"Memangnya apa dampaknya? Tanya Cecile dengan polos.
Arthur yang merasa geram tak sanggup untuk tidak mengetuk kepala gadis itu. Menyunggingkan bibirnya ia tersenyum lebar, menunjukkan deretan gigi rapinya yang putih.
"Menurut mu?"
Cecile terdiam beberapa saat dan berpikir. Mata coklat keemasannya sudah berubah warna menjadi merah. Dan tak tau kenapa warna rambutnya juga sudah berubah. Jika ia pulang ke rumah, apa yang harus ia katakan pada ayah nya?
"Ah, kenapa aku tidak memikirkan nya!" Cecile menepuk jidatnya kesal. Arthur akhirnya dapat menghela nafas, melihat otak gadis aneh itu akhirnya bekerja sedikit logis. "Sekarang kau menyesal?"
Cecile menggeleng. "Tidak sama sekali."
Arthur tertegun. Tangannya sudah sangat gatal untuk mengetuk kepala gadis itu, hanya saja ia menahannya dan tersenyum tertekan.
"Gadis, kau sama sekali tidak menyesali? ku rasa kau kehilangan sedikit kewarasan mu setelah kejadian itu"
Cecile mengangkat tangannya dan mengetuk kepala Arthur. "Apa katamu?" Tapi Arthur bergerak cepat menahannya. Gadis ini sungguh berani melakukannya?. "Inikah balasan mu terhadap penolong hidupmu?
Cecile tertegun. Penolong hidup? Tidakkah itu terdengar seperti ia nyaris hampir kehilangan hidupnya. Cecile pun kembali ingat dengan pria asing semalam yang mengatakan bahwa Arthur sudah memberikan banyak darah untuknya.
"Sebenarnya apa yang terjadi padaku?" Cecile akhirnya sadar bahwa situasi nya tidak begitu sederhana seperti apa yang ia pikirkan.
"Kenapa tiba-tiba bertanya?" Arthur menaikkan kedua kakinya diatas dipan dan menyilang kan dua tangannya di belakang kepala sebagai penyangga lalu ia berbaring.
Cecile menemukan situasinya sedikit gugup. Pria ini berbaring tepat di sampingnya, meskipun saat ini posisinya sedang duduk. Tapi tetap saja mereka berada diatas dipan yang sama. Mau tak mau wajahnya memerah.
Arthur yang melihat wajah Cecile merah menahan keras untuk tidak tertawa. Gadis ini cepat sekali memerah, padahal saat ini ia hanya berbaring dan tidak menggodanya.
"Kenapa wajahmu memerah lagi? Malu karena aku berbaring bersama mu disini?" Arthur bertanya dengan santai sambil menaikkan salah satu alisnya. "Tidak perlu malu! Kita kan sudah pernah tidur bersama sebelumnya" Lanjut nya kemudian sambil memainkan sepasang alisnya naik turun menggoda.
"Kamu-" Pria ini tidakkah terlalu ambigu mengatakan mereka tidur bersama sebelumnya?
"Apa?"
Seseorang muncul. Itu adalah pria berambut panjang bewarna putih yang semalam berbicara sama Cecile. Ia mengenakan jubah putih santai dengan atasan sedikit terbuka menunjukkan dada bidangnya yang memikat.
"Jadi hubungan kalian sudah dalam tahap itu?" Katanya dengan tampang serius. Kedua tangannya memperagakan dua orang yang berhubungan.
"Yah begitulah"
"Kamu-" Cecile melemparkan tatapan tajam kearah Arthur. 'Pria ini kenapa sangat senang mengusiknya?'
Arthur hanya memasang tampang tidak bersalah dan berkata. "Kenapa? Bukankah kita memang sungguh pernah tidur bersama"
Clive yang melihat interaksi dua orang itu tidak tau harus berkata apa. Hanya saja ia tidak mengerti dengan Arthur. Temannya itu suka menggoda para gadis tapi ini adalah kali pertama ia melihat Arthur bersikap sangat intim dengan gadis yang ia goda.
"Bisakah kau tidak mengatakan nya seperti itu?" Gerutu Cecile. "Mengatakan seperti apa?" Arthur yang melihat Cecile yang gugup dengan kedua belah pipi memerah. Entah kenapa ia selalu suka melihatnya begitu. Gadis itu terlihat sangat manis dan menggemaskan.
