Pagi ini Gia pergi ke perusahaan milik papinya. Gadis itu berjalan menuju ruangan papanya. Alisnya mengernyit saat tidak menemukan keberadaan papinya.
"Dimana Papi?" Tanya Gia kepada sekretaris papinya.
"Pak Arjun sedang meeting Nona."
Mendengar jawaban dari sekretaris papinya, Gia segera pergi menuju ruang meeting. Sesampainya di ruang meeting gadis itu langsung masuk membuat Arjun dan orang-orang yang berada di ruang meeting itu kaget.
Gia memperkenalkan dirinya di hadapan orang-orang dan maksud kedatangannya. "Saya merupakan anak satu-satunya dari bapak Arjun, jadi saya disini ingin mengambil hak saya yang di ambil oleh Rendra, anak yatim piatu yang di ambil keluarga saya."
"Gia." Arjun berdiri mencoba menghentikan Gia yang semakin menjadi-jadi, menjelekkan Rendra.
Gia berjalan ke sisi Rendra. "Terimakasih karena sudah menjaga posisi saya. Sekarang, saya disini mau mengambil posisi saya."
"Bangun dari posisi saya," ucapnya sinis menundukkan wajahnya ke arah Rendra.
Para anggota meeting itu menatap bingung Gia dan Arjun. Mereka saling berbisik apa sebenarnya yang terjadi. Kenapa direk tidak membicarakannya kepada mereka.
"Maaf Pak Arjun, bapak tidak memberi tahu kami soal ini. Bukankah Gia baru lulus, dia belum memiliki pengalaman dalam memimpin proyek ini," ucap pak Bram, manager keuangan di perusahaan itu.
"Saya bisa, saya pernah bekerja di salah satu perusahaan di Amerika."
"Mohon maaf. Sebagai apa?"
"Saya lulusan fashion design."
"Itu bagus. Gia bisa membantu saya. Mungkin idenya sebagai lulusan fashion design bisa membantu jalannya proyek kita. Dia bisa memberikan ide baru pada proyek kita saat ini," sahut Rendra santai, wajahnya tidak ada kemarahan membuat Gia kesal.
"Orang luar hanya orang luar, tidak berhak membuat keputusan," ucap Gia sinis membuat Arjun lagi-lagi mencoba menghentikan putrinya.
Rendra menatap Gia tersenyum tipis. Gadis ini benar-benar luar biasa mempermalukan dia di hadapan banyak orang. Tapi dia tidak akan pernah menyerah membuat gadis itu merubah cara berfikirnya tentang dia.
***
Rissa menatap Rendra dengan kesal. Laki-laki di depannya itu terlalu sabar dalam menghadapi Gia sehingga putrinya itu berbuat sesuka dia. Menginjak harga diri pria itu.
"Tante yakin kalau Gia punya rencana. Lihat dia membuat kamu terluka dengan perkataannya."
Rendra tersenyum. "Tidak, apa yang Gia lakukan itu benar tante. Dia berhak atas perusahaan ini."
"Iya, dia berhak tapi kamu juga berhak!" sahut Rissa cepat.
Sedangkan di ruang meeting Gia tampak kaget mendengar penjelasan dari Bastian — sekretaris Rendra. Jadi proyek yang saat ini sedang Rendra kerjakan adalah pembuatan rumah sakit di Nusa Tenggara Barat. Gia fikir proyek yang sedang pria itu kerjakan adalah proyek biasa saja, tapi ternyata proyek besar. Mau mundur, gadis itu terlalu gengsi, jadi dengan terpaksa dia setuju untuk ikut dalam proyek itu.
"Jadi apakah Nona Gia tetap akan ikut atau membatalkan niat anda untuk menggantikan pak Rendra?" tanya Bastian.
Gia menatap Bastian dengan kesal. "Saya bisa, hanya masalah seperti ini, mudah bagi saya," ucapnya angkuh.
Bastian menatap Gia dengan tidak suka. Sedangkan para peserta meeting di ruang itu berbisik-bisik tidak yakin dengan Gia. Mereka berani bertaruh kalau Gia akan menyerah di tengah jalan.
Satu jam kemudian meeting selesai. Arjun mencoba membujuk putrinya untuk membatalkan niatnya menggantikan posisi Rendra.
