Chereads / downpour. / Chapter 12 - 12

Chapter 12 - 12

Akhirnya setelah penantian panjang dalam kesunyian yang mendalam, cahaya lampu luar rumah ku terlihat juga. Aku benar-benar tak ada niat berbicara dengannya setelah dia membentak ku seperti itu.

"Sa, kita harus ngomong." akhirnya dia memecahkan kesunyian yang menggila ini. Tapi tak akan aku biarkan semudah itu.

"Gak ada yang perlu kita omongin." Langsung saja aku keluar dari mobil.

Dia juga keluar dari mobil dan menahanku, sorot mata nya tak bisa aku tebak. Tangan nya menahan pundak ku, genggaman nya menyakitkan. Aku ketakutan, pertama kalinya dalam hidup ku merasakan takut saat bersama nya. Aku tak mengenal nya lagi, pria yang berdiri di hadapan ku bukanlah orang yang sama yang aku kenal dulu. "Apaan sih Bam! Sakit tau gak." Teriak ku tepat di depan wajah nya.

"Aku perlu ngomong sama kamu." Suara nya semakin meninggi.

"Iya, tapi gak perlu kasar kayak gini dong. Apa-apaan sih kamu, udah gila ya? Kan bisa ngomong baik-baik." aku hampir menangis saat mengatakan nya.

"Iya, karna kamu aku jadi gila. Aku berusaha lupain kamu." Ucapan nya terhenti, wajah nya tertunduk. Genggaman nya semakin kuat terasa di bahu ku. Dia menangis "Kenapa kamu balik? Ini baru 2 tahun, kenapa gak sekalian aja kamu tinggal disana selamanya." Tangis nya semakin menjadi, ya Tuhan ini pertama kali nya aku melihatnya menangis seperti ini.

Apa yang aku lakukan padanya. Pria yang aku kenal 2 tahun lalu berubah menjadi orang yang tempramental dan kasar seperti ini. Ya Tuhan.

"Aku.." Air mata ku tak tertahan. Pertahanan ku sudah runtuh, aku menangis.

"Aku tahu posisi aku selama ini cuma jadi pelampiasan kamu. Aku ngertiin posisi kamu, aku nunggu kamu. Aku yakin kalo aku tetep sabar nunggu kamu, suatu saat kamu juga bisa sayang sama aku, aku pikir kita berdua sama-sama berjuang dengan hubungan kita. Tapi apa, kamu pergi gitu aja. Kamu tinggalin aku sendirian."

Aku tak akan pernah pergi jika tahu akan seperti ini jadi nya. Hatiku hancur melihatnya yang kacau balau seperti ini. Tak ada yang bisa aku lakukan selain memeluknya, mencoba menenangkannya. Selama ini dia selalu menenangkan ku saat aku menangis karna Jullian. Selalu Ibam yang ada di sisiku disaat aku merasa hancur tapi penyesalanku sudah tak akan berguna. "Sekarang aku disini."

Mendengar perkataan ku, Ibam melepaskan pelukanku darinya, matanya menatap ku sangat dalam. Tatapan yang berbeda, bukan lagi tatapan yang membuatku takut. Sorot matanya yang dulu, aku melihatnya lagi. Terasa teduh saat melihat matanya. Wajah nya semakin mendekat dan mendekat hingga diriku dapat merasakan hembusan nafas hangat nya. Jantung ku berdebar lebih cepat dari biasanya.

Aku memejamkan mata ku. Aku merasakan bibir nya menyentuh bibir ku. Aku dapat merasakan tangan nya bergerak perlahan mengalungi pinggang ku. Ibam menarik ku lebih dekat dengannya setiap gerakan yang Ibam lakukan dibibir ku ini, aku dapat merasakan semuanya. Bibirnya sangatlah lembut sekali. Nafasku tertahan, jantung ku berdebar tak karuan. Kedua tangan ku tertahan di bahunya. Rasa nyaman itu kembali, tak ada jarak diantara kami, tubuhku terhimpit diantara dia dan mobilnya. Bibirnya belum juga berhenti, namun aku tak bisa membalas ciumannya aku tak tahu kenapa.

