa renyah dibawa berlari-lari seperti karung beras.

"Jeon Jungkook!"

"Tidak!"

"HEY!!"

[]