"Mengatakan kita pernah tidur bersama, seseorang bisa saja salah paham"
"Bukankah kita memang pernah?"
"Kamu-"
"Ekhem"
Clive berdeham. Menengahi perdebatan antar pasangan dihadapannya itu. Cecile mau tak mau terdiam dan merasa canggung. Sedangkan Arthur biasa saja sama sekali tidak terganggu.
"Kalian bisakah melanjutkan pembicaraan di tempat lain? Aku akan membuka praktik ku sekarang"
Matahari sudah lama naik. Beberapa pasien nya sudah menunggu diluar. Tapi karena pasangan ini ia terpaksa menunda praktik klinik nya.
"Kau seorang dokter?" Tanya Cecile sedikit terkejut. Pria ini begitu muda dan sudah mengerti medis? Di sukunya hampir semua dokter adalah pria diatas berkepala tiga.
"Ya" Jawab Clive. "Sekarang aku ingin berganti pakaian, jika kalian belum pergi juga aku akan mengerahkan dua pegawai ku untuk mengusir kalian dari sini"
"Memangnya kau berani mengusir ku?" Arthur menantang Clive dengan angkuh.
Clive dengan tenang tersenyum. Ia selalu bersikap berwibawa seperti angin musim semi yang berhembus. "Pihak lain mungkin akan sangat membantu mengetahui kau baru saja di usir dari tempat ku" Dan suaranya selancar air sungai yang mengalir. Cecile mau tak mau mengagumi pria itu diam-diam.
"Kau tidak perlu khawatir! Setelah kau berganti pakaian, kami sudah lenyap dari tempat ini"
"Kalau begitu aku dapat tenang"
Clive pun pergi menuju salah satu pintu yang ada di tempat ini.
"Ayo kita pergi!" Arthur menarik Cecile hingga jatuh tepat diatas tubuhnya.
Wajah Cecile tepat jatuh di sekitar tulang selangka pria itu. Bibirnya nyaris mencium kulit pria itu yang terasa dingin. Cecile mau tak mau menegang.
Arthur yang merasakan benda lembut yang menyentuh permukaan selangka nya. Merasakan suhu tubuhnya memanas.
"Arthur kenapa kau selalu menarik ku seenaknya?" Cecile merasa kesal mencoba untuk bangkit.
Arthur menahannya dan mendorong punggung gadis itu hingga menimpa nya jauh lebih dekat.
Cecile yang baru saja mencoba untuk bangkit mau tak mau jatuh kembali. Kali ini wajahnya nyaris hampir bertubrukan dengan wajah pria dibawah nya. Pupil matanya membesar merasakan jarak yang begitu dekat.
"Arthur berhenti bermain" Cecile menjauh kan wajahnya dan mencoba untuk bangkit lagi. "Jangan bergerak!" Tangan Arthur yang melingkari pinggangnya menahannya.
Ketika pria itu berbicara, nafas hangatnya berhembus membelai wajahnya hingga memerah. "Apa yang kau lakukan?" Arthur yang melihat ekspresi gugup gadis itu mau tak mau niat menggoda nya semakin menjadi- jadi. "Menurut mu?"
Clive yang baru saja selesai berganti pakaian keluar dari kamarnya. Ia berjalan keruangan hanya untuk menemukan dua orang yang dalam posisi begitu intim.
"Kalian bukannya pergi malah melakukan nya disini?"
Cecile tersentak dengan kehadiran Clive. Ia tidak tau harus menyembunyikan wajahnya dimana. Dalam hati ia sungguh merutuki Arthur yang tak tau malu.
"Tenang saja Clive! Kami akan melakukan nya di tempat lain"
"Kamu" Cecile yang sudah merasa sangat kesal, berkeras untuk bangkit.
Detik itu Arthur sudah bertepuk tiga kali. Cecile terdiam. "Kita akan berteleportasi, jadi jika kau ingin tinggal menjauh saja dari ku"
Cecile mau tak mau berbaring dengan patuh diatas tubuh Arthur dan merasa canggung. Kenapa pria ini tidak mengatakan nya sejak awal?
Gulungan asap hitam pun muncul menyulut dua orang itu dan mereka lenyap.
Clive yang melihat dipan itu sudah kosong akhirnya menghembuskan nafas lega. Akhirnya dua orang itu pergi dan ia dapat membuka praktik.
___