Ibam melepaskan ciumannya pada ku, nafasnya tak beraturan begitu juga nafasku. Tak ada kata yang terucap dari bibirnya, dia hanya menatap lurus ke mataku membuatku membeku, aku tak tahu harus bagaimana. Memeluknya, menamparnya atau pergi begitu saja. Aku memilih tetap diam, mencoba mengatur nafasku dan detak jantungku. Aku tak berani menatapnya, wajah ku saat ini pasti sangat konyol. Aku hanya melihat lurus kedepan, satu-satu nya objek paling aman untuk dilihat saat ini.

"Sejak kapan kamu suka buka-buka kancing kemeja, dua lagi?" bodoh, bodoh, bodoh... pertanyaan macam apa ini.

Dia tak memberikan respond apa pun. Ku beranikan menaikan wajahku untuk melihat nya, dia masih menatap ku. Ku coba bersikap sesantai mungkin, ku miringkan wajahku meminta respond darinya. Dia tetap terdiam dan menaikan satu alisnya. Ah bodo lah, aku pergi saja. Aku mendorongnya, dia terkejut saat aku melakukannya.

"Aku masuk ya." aku berjalan masuk kerumah meninggalkannya.

"Ssa." panggilnya sesaat sebelum aku membuka pintu gerbang. Aku menoleh, melihat dia berdiri disana kebingungan. Menggaruk-garuk belakang kepalanya. "Nomer kamu.." ucapnya.

"Aku punya nomer kamu, nanti aku chat." jelasku sambil menutup pintu gerbang dan berjalan masuk kerumah.

Aku segera masuk dan naik ke kamar, mengintip dari jendela atas. Dia masih di sana. Dia memegang ponselnya. Tiba-tiba suara panggilan masuk berbunyi dari ponselku, nomer tidak dikenal. Jangan-jangan dari pria itu. Aku mengganti bajuku dengan piyama lalu mengambil ponsel, menekan tombol Answer. "Halo?"

"Kenapa baru di angkat?" suara di sebrang sana tidak asing. "Aku pulang ya." pulang? Ibam.

Segera saja aku melihat keluar dan mendapatkan Ibam menatap ke arahku sambil melambaikan tangannya. "Hati-hati." ucapku. Lalu mematikan telfonnya.

Dia hanya tersenyum dan masuk kedalam mobil lalu pergi.

Aku turun kebawah dan mencari makanan yang bisa aku makan untuk malam ini. Adegan 'tadi gua makan' yang aku ucapkan tadi di restaurant palsu, aku belom makan dan sekarang sedang berjuang mencari makanan. Aku menemukan beberapa daun-daunan dan sayur. Aku rasa malam ini aku hanya bisa makan sayur, aku mengeluarkan beberapa bahan untuk membuat salad poppy zucchini carpaccio, aku rasa aku juga akan membuat pie untuk pencuci mulut. Ada beberapa daging asap dan raspberry. Hidup sendiri di Paris selama 2 tahun, mau tidak mau aku harus tau cara memegang pisau dan panci.

Aku membuka beberapa simpanan coklat Debauve & Gallais, tambahan untuk tartlette-ku (pie raspberry dan violet). Saat sedang serius mengaduk adonan dan mengasapkan daging sebuah suara panggilan masuk terdengar dari kamarku. Aku berlari menaiki tangga dan mengambil ponselku di atas ranjang. Face time dari Jeffyin, dengan girang aku mengangkatnya dan berjalan turun kembali ke dapur, tak lupa aku membawa standing phone bersamaku. Setelah mengatur posisi ponsel agar mengarah ke aku dengan sempurna, aku menyalakan speakernya dan suara Jeff terdengar.

"It already 4 pm here, how about there?" tanya seseorang dengan wajah asli penduduk Paris.

"9 pm and I'm starving." aku memasang wajah memelas saat menjelaskannya.

"R u sure I didn't bothering u? Seem like little busy there." suara bising mobil terdengar olehku.

"It just poppy zucchini carpaccio and tartlette." sambil mencampurkan mayonnaise dengan sayur-sayur.

"For dinner? R u serious?" tawanya pecah disana.

"That's all I got, have no choice. BTW, why u call me?" tanyaku lalu menghilang dari layar, aku harus memasukan adonan tartlette kedalam oven.

