Sinar matahari mencuat dari tempatnya. Cahayanya menyinari seluruh penjuru kota hingga menembus sebuah korden merah muda di sebuah kamar. Tampak seorang gadis yang masih meringkuk dibalik selimutnya. Hamparan sinar matahari menerpa wajahnya. Gadis itu, Kartika Melia Putri. Melia, biasa ia dipanggil. Wajah bulat yang dimilikinya, bola mata berwarna hitam kecoklatan membuatnya terlihat cantik. Bukan itu saja, Rambut lurus dan kulit kuning langsatnya menyempurnakannya.
Ia merupakan mahasiswa baru di Universitas Unggul Wijaya fakultas farmasi. Hari ini adalah hari pertamanya mengikuti Ospek -mirip MOS- di kampusnya.
Kring!!! Suara nyaring alarm berdering. Suaranya bergema di kamar Melia. Namun, Melia tidak menghiraukannya. Hanya tangannya yang bergerak berusaha meraih alarm itu. Ia lupa bahwa hari ini dia harus mengikuti Ospek. Ia mematikannya dan kembali tertidur.
...
Beberapa jam kemudian, pintu kamar Melia terbuka. Seorang wanita paruh baya masuk ke dalam dan masih mendapati Melia yang masih tertidur. Ia mendekat ke tempat tidur Melia. Wanita itu adalah Bi Mira, seorang pembantu di rumahnya. Bi Mira membangunkan Melia
" Non, Mel, Bangun !, hari ini bukannya ada ospek?" tanya Bi Mira. Ia menggerak-gerakkan tubuh Melia yang ada di atas tempat tidur.
"Memangnya sekarang jam berapa Bi?, Melia masih mengantuk nih." Melia menguap. Ia mengucek matanya yang susah untuk dibuka. Berusaha membuka kelopak matanya untuk memfokuskan pandangannya. Ia melihat Bi Mira disampingnya.
"Jam delapan,Non." jawab Bi Mira menunjuk ke arah jam alarm yang ada di atas nakas. Mata Melia terbelalak saat melihatnya. Ia langsung bangkit menyingkirkan selimutnya berlari menuju kamar mandi. Bi Mira menggelengkan kepalanya saat melihat tingkah Melia. Ia pun bergegas menuju ke dapur untuk menyiapkan sarapan.
Lima belas menit kemudian, ia sudah berseragam rapi dan keluar dari kamar. Ia menuju ke meja makan dengan terburu-buru. Ia mencomot roti selai coklat kesukaannya dan berlari menuju halaman.
"Sarapan dulu, Non!" Bi Mira mengingatkan. Ia melirik jam tangannya. Pukul 08.15. Ia benar-benar sudah terlambat.
" Aku makannya nanti aja Bi, Melia sudah telat. Melia berangkat dulu" pamit Melia. Ia keluar dari rumah dengan tergopoh-gopoh. Bahkan, ia lupa untuk menyalami Bi Mira. Dengan motornya ia langsung menancapkan gas menuju kampusnya.
Ditengah jalan, tiba-tiba motornya mogok.
"Loh, Kok mati? Kenapa?" Melia kebingungan. Ia berhenti dan turun dari motornya. Berusaha mencari penyebab dari mogoknya motor miliknya. Ternyata, ban motornya bocor. Ia menjadi frustasi. Ia melihat jam tangannya lagi. jarum jam terus berputar.
"Aduh, pakai acara ban bocor lagi. Fix, gue telat." gerutu Melia. Ia gelisah. Berulang kali ia melihat jam ditangannya. Mondar-mandir di tepi jalan menunggu kendaraan yang bisa ia jadikan tumpangan.
Tak butuh waktu lama, sebuah motor Vixion merah akan melintas dari arah kanan. Melia tersenyum senang. Ia memberanikan diri mencegat motor itu.
"BERHENTIIIIII!!!!" teriak Melia berusaha mencegat motor di depannya Pengendara motor itu terkejut saat Melia melompat ke tengah jalan. Motornya berhenti mendadak. Untungnya, ia tidak menabrak Melia.
"Gila ya lu, mau cari mati !" teriak pengendara motor itu marah. Pengendara motor itu adalah seorang pria. Ia mengenakan sebuah helm merah di kepalanya. Akan tetapi, Melia tidak menghiraukannya. Ia malah bersimpuh dan menangkupkan tangannya di depan wajah. Pria itu bingung melihat tingkah aneh Melia.