"Nak, kamu belum berpengalaman dalam proyek pembangunan, biarkan Rendra yang melanjutkan ini. Lakukan pekerjaan sesuai dengan bakat kamu. Kamu fashion design kenapa tidak membuat butik atau apapun itu yang berkaitan dengan jurusan yang kamu ambil." Arjun memegang kedua pundak Gia, mencoba membuat putrinya mengerti kalau proyek ini sangat penting.
"Papi tenang. Rendra tetap menghandle ini bersama aku. Aku tidak akan tinggal diam, aku akan memantau kerjaan dia. Setelah itu aku akan menendang dia dari perusahaan ini," jelas Gia dengan senyuman sinis. Membuat papinya menghembuskan nafasnya lelah.
Memantau? Bukan Rendra yang di pantau oleh Gia tapi Arjun yakin Rendra lah yang memantau Gia. Putrinya itu akan sangat merepotkan jika di tempat terik dan banyak debu. Sehingga Rendra akan memberikan perhatiannya kepada gadis itu.
"Sampai kapan sih kaya gini? Rendra selalu baik sama kamu tapi kamu selalu berbuat sesuka kamu," tanya Arjun mengelus rambut putrinya dengan sayang.
"Sampai pria miskin itu keluar dari rumah kita. Dia baik karena ada maunya pi. Papi ini terlalu baik, nanti kalau pria miskin itu ngambil harta papi baru tau rasa." Gia menatap kesal papinya yang terlalu baik kepada Rendra.
Baginya Rendra hanyalah pria miskin yang akan merebut harta keluarganya sehingga dia harus menyingkirkan pria itu dari keluarganya.
"Kalau kamu tahu yang sebenarnya, papi yakin kamu pasti menyesal"
Gia tersenyum miring. "Sebenarnya apa Pi? Kenyataan kalau Rendra anak pungut dari keluarganya? Mana bisa menyesal, yang ada aku akan tertawa paling keras."
Arjun membawa Gia kedalam pelukannya. "Kamu kalau Papi bilangin kenapa selalu jawab sih. Mentang-mentang udah dewasa bisa jawab Papi seenaknya."
"Makanya Papi jangan belain anak pungut itu terus dong. Jadi Gia gak akan jawab terus," sahut Gia dengan manja membalas pelukan papinya.
***
Bastian memberitahu kepada teman-temannya tentang kejadian yang tadi terjadi di ruang meeting. Pria itu bercerita dengan semangat tentang dia yang tidak setuju dengan Gia yang akan menjadi pemimpin proyek.
"Kenapa bisa gitu? Kenapa bukan pak ganteng aja yang jadi pemimpin proyek ini. Padahal ini kali pertama beliau jadi pemimpin setelah beliau vakum," ucap Bela menatap teman-temannya bergantian.
"Iya, ngapain sih nona Gia kaya gitu. Dia tu bikin perusahaan serasa rumah setan, bawaannya kalau ada dia tu auranya beda. Kaya ada jahat-jahatnya."
"Siapa yang ada jahat-jahatnya?" tanya Gia sinis menatap ketiganya.
Ketiga orang itu terdiam. Ketiganya mengutuk Gia karena gadis itu datang di saat tidak tepat. Gia seperti makhluk halus yang tiba-tiba muncul pikir mereka.
"Jahat? Jahat apa ya Nona? emang tadi kita bilang jahat-jahatan yaa.." tanya Bastian tersenyum kaku memberi isyarat kepada Bella dan Adelia untuk membantunya.
"Emm.. Itu tadi kita nonton film, perempuannya jahat banget karena perempuannya menolak pria yang suka sama dia," Sahut Bella terkekeh mengusap tangan Adelia bermaksud untuk melanjutkan kebohongannya.
"I.. Iya Nona, seperti itu. Filmnya seru banget loh, kita—"
Gia mendengus. "Terserah, saya gak suka film yang kalian ceritakan, saya tidak tertarik!" ucapnya kemudian gadis itu pergi meninggalkan ketiganya yang menghembuskan nafasnya dengan lega.
"Anjir banget, bener-bener kaya demit, tiba-tiba muncul tu orang!"
"Lagian siapa yang nonton film kaya gitu."
"Husst.. Udah ayok nanti kita bisa kena omel lagi."
***
To be Continue
Eternal❣