Semenjak tadi malam Zafran merasa khawatir kepada Zea. Beberapa pesan dan panggilannya tidak mendapatkan respon satu pun. Akhirnya dia memutuskan berangkat pagi untuk menemui Zea.
Ketika sampai di sekolah, belum ada satu pun anak yang datang. Hanya ada motor Zafran yang terparkir di parkiran sekolah. Zafran harap tidak ada kabar buruk mengenai Zea mengingat kejadian pada saat hidung Zea mengeluarkan darah.
"Dor!"
"Setan!" umpat Zafran. Dia membalikkan badan kemudian mendelik kesal melihat Sintia sedang tersenyum.
Jika ada Sintia akan ada pemerasan uang. Si wanita mata duitan ini benar-benar suka memanfaatkan keadaan jika berhubungan dengan Zafran dan Zea. Bahkan dia tidak segan-segan meminta bayaran banyak jika Zafran meminta tolong kepadanya untuk membantu permasalahannya dengan Zea.
Sintia duduk di boncengan motor Zafran membuat Zafran terkejut. Dia mendengkus kesal karena tingkah Sintia. Jika dirinya tidak sigap maka motor kesayangannya yang akan menjadi korban. Walaupun motor Zafran klasik, tapi dia sangat mencintai motornya karena tidak klasik tidak asik.
"Aw!" pekik Zafran ketika tangan Sintia berhasil mendarat di bahunya.
Tidak cukup tertawa, kebiasaan wanita memang suka memukul laki-laki ketika merasa senang. Zafran menyentil kepala Sintia karena sangat merasa kesal. "Minggir! kasihan motor gue!"
"Hah, kasihan sama motor lo? bukannya lebih kasihan sama yang mengunggu tidak ada kepastian? kasihan sekali berangkat pagi demi cinta, hahahaha," sindir Sintia.
Kedua alis Zea menyatu memikirkan perkataan yang Sintia katakan. Mengapa setiap Zafran ada masalah dengan Zea Sintia pasti mengetahuinya? Zafran sangat heran dengan Sintia, menggunakan kekuatan apa dia itu. Sintia sudah mirip dukun saja.
"Diam, lo! mending pergi dari sini sebelum gue pakai otot buat mukul mulut lo itu," pinta Zafran.
Bukannya menjawab, Sintia malah tertawa. Menurutnya Zafran terlalu tidak sadarkan diri. Akhirnya dia menantang Zafran. "Hahahaha, yakin lo mau hajar gue? bukannya lo ngga jago berantem? sini lawan gue. Ingat ya, gue ini jago silat."
Bego, Zafran merasa dirinya sangat bego. Kali ini dia salah lawan. Sintia memang seperti Zea yang jago hajar mengajar. Apalagi Sintia jago silat dan dia juga sering memenangkan perlombaan silat mewakili sekolah. Mampus buat Zafran, seketika nyalinya menciut.
Wajah Sintia semakin terlihat sombong ketika Zafran masih diam. Bisa-bisanya Zafran akan melawannya, mau nyari mati dia. Dulu ketika duduk di bangku SMP saja Sintia yang membantu Zafran karena dikeroyok teman-temannya. Tak tahu diuntung banget dia.
"Kenapa diam, Zaf? takut ya? iyalah takut," sindir Sintia.
"Gue nggak takut ya, gue cuma nggak mau melawan wanita. Ingat Sintia, gue ini lelaki sejati mana mungkin menyakiti perempuan."
"Oh, ya? lelaki sejati? lo kenal orang yang sudah menyakiti Zea nggak? sampai dia hujan-hujanan dan jatuh sakit?"
Sejak dulu Sintia memang selalu memojokkannya. Setiap berdebat dengan Sintia, dia selalu kalah karena Sintia selalu membuatnya menahan malu. Entah memang kebetulan atau memang akal-akalan Sintia saja agar bisa mendapatkan uang.
Zafran menatap Sintia tajam. Begitu juga Sintia, dia tidak mau kalah begitu saja. Seperti kebiasaannya, sebelum mendapatkan uang, Sintia akan membuat Zafran membutuhkan bantuannya. Kapan lagi bisa memeras uang orang kaya. Uang saku Zafran saja lebih dari cukup buat apa kalau tidak dibagi-bagi. Biarlah dengan cara seperti itu Sintia bisa merasakan kekayaan Zafran.
