-Selamat membaca kisah Deva dan Karin-
Karin terus mengumpat sial dengan nasib buruknya pagi ini. Jam menunjukkan pukul 06.45 pagi yang artinya hanya sisa lima belas menit lagi bel disekolahnya akan berbunyi menandakan bahwa semua murid Gemilang harus segera masuk kekelas masing-masing untuk memulai proses belajar mengajar seperti biasa.
Karin menyesal tidak sempat mengecek mobilnya sebelum berangkat, biasanya ia tidak pernah melupakan hal itu. Ditambah Keyra yang hari ini tidak sekolah, yang membuat Karin ikut malas-malasan untuk berangkat sekola. Namun ia ingat jika ada jadwal ulangan biologi hari ini. Mau tidak mau dirinya harus berangkat kesekolah.
"Gimana dong, mana ga ada orang lagi ish" Karin berdecak melihat di sekilingnya tidak ada satupun orang yang melewatinya
"Reyna!" dengan cepat Karin langsung mengeluarkan handphone dari saku bajunya dan menari-narikan jari tangannya diatas benda berlayar sentuh itu
"Angkat dong reyyyyy" Karin terus mengumpat kesal Reyna yang tidak mengangkat teleponnya, tidak seperti biasanya Reyna seperti ini. Biasanya ia yang selalu receh mengirimi pesan WhatsApp untuk Karin agar menyuruhnya segera berangkat ke sekolah.
Karin tidak ada niat sedikitpun untuk menelfon Via, sudah dipastikan Via akan selalu berangkat bersama Gilang, dan Karin tidak ingin satu mobil dengan cowok seperti Gilang, lebih baik ia dihukum saja nanti.
5 menit berlalu namun tidak ada tanda-tanda akan ada orang yang menolongnya, Karin ingin menangis saja sekarang.
Dari kejauhan Karin mendengar suara motor, namun Karin tidak memperdulikan suara motor yang mulai mendekat kearahnya, ia sudah pasrah jika perampok akan merampas semua benda berharganya, ia sudah lelah menanti pertolongan yang tak kunjung datang dari tadi.
"Karin!" suara cowok itu terdengar sangat panik ditelinga Karin, ia buru-buru mengangkat kepalanya melihat siapa yang datang menghampirinya.
"Lo!"
"Mobil lo kenapa?"
"Lo ga liat? Mogok!" dalam keadaan seperti ini Karin masih saja malas berinteraksi dengan cowok dihadapannya ini, siapa lagi jika bukan Deva.
Cowok aneh yang ia kenal beberapa hari ini, yang merupakan teman sekelasnya sendiri dan anehnya ia selalu ada dalam setiap masalah yang dihadapi Karin, dan Karin rasa ia penyebabnya.
"Yaudah ayo berangkat sama gue, tujuh menit lagi gerbang ditutup!"
"Sama lo? Mending gue dihukum sekalian!"
"Lo murid baru! Image lo masih bening, lo mau ngancurin itu semua?" Deva benar adanya, Lisa---mamanya Karin selalu saja mendorong putri sulungnya ini untuk menjaga image nya sebagai murid baru, namun menurut Karin semua ini terlalu lebay untuk dirinya.
"Udah lo pergi sana!" usir Karin
"Ayo! Lo mau dihukum? Atau orangtua lo dipanggil?"
"Lo tau gue orang yang gak pernah main-main sama ucapan gue" Karin masih bersikeras untuk menolak ajakan Deva
"Udah sana lo, ngapain disini! Bikin gue sakit mata aja!" lanjut Karin
"Yakin?" tidak mengindahkan sedikit ucapan Deva, Karin malah dengan santainya memainkan benda kecil berlayar sentuh ditangannya itu.
"Karin! Please anggep aja gue ojek lo!"
"Gak!"
"Lo tuh keras kepala ya!" Deva turun dari motor miliknya, dengan paksa ia merampas handphone milik Karin dan meletakkan nya didalam saku bajunya, dan segera menarik tangan Karin menuju motornya.
Karin yang merasa dirinya dipaksa langsung meronta, namun kekuatan dirinya belum ada apa-apanya dengan kekuatan tarikan Deva.
"Aw Deva! Sakit, lepasin ga lo!!"
"Semua ini demi lo!"
"Ya lepasin sakit tau!"
"Naik!" Karin merasakan hawa panas sedang terjadi diantara dirinya dan Deva, ucapan Deva yang memintanya untuk segera naik di atas motor miliknya seperti sebuah perintah yang tak ingin dibantah siapapun. Untuk mempercepat urusan, Karin naik saja tanpa memperdulikan tatapan dingin Deva.
"Nih, helm pake! demi keselamatan lo." Karin mengambil kasar helm yang ada di tangan Deva, tanpa aba-aba ia memakainya dan mengisyaratkan agar Deva segera mengantarkannya kesekolah sekarang juga.
Disepanjang perjalanan tidak ada sedikitpun obrolan mengenai hal apapun, Deva yang masih fokus dengan acara menyetirnya menembus jalanan raya tidak berniat mengajak Karin untuk mengobrol, itu bisa membahayakan.
