"Halo Dania, ada apa?"
"Mba, kamu dimana? Desia ada di IGD rumah sakit tempatku kerja."
"Aku masih dijalan mau pulang. Kenapa Desia?" Dinda panik luar biasa kalau ada kabar berita tentang keluarganya masuk IGD.
Arya yang sedang menyetir mobil melihat jelas kepanikan Dinda dan menepikan mobilnya ke pinggir jalan terdekat.
"Ar, adikku masuk IGD. Bisa tolong antar aku kesana?" Permintaan memelas Dinda sudah tentu dikabulkan Arya. Arya mengangguk dan melajukan mobil menuju tempat Dania bekerja setelah Dinda beritahu nama rumah sakitnya.
-----
"Kamu tuh perempuan Des, bisa-bisanya berkelahi dengan gerombolan laki-laki." Dania ngomel gak karuan sambil mengoleskan obat antiseptik di beberapa bagian tubuh adiknya yang tergores berdarah.
"Laki-laki yang mba bilang itu begal. Masa aku diem aja kalau dirampok." Pertengkaran dua kakak beradik di ruang IGD malam itu membuat heran semua yang melihat.
Sementara 6 ranjang tempat tidur sudah ditempati oleh para pelaku pembegalan yang sukses menderita luka-luka parah akibat tendangan, tinju, dan bantingan perempuan tomboi tersebut. Polisi yang datang ke lokasi kejadian membawa mereka ke IGD sebelum ke kantor polisi karena luka-luka yang dialami. Hanya pertolongan pertama dan satu jam kemudian harus dipindahkan ke mobil polisi untuk diperiksa lebih lanjut di markas.
"Maaf, anda bisa ikut kami ke kantor polisi? Kami butuh saksi anda karena bos mereka melarikan diri." Seorang polisi muda menghampiri Desia yang masih duduk di ranjang pengobatan dengan kakaknya yang masih sibuk mengoleskan obat disana sini.
"Huhhh, malam yang bakal panjang." Desia mendesah antara lelah, lapar, dan sakit jadi satu. Sang polisi tersenyum. Perempuan unik bisa menghajar sekumpulan perampok yang sudah lama jadi DPO (Daftar Pencarian Orang).
"Desia, kamu kenapa masuk IGD?" Tiba-tiba kakak sulungnya datang dengan wajah panik ditemani pacar kakaknya dibelakang.
"Gak apa-apa mba. Aku baik-baik saja kok. Hehehe...." Desia tersenyum malu karena dikelilingi banyak orang bersamaan.
"Desia menghajar perampok. Dia gak apa-apa, tapi perampoknya babak belur... nohh." Dania menunjuk beberapa ranjang tempat tergeletaknya kawanan pasien yang jadi korban keganasan Desia malam ini.
Dinda dan Arya menoleh ke sekeliling dan menggeleng-geleng tak percaya.
"Terus sekarang bagaimana?" Tanya Dinda.
"Aku mau ke kantor polisi sebentar lagi buat ngasih kesaksian. Gak lama kan pak polisi?" Desia berharap proses pemeriksaan hanya sebentar karena kondisinya pun sudah lelah luar biasa.
"Diusahakan secepatnya. Kami permisi dulu." Petugas polisi itu pun mengundurkan diri.
"Alfian?" Arya memanggil petugas yang baru saja hendak keluar.
"Ya, kamu... Arya?" Kedua lelaki itu saling menunjuk satu sama lain dengan pandangan ragu-ragu.
"Betul, hahahaha... long time no see." Arya dan petugas polisi yang bernama Alfian itu pun berjabat tangan kencang. Ternyata dua teman lama dipertemukan kembali secara tidak sengaja di tempat yang tidak diduga-duga.
"Aku minta maaf gak bisa lama-lama. Kita ngobrol lagi nanti ya." Dan mereka pun bertukaran nomer hp.
"Siapa Ar?" Tanya Dinda.
"Alfian, teman kita satu sekolah juga. Dulu dia anak IPS 3." Arya menjelaskan dan menggandeng bahu perempuan terkasih yang tampak lelah malam ini.
"Hehe, aku gak inget." Dinda menarik lurus bibirnya tersenyum polos.
"Ya kamu kan dulu temennya cuma Tasya." Arya memencet hidung Dinda gemas.
"Aw, banyak kok. Tapi memang teman cowok ku sebatas 1 kelas saja." Dinda membela diri. Mereka memilih kursi panjang depan IGD untuk mengistirahatkan punggung bersandar.
"Aku tau itu. Oya, jadi bagaimana selanjutnya adikmu?" Arya bertanya.
"Desia? Kata polisi, dia hanya dimintai keterangan sebagai saksi karena bos perampok melarikan diri. Kalau luka-luka ditubuhnya, sudah diobati oleh adikku satunya. Dia salah satu perawat di rumah sakit ini." Dinda terdengar lebih santai karena Desia bukan pertama kali ini menghajar perampok. Sebelumnya, dia pernah meng-KO-kan kawanan perampok yang hampir membawa kabur uang nasabah yang baru mengambil duit di bank. Jumlahnya bukan main-main, senilai 1 milyar. Kalau bukan karena Desia, mungkin puluhan karyawan home industry akan tertunda gajinya selama beberapa bulan atau malah pabrik rumahannya akan ditutup.
"Mba, aku ke kantor polisi sebentar. Gak usah ditunggu, kalau ibu tanya bilang aja lagi ada lemburan. Aku pulang diantar sama petugas polisi pakai mobil biasa." Desia muncul dari belakang bersama Alfian, teman kakaknya itu.
"Fian, maaf yaa aku gak inget kamu. Pertemanan ku gak luas, hehehe. Nitip adikku pulang yaa. Bolehkah?"
"Tenang saja Din. Ngomong-ngomong kamu sekarang beda banget dengan dulu waktu masih sekolah. Lebih oke sekarang." Alfian mengacungkan dua jempol ke arah Dinda.
"Ehem..." Arya menyela. Alfian tertawa.
**********
1. Tinggalkan jejak komen kalian untuk cerita lebih baik (◍•ᴗ•◍)
2. Penulis usahakan UP setiap hari minimal 1 bab \(^o^)/
3. Power Stone kalian membuat penulis lebih semangat lagi berkarya (◍•ᴗ•◍)❤
4. Berikan aku GIFT jangan lupa yaa (๑˙❥˙๑)
IG: @anee_tavel