Chapter 33 - Hilang Kontak

"Aku tidak bisa meninggalkan seorang gadis kecil sepertimu di sini, kan? Aku seorang pria sejati."

"Ngomong-ngomong, aku mendengar sejumlah uang tadi malam. Apakah kamu memberikan uang kepada orang-orang itu? Berapa banyak? Aku akan mengembalikannya kepadamu."

Intan berkata dengan antusias.

"Apa kau harus perhitungan kepadaku? Uang kecil itu tidak berarti apa-apa bagiku."

"Bagaimana bisa? Kamu kan belum punya rekening sendiri!"

"Jika kamu bersikeras mengembalikan uang, jawablah pertanyaanku dan kamu tidak boleh berbohong. Setelah kamu jawab, aku akan menganggap kamu sudah membayar hutangmu."

"Pertanyaan apa?"

"Siapa Irwan Wijaya bagimu?"

Kemal mengatakan pertanyaannya dengan pelan-pelan agar tidak menyinggung perasaan Intan.

Intan sedikit terkejut. Dia tidak mengerti mengapa Kemal bisa menanyakan ini. Tetapi karena Kemal sudah bertanya, Intan tidak bisa menghindarinya.

"Dia tunanganku."

Intan berkata dengan lembut, "Pertunangan itu terjadi atas kesepakatan yang dilakukan oleh ayahku dan Irwan Wijaya. Memang tidak ada pengumuman, jadi orang luar tidak ada yang tahu. Perbedaan usia antara aku dan dia tidak sedikit. Aku masih kuliah sekarang, jadi dia menungguku hingga aku lulus baru setelahnya aku bisa menikah dengannya."

"Ternyata kamu bertunangan dengannya, tapi konyolnya aku masih menyombongkan diriku di hadapannya. Aku ingin membuat kesan yang baik di depan orang yang lebih tua."

"Maaf ... Senior ..."

Intan berkata dengan rasa bersalah karena dia tidak ingin menyakiti perasaan Kemal.

Kemal menggelengkan kepalanya, apa lagi yang bisa dia katakan sekarang?

Dia kalah dari Irwan Wijaya. Meskipun dia tidak mau menerimanya, itulah fakta.

Saat itu juga, seseorang mengetuk pintu lalu terdengar suara Paman Har dari luar pintu.

"Nona Intan, apakah Anda sudah bangun? Apakah boleh bagi saya untuk masuk?"

"Aku sudah bangun. Masuklah."

Mengapa Paman Har ada di sini?

Intan bingung.

Paman Har membuka pintu lalu masuk. Dia mengenakan setelan tuksedo, dasi kupu-kupu topi hitam di kepalanya, dan tongkat jalan di tangannya.

Dia tersenyum sedikit sehingga membuatnya terlihat ramah.

Pria tua ini benar-benar terlihat seperti pria bijaksana dari Inggris yang biasa Intan lihat di film-film.

"Paman Har, mengapa Anda di sini?"

"Suamimu mengetahui apa yang terjadi tadi malam. Dia mengetahui bahwa Anda diganggu oleh beberapa pria jahat jadi dia memintaku untuk datang. Tuan Kemal sudah memberikan uang 500 juta rupiah kemarin. Tuan Irwan berkata bahwa semua masalah yang tidak sengaja melibatkan istrinya tidak bisa dia biarkan begitu saja. Jadi bagaimana Tuan Irwan bisa membiarkan Tuan Muda Kemal untuk memberikan uangnya?

Mendengar perkataan itu, Kemal tidak bisa menahan wajah marahnya. Mengapa anak ketiga keluarga Wijaya berkata begitu sehingga membuatnya tampak buruk dengan mengembalikan uang 500 juta? Apakah dia ingin memamerkan kekuatannya?

Kemal sudah mencoba menekan amarahnya dengan berkata, "Paman Irwan sangat sopan. Persahabatan antara aku dan Intan selama dua tahun di kampus tidak sebanding dengan uang 500 juta saja."

"Bisa dibilang begitu. Kata suami Nona Intan, Anda masih harus menunggu hingga punya rekening kredit sendiri."

Mendengar perkataan itu, Kemal tidak bisa menahan kekesalannya. Bagaimana Intan bisa setuju menikah dengan Irwan Wijaya?

"Jika suaminya benar-benar peduli dengan Intan, dia harusnya sudah muncul saat tadi malam!"

"Sebenarnya, jika Tuan Kemal tidak muncul, Pak Wijaya saja seharusnya juga bisa mengatasi masalah ini. Tapi sebaliknya, Tuan Muda Kemal telah mengambil alih kesempatan Pak Wijaya untuk tampil. Meskipun suami Nona Intan berada jauh di luar negeri karena urusan bisnis, dia sangat peduli kepada Nona Intan. Dia telah mengawasi seluruh Jakarta dan tidak akan membiarkan Nona Intan menderita sedikit pun. Benar begitu, Nona Intan?

Paman Har memandang Intan sambil tersenyum.