Merasa kesal dengan situasi ini Karin
mengurungkan niatnya untuk gengsi, ia memutuskan untuk memecah suasana hening diantara dirinya dan Deva.
"Lo ngapain sih maksa gue segala!"
"Lo keras kepala!"
"Tapi ini kan hidup gue, kenapa lo ribet amat ngurusin yang bukan urusan lo!"
"Siapa bilang ini bukan urusan gue?!" ucapan Deva bukan seperti pertanyaan melainkan pernyataan yang tak ingin dibantah, dengan malas Karin hanya mendiamkannya saja hingga setelah itu tidak ada sedikitpun pembicaraan diantara mereka lagi.
Sesampainya disekolah, Karin terkejut sekali melihat banyak sekali siswa Gemilang yang belum masuk kekelas, dan hal itu membuat Karin bingung harus berekspresi apa jika ketahuan berangkat bersama cowok yang paling ia benci sekarang.
"Helm lo lepas dulu" mendengar ucapan Deva Karin langsung terpelonjak sadar dan melepaskan helm yang melindungi kepalanya sejak tadi.
"Ayo!" tanpa aba-aba Deva menarik lengan Karin dan menggenggamnya
"Apaan sih. Sana lo duluan aja, gue ga mau nanti dikira berangkat bareng lo lagi!"
"La emang iya kan"
"Tapi gue gak mau orang lain tau!"
Deva hanya terkekeh geli melihat ekspresi lucu Karin, sampai-sampai ia ingin mencubit pipi chubby milik Karin.
"Jangan ketawa!"
"Siapa yang ketawa"
"Lo tuh" Deva hanya menggelengkan kepalanya--ia pusing jika terus menerus meladeni cewek dihadapannya sekarang, tanpa meminta persetujuan Karin, Deva langsung menggenggam erat tangan Karin dan mengiringnya untuk menuju kelas mereka.
Karin terkejut melihat aksi terang-terangan yang dilakukan Deva pada dirinya, ia terus meronta berusaha melepaskan genggaman tangan Deva, namun nasi sudah menjadi bubur kini semua pasang mata yang berada di lapangan dapat melihat dengan jelas dua sejoli yang sedang berjalan bergandengan ini.
Tidak jarang cewek-cewek disekitar mereka mengumpat secara terang-terangan didepan Karin.
"Dasar mereka pikir gue seneng apa" batin karin
"Lo apaan sih dev, lepasin gak!" Deva tidak menghiraukan ucapan Karin, ia malah mempererat genggamannya ditangan Karin.
"Woy dev! Udah gandeng-gandeng aja lo!" Karin menatap tidak suka dengan cowok yang sedang meledek dirinya dan Deva, ia lebih tampan dari Deva dan disebelahnya ada dua cowok yang sedang sibuk men-dribble basket yang salah satunya merupakan pacar sahabatnya sendiri--Gilang cowok berlesung pipit.
"Babang deva, gue ga nyangka lo setega itu sama gue, mau lo tarok mana perasaan gue. Kezel" Karin mendadak ingin muntah melihat drama yang dibuat oleh cowok-cowok menggelikan dihadapannya ini, tanpa melepaskan genggaman nya Deva hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat ketiga temannya sedang menjailinya.
"Gue kekelas dulu!"
"Woy main pegi aja lo, nanti jadi ga?" jika Gilang yang daritadi berpura-pura tidak melihatnya kini ia malah membuka suara
"Tempat biasa!" setelah cukup kesal dengan ketiga temannya akhirnya Deva membawa Karin pergi dari hadapan mereka.
"tempat biasa? Lo suka gosip ternyata" pertanyaan konyol itu keluar saja dari mulut Karin yang terus berusaha melepaskan genggaman tangan Deva.
Karin bisa melihat jelas betapa bahagianya Reyna dan Via yang sedang menertawakannya dari ujung pintu kelas, dapat dipastikan setelah ini akan beredar gosip-gosip murahan tentang dirinya dan Deva.
"Deva lepasin gak! Lo pikir gue apa coba!"
"Lo calon pacar gue, jadi sah-sah aja dong gue mau nggandeng tangan lo!"
"Emng dari awal lo tuh cowok ga bener!! Dasar PLAYBOY!" Karin berlari masuk kekelas menerobos Reyna dan Via yang sedang menertawainya, sedangkan Deva mengangkat bahunya tanda tak mengerti dengan sikap aneh Karin.
"Gue benci hari ini, gue benci sama lo Deva!"
***
"Ya gue minta maaf rin! Gue gaktau kalo lo nelpon sebanyak ini" Reyna terus meminta maaf dengan Karin yang daritadi mogok bicara dengan dirinya, Reyna tau ini kesalahannya dan ditambah ia yang sudah menertawakan Karin dan Deva tadi.
"Lo kenapa ga nelfon gue rin! Kan gue sama Gilang bisa jemput lo!"
"Gue ga enak ganggu kalian" akhirnya Reyna dan Via menghembuskan nafas lega karena Karin yang akhirnya mau membuka suara, sejak pelajaran pertama tadi Karin benar-benar tidak menganggap Reyna dan Via, ia marah besar.