"Plis, gue mohon, tolong gue. tolong anterin gue ke Universitas Unggul Wijaya." kata Melia memohon. Ia memasang muka memelas. " tolong, gue udah telat dan sekarang ada Ospek" sambung Melia.
Pria berhelm itu menghela napas. Ia berpikir sejenak.
"Gue harus gimana?, kalau gue tinggal kasihan nih cewek." batin pria itu. Melia masih memasang wajah memelasnya. Lama kelamaan pria itu menjadi risih. Akhirnya, ia menyodorkan sebuah helm yang lain pada Melia. Melia menerimanya dengan melompat-lompat kegirangan.
" Terima kasih!" ucap Melia. Ia langsung naik ke atas motor itu. Sebelumnya, Melia sudah menghubungi bengkel untuk memperbaiki motornya setengah jam yang lalu. Mereka melaju menuju ke Universitas Unggul Wijaya.
...
Di perjalanan, tak ada perbincangan di antara mereka. Hening. Melia salah tingkah.
"Lo tahu jalan ke Universitas Unggul Wijaya kan?" tanya Melia. Ia membuka percakapan untuk mencairkan suasana hening. Pria itu hanya mengangguk. Melia menjadi agak ketakutan.
"Awas ya kalau lo macem-macem sama gue, gue bakal nekat loncat." ancam Melia. Pria itu tetap tidak berekspresi.
"Ih, bawel banget nih cewek." batin Pria itu. Keheningan terjadi kembali di antara mereka. Melia mulai ketakutan. Entah mengapa muncul pikiran negatif di kepalanya bahwa pria ini adalah pria yang jahat. Yang akan membawanya ke suatu tempat dan akan menjadikannya sandera.
"Nggak, nggak, nggak mungkin." Melia cepat-cepat membuang pikirannya itu jauh-jauh.
"Lo mahasiswa baru ya?" tanya pria itu setelah beberapa detik kemudian.
"Loh, kok tahu?" tanya Melia kembali. "Lo diam-diam merhatiin gue ya." curiga Melia.
"Cih, Pede banget. Kelihatan dari penampilan lo." Balas pria itu. Melia mengamati dirinya. Kemeja putih dan rok hitam serta kartu nama yang menggantung di lehernya sangat menandakan bahwa dirinya adalah mahasiswa baru. Ia menjadi malu. Ia menundukkan kepalanya tuk menyembunyikan pipinya yang kini telah berubah seperti tomat.
...
Belum sampai di Universitas, tiba-tiba pria itu memberhentikan motornya. Melia kebingungan.
"LO TURUN!" Pria itu menyuruh Melia turun dari motornya.
"Loh, gue kan mintanya dianterin sampai Universitas Unggul Wijaya. Kok, malah berhenti disini?" tanya Melia. Ia turun dari motor itu. Ia bingung.
"Hah, ya seterusnya lo jalan aja sendiri. GUE BUKAN TUKANG OJEK!" ujar pria itu. Ia menyalakan motornya lalu meninggalkan Melia.
"Eh, eh, lo kok pergi. Woy, tunggu!" Melia berteriak memanggil pria itu. Ia berusaha mengejar motornya. Akan tetapi, Pria itu sudah pergi menjauh.
"Yah, Gue ditinggalin. Dasar Pria nyebelin." gerutu Melia. Ia berdiri di pinggir jalan. Ia sendirian. Kembali diliriknya jam tangan. Pukul 09.00. Dia benar-benar sudah terlambat. Akhirnya, ia memutuskan berlari menuju kampus yang tak jauh dari tempatnya sekarang berdiri.
Beberapa menit kemudian, Ia sampai di depan pintu gerbang Universitas Unggul Wijaya. Sayangnya, pintu itu sudah tertutup rapat.
"Ah, Sial!" Ucap Melia dengan napas terengah-engah. Ia mencoba mengatur pernapasannya. Sebal, Ia menendang pintu gerbang itu. Bukannya terbuka, Melia meringis kesakitan.
...
Leo sampai di Universitas Unggul Wijaya setelah meninggalkan Melia. Tepat sebelum pintu gerbang itu ditutup. Leo Nando Bagaskara, Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat. Sekarang ia menginjak Semester 8 di kampusnya. Sudah menjadi aturan di Universitas bahwa mahasiswa yang menginjak semester 8 harus berpartisipasi dalam pelaksanaan Ospek. Hari ini adalah hari pertamanya menjadi panitia Ospek. Ia berjalan dengan santai menuju lapangan.