"Kenapa diam terus, Zafran? bukankah Zafran yang gue kenal itu orangnya berisik banget dan tebar pesona? merasa tertampar sama kata-kata gue ya? kasihan banget ya ampun."
"Kenapa lo itu tahu banyak tentang Zea? jangan-jangan lo itu pakai pelet buat meras harta gue ya?"
"Gue pernah dengar ada orang yang pernah bilang kalau duit segitu nggak bakal bikin gue jatuh miskin. Jadi, wajar dong kalau gue mau meras harta lo. Sedekah, Zaf, nggak baik kalau jadi orang pelit."
Mood Zafran hari ini sangat jelek. Dia memilih diam daripada ribut dengan Sintia. Lebih baik Zafran memikirkan Zea yang tiba-tiba menghilang tanpa kabar. Zafran baru ingat ketika dirinya bertemu dengan Ana, dia bertemu di jalan menuju sekolah. Pada saat itu Ana terlihat gugup seperti menyembunyikan sesuatu.
Zafran curiga bahwa Zea terlalu banyak menyembunyikan rahasia. Tak cukup satu kali saja, hidup Zea memang terlalu banyak sandiwara. Dimulai dari luka-luka yang ada pada tubuh Zea membuatnya yakin bahwa Zea memang menyembunyikan sesuatu.
Belum cukup Zafran dibuat bingung ketika melihat Zea boncengan dengan laki-laki lain. Sebenarnya Zafran ingin marah tapi dia sadar diri karena tidak ada hak pada dirinya untuk melarang Zea dekat dengan siapa pun. Lagi pula dirinya hanya sebatas mantan. Namun, jika Zea suka menghilang seperti ini terus, bagaimana perjuangannya selama ini untuk Zea? Zafran hanya tidak ingin merasa kecewa.
"Zaf, kenapa diam? gue salah ngomong ya?" tanya Sintia. Namun, Zafran masih tetap diam kemudian menyingkirkan tangan Sintia yang berada di bahunya.
Waktu terus berjalan dan kini parkiran sekolah sudah cukup terlihat rame. Banyak pasangan mata yang menatap Zafran. Di antara mereka ada yang bingung karena tidak biasanya Zafran terlihat murung. Beberapa adik kelas yang biasa diganggu Zafran pun merasa ada yang kurang pada pagi ini.
Brum... Brum... Brum...
Suara motor ninja ketika Dirga memarkirkan motornya di samping Zafran. Dia memang sengaja memarkirkan motor di dekat Zafran untuk memastikan kondisi Zafran. "Kok melamun, Zaf? lagi ada masalah?"
"Iya nih dari tadi diam mulu. Nih bocah nggak takut kesambet setan mungkin," ujar Sintia.
"Zaf, kalau ada masalah cerita saja, mungkin kita bisa bantu. Lagian kalau punya masalah dipendam sendiri itu tidak baik. Lo mau jadi gila? nggak baik, Zaf," tutur Dirga memandangi Zafran.
Ini kali pertama Dirga melihat Zafran terlihat sangat murung. Zafran yang Dirga kenal adalah seorang pria yang banyak omong, ceria, genit, dan suka ketawa mirip orang gila. Ternyata benar, diamnya orang humoris itu memancarkan aura panas dan seram. Dia terlihat begitu menyeramkan ketika sedang marah ataupun menahan amarah.
"Benar apa kata Dirga, Zaf. Kalau ada masalah cerita saja. Emang lo mau dipanggil tiga G? ganteng-ganteng gila, mubazir tahu nggak?"
"Lo nggak sadar kalau semua cewe lagi menatap lo? biasanya lo yang natap dan godain cewe tiap pagi," sindir Dirga membuat Zafran menatapnya.
Tatapan mata Zafran membuat Dirga menahan takut. Bukan takut karena akan ditonjok Zafran, melainkan dia hanya takut tidak akan mendapatkan makanan gratis ataupun traktiran dari Zafran. Bisa gagal deh cita-citanya jadi orang kaya.
"Sorry, Zaf. Gue nggak bermaksud apa-apa kok. Tuh lihat, memang banyak cewek yang lagi menatap diri lo, hehehe," kata Dirga sambil cengengesan menahan rasa takut.
Zafran mengembuskan napas kasar kemudian menatap tempat yang biasa digunakan Zea untuk memarkirkan motor. "Gue kangen Zea."