"Lain kali lo telfon gue! Seenggaknya gue yang bantuin ngomong sama Reyna"
"Udahla ga usah dibahas, males." Reyna dan Via tau betapa buruknya mood Karin hari ini, tapi mereka terus saja merecoki mood sahabatnya ini.
"Dan anehnya kenapa kok lo bisa berangkat bareng Deva, gandengan lagi" Reyna melempar Via dengan sukro yang sedang dimakannya, betapa bodohnya Via yang malah membuat mood Karin tambah berantakan.
"Apa jangan-jangan lo minta tolong Deva?" awalnya Karin tidak berniat ingin menjawab ocehan Via namun mendengar harga dirinya dibawa-bawa Karin tidak hanya diam.
"Gue? Minta tolong sama dia? Ogah banget!"
"Lah terus?"
"Ya gue mana tau! Dia tiba-tiba aja dateng, maksa gue untuk naik kemotornya, dan waktu sampe disekolah dia narik tangan gue!"
"Kenapa lo gak berusaha lari?"
"Gue udah coba! Tapi genggaman dia itu bener-bener kuat! Lo berdua ga liat tangan gue sampe gini!" Reyna dan Via menatap sedih melihat memar dibawah ibu jari milik sahabat mereka itu, namun mereka juga senang akhirnya Karin mau berinteraksi dengan Deva walaupun ketus.
"Kayaknya Deva beneran suka deh sama lo!" seru Reyna
"Apaan sih malah bahas itu, ganti topik lah!" Karin kesal dengan Reyna yang tiba-tiba melontarkan kalimat keramat itu.
"Gue yakin rin! Dari awal lo ada di SMA ini dia tuh beda! Ya ga vi?"
"B aja tuh, lagian lo tau sendiri di Deva playboy cap kelinci gitu, mungkin Karin bakal jadi korban selanjutnya!" ucap Via tanpa melihat ekspresi kedua sahabatnya itu.
"Hah? Apa lo bilang? Gue? korban cowok aneh itu? Gak akan!"
"Tapi gue yakin vi, si Deva beneran suka sama nih anak!" Karin tidak menghiraukan ocehan tidak penting menyangkut dirinya dan Deva, mereka terus saja membicarakan hal-hal yang tidak penting dan menyangkutkannya dengan Karin dan Deva, hingga mengharuskan Karin mendengarkan walaupun dengan malas.
"Dasar playboy, gue gak akan pernah jadi korban lo yang selanjutnya" batin Karin
***
Di lain tempat, Deva dan ketiga temannya sedang bermain basket yang tentunya banyak menarik perhatian kaum hawa yang langsung mengantri memberikan sebotol minuman untuk Deva dan Karel.
Karel Mananta adalah most wanted kedua setelah Deva di SMA Gemilang ini, Karel memang salah satu anggota geng di Gemilang namun yang membuat kaum hawa mengangumi nya lagi adalah dirinya yang multitalent dan pintar dalam segala pelajaran, dan ia juga merupakan teman kecil Deva yang tau apa yang membuat deva senang sekaligus sedih.
Kemudian ada Arza Rivaldi, salah satu teman Deva yang paling mencolok dan paling berbeda diantara ketiga temannya, walaupun dirinya memiliki tampang yang pas-pasan tapi ia merupakan anak yang lahir dari keluarga yang sangat kaya raya, walaupun hal itu sangat sulit untuk dipercaya. Karena Arza takmau memperlihatkan dirinya adalah salah satu orang yang sangat punya di SMA ini.
Dan terakhir adalah Gilang Marion yang tidak lain adalah pacar sahabat Karin---Via. Cowok yang satu ini tidak terlalu tampan namun ia memiliki dua lesung pipit yang mampu membuat kaum hawa menjerit histeris ketika melihatnya tersenyum, dan itu juga alasan Via bertahan sampai saat ini.
"Lo beneran suka Dev sama tuh anak?" tidak seperti biasanya, Karel yang tidak peduli dengan urusan cinta sahabatnya ini, kini malah membahas masalah itu.
"Menurut lo?"
"Gue nanya! Lo malah balik nanya!" Karel kesal dan langsung menempeleng kepala teman kecilnya ini, bagaimanapun Karel lah yang paling mengerti semua keadaan Deva, namun ia sendiri tidak yakin perihal perasaan Deva untuk Karin.
"Iya dev, ntar lo mainin lagi" kini Arza membuka suara, seolah mengerti apa yang dibicarakan ketiga temannya, padahal ia sendiri tidak pernah berpengalaman dalam urusan hati.
"Temennya cewe gue, ya lumayan menarik lah" mendengar ucapan itu Deva melirik tajam kearah Gilang, Deva tau tidak jauh dari dirinya---Gilang juga playboy. Tapi yang membedakannya adalah Deva tidak pernah selingkuh, ia hanya suka bergonta-ganti pacar, tidak seperti Gilang yang doyan selingkuh.
"Sekali lo deketin Karin! Sekali juga kesempatan bertahan hidup lo ilang!"
***