"Okay, lemme think. I miss u, I guess."

"Whatever Jeff."

"Srsly, I really miss u Rain."

"And u know I do too." Kami hanya saling menatap untuk beberapa saat.

"No Wine?" ucapnya menyadarkanku.

"No." jawabku sedih.

"Listen, I have class. I call you again later."

"Okay, bye." sambungan terputus.

Suasana kembali sepi. Aku membawa salad ku ke ruang tengah, memakannya di sana sambil menonton Youtube di tv. Setelah saladku habis, aku mencuci semua peralatan yang aku gunakan tadi lalu mengambil beberapa potong tartlette lalu pergi menuju kamar. Tugas kuliah ku sudah setinggi bukit, walaupun kuliah di Paris sudah selesai dan aku mendapatkan gelarku, disini aku memulainya dari awal. Masuk dari semester satu. Mulai aku cicil mengerjakan tugas dari yang deadline nya sudah hampir dekat.

Color chart, ini mudah sebenarnya. Menyusun warna sesuai kategorinya, boleh menggunakan media apapun untuk warnanya. Stock barang-barang untuk scrapbook-ku berguna di saat seperti ini, manik-manik, pita, glittery. Aku juga menggunakan gambar-gambar dari majalah yang aku potong kecil-kecil. Beberapa kain perca persediaanku juga aku keluarkan. Gunting, lem, concord bertebaran di mana-mana. Meja kerjaku kacau balau, begini susahnya membuat karya seni memang. Aku memasukan color chart-ku kedalan clear holder.

Saat color chart sudah selesai kini giliran textile dictionary. Tartlette-ku sudah habis setengah. Aku mengeluarkan kotak merah dari container-ku, harta karun berhargaku dan plastik hitam di bawah meja juga kotak jerami ku. Isinya semua adalah koleksi kainku, yang di dalan kotak merah adalah nature textile beberapa aku beli sendiri beberapa lagi aku dapatkan saat project bulanan, kalau yang di dalam kotak jerami adalah kain sintesis sedangkan yang di dalam plastik hitam adalah kain yang aku beli minggu lalu di pasar Tanah Abang.

Ukurannya adalah 6 X 6 cm setiap jenis kain. Semoga saja jari-jari tanganku tidak akan terlepas di tengah kegiatan gunting-menggunting ini. Setelah semua kain sudah terpotong tinggal menempelkannya pada concord, disusun berdasarkan jenis dan kelompoknya lalu di masukan kedalam ring holder.

Tinggal tugas terakhir, Studio Mode. Tugasnya adalah membuat paper berisikan beberapa gambar silluete, di susun berdasarkan jenisnya, masing-masing jenis minimal memiliki 6 gambar atau lebih. Tugas ini lebih ringan dari dua tugas sebelumnya karna menggunakan laptop, internet dan photoshop juga beberapa imajinasi di dalam otak kecil ku. Aku memasukan suapan terakhir dari tartlette lalu mengambil kacamata dan mulai mencari. Aku selalu mengandalkan Pinterest untuk mendapatkan gambar-gambar terbaik. Semua gambar sudah terkumpul, aku memasukannya dalam sebuah folder sesuai dengan jenisnya, agar lebih mudah saat mengedit nanti. Sebelum mulai mengedit, aku mengambil piring bekas tartlette-ku membawanya ke bawah dan mencucinya.

Setelah selesai, aku mengambil salah satu koleksi infuse water dari dalam kulkas dan membawanya ke atas. Jam menunjukan pukul 11 malam, jam 12 aku sudah harus tidur. Waktu tidurku sangat berharga, jika saja kurang aku bisa jatuh sakit. Beginilah jika memiliki darah rendah, aku bahkan selalu membawa obat penambah darahku kemana pun.

Aku berhasil menyelesaikan editanku sebelum jam 12, ku kirimkan melalui email ke toko percetakan, akan aku ambil besok saat pergi ke kampus. Segera aku masuk kamar mandi menggosok gigi, mencuci muka lalu memakai night cream dan melompat ke atas ranjang. Tidak butuh waktu lama untuk aku terlelap.