"Selamat pagi, Pak!" sapa Leo kepada satpam universitasnya.
"Selamat pagi juga, Leo!" balas pak satpam ramah. Leo berjalan dengan menggendong tas miliknya dan headset yang terpasang di telinganya. Ia menghampiri teman-temannya yang sudah berada di lapangan lebih dulu.
"Hey,Bro!" seseorang menyapa Leo. Ia adalah Revaldo. Revaldo merupakan teman sekelasnya. Leo hanya membalasnya dengan lambaian tangannya. Ia berjalan tanpa memedulikannya. Revaldo paham akan sifat Leo yang dingin. Ia kembali fokus terhadap Ospek yang sebentar lagi dimulai.
...
Acara Ospek akan dimulai. Para kakak tingkat sudah menempati tempatnya masing-masing. Mahasiswa baru sudah berbaris dengan rapi. Revaldo naik ke atas podium. Ia selaku ketua panitia membuka acara Ospek dengan sambutannya. Mahasiswa dengan khidmat menyimak. Suara Revaldo terdengar hingga ke depan gerbang sekolah.
Revaldo sedang berdiri di atas mimbar. Ia sudah selesai menyampaikan sambutannya.
"Baik semuanya, sebelum ospek dimulai, disini belum ada yang kenal dengan kakak panitia yang ada didepan ini kan?" Tanya Revaldo dari mikrofon yang dipegangnya.
"Belum!" Suara serempak dari para peserta ospek.
"Ok, setelah ini ada sedikit perkenalan dengan kakak panitia yang ada disini ya. Langsung aja, nama gue Revaldo Reyhan Mahardika" Ujar Revaldo memperkenalkan dirinya.
"Di sebelah gue ada kakak cantik. Namanya Rachel Angelina Syam." Revaldo menunjuk ke arah Rachel yang sedang memainkan rambut dengan tangannya. "Tapi, hati-hati kakak ini galak banget kaya macan" bisik Revaldo yang disusul gelak tawa dari peserta ospek. Rachel langsung melirik ke arah Revaldo. Seperti macan yang menemukan mangsanya.
"Hahaha, becanda kali Chel" ujar Revaldo dengan mengangkat tangannya membentuk huruf 'V'. Rachel memajukan bibirnya karena sebal.
"Lanjut, Kakak yang ada di belakang, namanya Leo Nando Bagaskara." Revaldo menunjuk ke arah Leo yang sedang duduk santai di bangku. Para Mahasiswa yang mengikuti ospek berebutan untuk melihat tampang Leo. Terutama para mahasiswa perempuan. Seketika para mahasiswa saling berbicara sendiri dan ada yang berteriak kagum akan ketampanan Leo. Akan tetapi, Leo tidak menghiraukannya. Ia tetap menikmati musik pada headset yang sedang menempel di telinganya.
"Tenang,tenang semuanya. Mari kita mulai acara ospek hari ini." ujar Revaldo dari mikrofonnya berusaha menenangkan suasana yang gaduh itu. Semua peserta terdiam. Mereka kembali berbaris dengan rapi dan kembali menyimak.
Acara ospek dimulai.
...
Sudah satu jam berlalu dan Melia masih berusaha masuk ke dalam kampus untuk mengikuti Ospek.
"Aduh, gimana nih. Acaranya sudah dimulai." gerutu Melia. Ia mondar-mandir berpikir cara agar ia dapat melewati pintu gerbang. Sebuah ide melintas dalam pikirannya. Ia memandang pohon besar yang ada di sebelah kampusnya.
"Aha!, gue tahu caranya." gumam Melia. Ia menekuk lengan bajunya dan menguncir rambutnya yang sedari tadi terurai. Ia memulai aksinya.
Dengan cekatan Ia memanjat pohon tanpa ada rasa takut. Hanya butuh dua menit untuk sampai di puncak pohon. Kemudian, Melia berusaha menggapai tembok besar yang ada di depannya. Lalu, melompatinya dengan mudah. Untungnya, pak satpam tidak ada di pos saat itu.
"Huh, untung gak ketahuan" batin Melia. Ia bergegas pergi ke lapangan dengan mengendap-endap.