"Baiklah, sekian ospek hari ini. Te..." mata Revaldo menangkap sosok perempuan yang sedang mengendap-endap. Ia terlihat mencoba masuk ke dalam barisan.
"Tunggu dulu, itu siapa ya?" kata Revaldo dengan microfon yang dipegangnya. Jarinya menunjuk ke arah Melia. Semua peserta ospek memandang ke arah Melia
"Mampus! Gue ketahuan." batin Melia. Ia terpaku. Kini, ia tidak bisa kabur.
Leo sedang membaca buku. Seketika Ia berhenti membaca saat Revaldo menunjuk ke arah seorang perempuan yang sedang mengendap-endap masuk ke lapangan. Leo mengamati wajah perempuan.
"Bukannya itu perempuan yang tadi pagi mencegahku?" batin Leo. Leo kembali memastikan. Memang benar itu adalah perempuan yang ia temui pagi ini.
"Oh, ternyata dia maba-Mahasiswa Baru- disini?" gumam Leo. Ia menutup bukunya.
Revaldo turun dari mimbar dan menghampiri Melia yang terdiam bagaikan batu. Melia berusaha mencari cara agar ia bisa kabur. Akan tetapi, itu tidak mungkin baginya. Ia sekarang bagai kancil yang tertangkap mencuri timun.
"Hei, Lo Maba. Punya jam gak sih, Lo tahu sekarang jam berapa?" Bentak Revaldo.
"Anu..se..." Melia tidak bisa berkata-kata. Ia bergemetar. Keringat mengalir di dahinya.
"Lo bisa ngomong gak sih? Nama lo siapa?" tanya Revaldo. Tatapan Revaldo sangat menakutkan. Ia perlahan mendekati Melia. Jantung Melia semakin berdegup kencang. Ia menjadi gugup
"Gu..e.. Melia" Melia menelan ludah. Ia menundukkan kepalanya. Tidak berani menatap Revaldo yang ada di depannya.
"Jadi, nama lo Melia. Lo tahu kan kalau ada yang sampai telat datang acara ini sedetik pun bakal ada hukuman. Dan lo sadarkan kalau lo baru saja melakukan kesalahan?". jelas Revaldo. Melia mengangguk. "Sekarang lo lari keliling lapangan 10 kali ditambah bersihkan juga toilet kampus. Semua ini itu sebagai hukuman karena datang terlambat." ujar Revaldo. Tangannya meraih dagu Melia.
"Lo paham kan?" Revaldo mencengkeramnya. Leo merasa agak tidak terima saat melihat tingkah Revaldo terhadap perempuan itu. Ia berusaha menuju ke arah mereka. Akan tetapi, Rachel dengan sengaja mencoba menghalanginya. Ia menarik tangan Leo. Membuat Leo menghentikan langkahnya.
"Honey, mau kemana? Disini saja sama gue. Honey, gak usah pedulikan Revaldo. Biarkan dia melakukan apapun yang ia inginkan. Hitung-hitung ini hiburan buat kita." kata Rachel kepada Leo.
"Lepasin gue!" Leo menatap tajam ke arah Rachel. Ia berusaha melepaskan tangannya dari Rachel
"Pa...ha..m!" Melia menahan sakit. Revaldo melepaskan cengkeramannya. Terlihat wajah Melia kemerahan bekas cengkeraman tadi.
"Kenapa lo masih berdiri disini. Cepat lakukan hukuman lo!" teriak Revaldo kepada Melia. Semua peserta tidak berani menatap mereka. Mereka terdiam.
"Ba..ik, Kak" jawab Melia. Ia pergi berlari mengelilingi lapangan.
Setelahnya, Revaldo menutup acara. Para peserta ospek beserta kakak tingkat meninggalkan lapangan. Hanya tersisa Melia yang sedang melaksanakan hukumannya.
"Kenapa gue harus sial terus sih hari ini." batin Melia. "Udah tadi pagi kesiangan, motor pakai acara mogok, telat pula. Dan sekarang harus dihukum" gerutu Melia. Ia sudah melakukan satu putaran. Masih ada 9 kali putaran ditambah harus membersihkan toilet kampus.
Kruyuukkk! suara aneh muncul. Suara itu ternyata berasal dari perutnya. Melia lapar. Tadi pagi ia melewatkan sarapannya. Ia menahan laparnya dan masih berlari.
Beberapa menit kemudian, Melia sudah menyelesaikan hukuman larinya. Masih tersisa hukuman untuk membersihkan toilet. Ia berjalan melewati koridor sekolah menuju ke arah toilet kampus. Kini, tenaganya benar-benar sudah terkuras. Wajah dan bibirnya berubah menjadi pucat, Keringat mengalir dari dahinya. Kepalanya tiba-tiba menjadi pusing. Pandangannya mulai kabur. Ia berjalan sempoyongan menabrak apa saja yang ada didepannya.
Tiba-tiba, Melia menabrak seseorang didepannya. Melia berusaha melihat siapa yang ditabraknya. Namun, kepalanya semakin pusing dan sekitarnya semakin terlihat kabur.
"Maaf, maaf gue gak senga..." belum sempat Melia menyelesaikannya. Tubuhnya terhuyung. Ia jatuh pingsan. Untung, seseorang yang ada di depannya dengan gesit meraih tubuh Melia, yang tak lain adalah Leo. Ia berlari menggendong Melia menuju ke UKS.
...
Sampai di UKS, Leo dengan cepat menaruh tubuh Melia di atas ranjang. Ia segera memanggil perawat UKS yang sedang tugas jaga saat itu. Ia menjelaskan kronologi kejadian kepada perawat itu dengan perasaan cemas. Ini baru pertama kalinya Leo sangat cemas dengan orang lain. Padahal, dirinya bukan tipe orang yang peduli.
Setelah perawat mengobati Melia. Perawat mengatakan kepada Leo bahwa Melia pingsan karena kekurangan cairan dan kelelahan. Serta ia dilarang untuk melakukan pekerjaan berat karena akan membahayakan kesehatannya. Leo mengganggukan kepalanya paham atas penjelasan perawat tersebut. Leo berterima kasih kepadanya. Perawat itu keluar dari UKS meninggalkan Leo dan Melia.
Leo duduk disebelah Melia. Dilihatnya Melia yang sedang terbaring di UKS. Wajahnya sudah terlihat tidak terlalu pucat. "Lagi-lagi perempuan ini menyusahkan gue." lirih Leo. Sedangkan, didalam hatinya ia sangat mengkhawatirkan Melia. tanpa sadar ia mengamati wajah Melia cukup lama. Wajah dengan kulit yang putih nan bersinar dengan pipi yang semu merah membuat Leo menyadari paras Melia. Tak hanya itu, bibir tipis merah dan hidung yang mancung serta bulu mata tebal yang anggun semakin mempercantik paras Melia. Leo tanpa sadar menikmati kecantikan itu
"Ternyata, anak ini cantik juga" batin Leo. Pikirannya dan hatinya tidak bisa berbohong saat melihat Melia.
"Ah, nggak, nggak. Lo mikir apa sih, Leo. Bodoh!" Leo menggeleng-gelengkan kepalanya. Mengacak-acak rambutnya. Ia mencoba menghilangkan apa yang ada dalam pikirannya. Karena tak tahan, Leo berdiri dari kursinya. Ia berjalan meninggalkan Melia untuk beristirahat di UKS.