Seorang perempuan manis berwajah ayu dengan rambut panjang hitam legam dan berpostur sedang, tinggi tidak mungil juga tidak, berlari-lari kecil menuju sebuah pintu lobby perusahaan paling terkenal di Jakarta, The Anderson Group Ltd. Jam kerja karyawan sebenarnya masih 1 jam lagi. Tapi, bagi Calista, perempuan ayu tersebut, jam kerja buat dia yang hanya sebagai office girl adalah 2 jam sebelumnya. Karena harus membersihkan 2 lantai termasuk 2 toilet di setiap lantai. Setiap office girl dan office boy, mendapatkan tugas 2 lantai perhari yang terdiri dari 3 orang setiap harinya. 1 office boy tugannya mengambil sampah dari setiap meja dan membuangnya. Juga mengambil bekas gelas minuman yang ada di masing-masing meja karyawan, dan menyapu lantai dengan vacuum karena semua lantai ruangan terpasang karpet tebal. Sedangkan 2 office girl lainnya berbagi tugas mencuci piring dan membersihkan toilet. Hari ini tugas Calista adalah membersihkan toilet karyawan yang setiap lantai terdiri dari 2 toilet berbeda. Toilet pria dibersihkan office boy, toilet wanita dibersihkan office girl.
Perkerjaan ini terpaksa dia lakukan karena dia harus membiayai hidupnya sendiri di Jakarta sebagai anak perantauan dan juga untuk membiayai kuliahnya sejak semester 1 hingga sekarang sudah menuju semester 7 yang artinya mendekati skripsi. Calista tidak punya saudara di kota metropolitan ini. Ia modal nekat ke Jakarta karena diterima kuliah di salah satu Universitas Negeri di Jakarta lewat jalur akademik. Namun, Calista tetap semangat menjalani kerja dan kuliahnya setiap hari. tak pernah seidkitpun dia mengeluh capek atau bosan. Karena menurutnya, masih banyak yang hidup jauh lebih sengsara daripada dirinya. Jadi, dia harus tetap bersyukur dan bersyukur.
Hingga tadi pagi, dia terima sms dari ibu tercinta di Jogja yang membuatnya termenung lama dikamar kos sempitnya mencari solusi, "Nduk, bapakmu menjadi korban tabrak lari. Sekarang masuk ICU dan harus segera dioperasi. Tapi, ibu tidak punya uang untuk bayar uang muka yang katanya sampai 20 jutaan. Piye iki nduk?". Calista terdiam tidak bisa membalas langsung pesan singkat dari ibu tersayang, yang juga harus berjuang mencari nafkah sebagai penjual jamu gendong keliling. Selang beberapa menit kemudian, akhirnya dia pun membalas pesan tersebut, "Aku akan usahakan mencari uangnya bu. Ibu tenang saja, semoga ada rezekinya nanti ya bu. Doakan aku cepat mendapatkan uangnya." Calista mendesah berat karena dia tidak tahu harus meminjam ke siapa uang sebanyak itu. Teman-teman kuliahnya rata-rata juga anak perantauan.
"Heii, melamun saja. Mikirin apa? Bisa kinclong tujuh turunan itu keran air kamu gosok terus/" Dian, teman sesama OB menyenggol lengan Calista yang menggosok-gosok wastafel berulang-ulang dengan pandangan kosong.
"Oh, tidak apa-apa." Calista tersenyum.
"Is, kamu itu cantik banget loh. Kalau kamu pakai seragam karyawan seperti mereka, pasti cocok banget dan semua orang terkagum-kagum padamu. Sayangnya...." Dian menatap lirih cermin dihadapan mereka. Terdapat penampakan wajah hingga setengah tubuh dua perempuan yang mengenakan seragam OB berwarna putih biru.
"Sudahlah, rezeki itu sudah ada yang mengatur. Lagipula, jadi karyawan kan bukan cuma modal tampang saja. Harus pakai otak dan ijazah. Kuliahku saja belum kelar, hehehe." Calista mengelap wastafel dengan lap kering.
"Iya ya, tetap semangat!" Dian, berpostur agak imut dan chubby dengan tubuh sedikit gemuk, adalah salah satu teman baik Calista di tempat kerja. Mereka sama-sama perantauan. Bedanya, Dian tidak melanjutkan kuliah. Dia hanya bekerja untuk menghidupi dirinya sendiri. "Eh eh is, ada gosipan terbaru dari maklampir. Lucu ihh, baca deh. Ada-ada saja kelakuan orang kaya. Eh ini orang kaya beneran atau prank yaa?" Dian menunjukkan sebuah postingan dari akun gosip di instagram yang diikutinya. Calista menerima ponsel Dian dan membaca sebuah postingan yang membuat matanya terbelalak lebar,
DICARI!!!
Seorang perempuan muda usia tidak lebih dari 23 tahun, wajah cantik, kulit putih mulus tanpa penyakit, normal tidak cacat, dan yang paling utama adalah masih PERAWAN. Untuk dinikahkan dengan seorang billioner tua dan cacat. Kompensasi yang akan diberikan adalah: uang tunai senilai 1 milyar setiap bulan, 1 unit mobil mewah Lexus LM, dan dua unit apartemen mewah di bilangan SCBD. Semua itu akan diberikan ketika telah melahirkan anak sebanyak 3 orang paling sedikit.
"Ini seriusan postingan begini?" Calista geleng-geleng kepala sambil menghela nafas.
"Orang kaya jaman sekarang aneh-aneh saja. Kamu baca deh komentar-komentanya. Banyak yang mau melamar meskipun disitu jelas-jelas tertulis MAU DINIKAHKAN DENGAN BILLIONER TUA DAN CACAT. Ihhh, dasar pada matre." Calista tersenyum tipis. Uang 1 milyar/bulan? Tiba-tiba dia teringat sesuatu. Ya, biaya operasi bapaknya! Calista langsung merebut ponsel Dian dan mencari tahu alamat billioner tersebut. Tidak disebutkan dalam postingan. Hanya disuruh DM saja. Calista pun nekat mengirimkan pesan ke akun gosip tersebut dan meninggalkan pesan berupa nomor hpnya.
"Kamu kenapa? Tertarik?" Dian menyatukan alisnya menatap keanehan sikap temannya saat merebut dan mengetik via ponselnya.
"Hehehe, tidaklah. Aku tidak senaif itu." Calista pun meninggalkan Dian yang masih termenung menatap kepergian dirinya yang akan berpindah menuju toilet lainnya.
Akhirnya, waktu pulang pun tiba. Calista membereskan perlengkapan dan mengganti seragam OB nya dengan kaos dan celana jeans. Ketika jam pulang kerja berakhir, perempuan berambut panjang ini akan berganti peran menjadi seorang mahasiswi yang kuliah sore dan malam. Calista sengaja mengambil mata kuliah khusus karyawan karena pagi sampai sore dia harus bekerja. Dengan tas selempang sederhana corak motif batik Jogja yang dia beli di salah satu lapak sepanjang Malioboro, Calista berjalan mantap menuju sebuah shuttle bus yang mengantarkannya menuju bus transjakarta. Mahasiswi pekerja paruh waktu tersebut duduk dipojokan shuttle bus. Tiba-tiba ponselnya bergetar dan Calista pun membuka isi pesan yang masuk. DM nya tadi pagi dibalas oleh akun gosip tersebut. Dan, disana diberikan alamat lengkap billionaire tersebut. Tangan Calista gemetaran karena dia tidak menyangka akan secepat ini mendapatkan balasan pesan. Apakah dia harus datang atau tidak? Karena isi pesannya berkata, Calista bisa datang hari ini juga. Akhirnya perempuan itupun memutuskan untuk ijin tidak kuliah dan meluncur menuju alamat yang diberikan.
Butuh waktu bagi Calista mencari alamat tersebut karena dia tidak tahu menahu lokasi perumahan elit. Ditambah lagi jarak yang dibutuhkan dari ujung pos penjagaan sampai rumah-rumah didalamnya sangat jauh berjalan kaki. Calista tidak punya motor untuk transportasi. Dia mengandalkan angkutan umum kemana-mana. Akhirnya sampailah Calista di rumah dengan pagar besi tinggi menjulang. Jangan ditanya seberapa mewahnya rumah tersebut dari luar. Bahkan bagi Calista rumah dihadapannya ini lebih megah dari istana presiden yang pernah dia datangi saat tugas dari kampusnya.
"Maaf permisi pak, apa benar ini rumah tuan Darren Anderson?" Calista menghampiri seorang satpam yang sedang bertugas di pintu pos penjagaan.
"Iya benar, kamu siapa? Ada keperluan apa?" Bapak penjaga berkumis tebal itu melihat Calista seperti mensensor dirinya dari atas ke bawah dengan penuh curiga.
"Saya dapat alamat ini dan disuruh datang hari ini juga." Calista menunjukkan isi pesan yang dikirimkan ke ponselnya.