Intan percaya akan hal ini.

Intan sepertinya tahu apa yang Irwan lakukan, tetapi Irwan tidak tahu bahwa dia mengalami kejadian buruk di bar.

"Apa lagi yang dikatakan Irwan Wijaya?"

"Nona Intan tertidur sepanjang malam, suaminya jadi khawatir sepanjang malam. Dia tidak tahu apakah Nona Intan sudah bangun, jadi dia meminta saya untuk datang karena dia tidak mau mengganggu Anda. Ngomong-ngomong, saya ingin berterima kasih kepada Tuan Kemal atas kebaikan Anda. Saya masih punya uang, kalau tidak keberatan saya akan membayar uang yang Anda keluarkan tadi malam. Saya harus pergi ke rumah keluarga Adya, jadi Tuan Kemal, berapa banyak uang yang Anda keluarkan? "

"Kalau begitu, pergilah temui ayahku sendiri!"

Kemal pun langsung berdiri dan pergi.

Padahal sudah jelas Kemal terburu-buru menyelamatkan Intan agar tidak terlambat dan terjadi hal yang lebih buruk, tetapi sekarang dia malah seperti dipermainkan.

Irwan Wijaya. Kau benar-benar meyebalkan!

Intan tidak bisa membantu apa-apa karena kepalanya masih terasa sakit, dia hanya bisa melihat Kemal berjalan pergi.

"Paman Har, kamu telah membuat pergi seniorku."

"Tuan akan memberi saya bonus, yes!"

Intan menepuk kepalanya yang masih sakit saat mendengar respon Paman Har.

"Nona Intan, kamu sendirian di sini. Suamimu sangat khawatir, jadi ayo kita kembali ke rumah denganku."

"Aku baik-baik saja tinggal di asrama, mari kita bicarakan tentang itu ketika Irwan kembali. Aku akan meneleponnya dulu."

Dia menekan kontak nomor Irwan, panggilan itu langsung tersambung.

"kamu sudah bangun?"

Suara Irwan masih pelan, tapi seperti ada rasa lelah.

Intan merasa sedikit khawatir mendengar suara Irwan lalu berkata, "Apakah kamu sudah selesai?"

"Tidak apa-apa, tapi pekerjaan di sini lebih sulit dari yang diharapkan, jadi butuh sedikit lebih banyak usaha. Jangan khawatir, aku baik-baik saja. Aku tahu tentang masalahmu. Aku harus membayar kembali uang yang telah Kemal berikan kepadamu. Kamu tetap tunanganku, jadi tidak boleh ada pria lain yang menghabiskan uangnya untuk tunanganku."

Intan merasa hangat setelah mendengar ini.

Dia merasa bahwa mereka tidak perlu mengucapkan kalimat "Aku menyukaimu." Bukankah sikap kedua orang itu cukup untuk membuktikannya?

"Aku tahu, Paman Har akan membayarnya kembali. Kapan kamu akan kembali?"

"Pertengahan Oktober, apakah kamu merindukanku?"

"Tidak, aku tidak akan memberitahumu sekarang. Aku harus kembali ke asrama juga."

"Tidak pulang ke rumah?"

"Kita akan membicarakannya saat kamu kembali."

Tanpa Irwan, itu hanyalah sebuah bangunan besar bagi Intan, bukan rumah.

Intan menutup telepon lalu kembali ke asrama, Paman Har pergi.

Namun, sejak panggilan tadi pagi, Irwan tidak menelepon dirinya lagi sepanjang hari.

Intan memeriksa perbedaan waktu di Jerman, perbedaannya lebih dari lima jam mungkin hingga 6 jam, di sini sudah sore hari.

Irwan pasti sibuk saat ini.

Ketika dia menunggu sampai malam, di sana masih siang.

Apakah Irwan masih rapat? Atau telepon mati.

Dia menelepon kembali, tapi tidak tersambung.

Intan tidak bisa tidur dan hanya berguling-guling di tempat tidur. Dia memutuskan untuk kembali ke rumah Irwan sebelum fajar keesokan harinya.

Intan meminta Paman Har untuk mencari tahu tentang situasi Irwan.

Meskipun Intan tahu bahwa Sekretaris Hamdani juga di luar negeri bersama Irwan, dia pasti akan menjaga Irwan dengan baik. Tetapi Intan masih tidak bisa mengendalikan dirinya, dia sangat khawatir hingga pikirannya kemana-mana.

Ada banyak kerusuhan di luar negeri, juga seringkali ada serangan teroris. Apakah Irwan akan mengalami kecelakaan?

Paman Har menghubungi Grup J.C, kemudian menghubungi Sekretaris Hamdani, tetapi dia tidak dapat menghubungi siapa pun.

Hilang kontak?

Ketika dua kata ini terngiang di benaknya, jantung Intan bergetar hebat.

Paman Har juga menyadari keseriusan masalah ini, karena Irwan tidak pernah menghilang.

Paman Har ragu-ragu, lalu akhirnya menekan nomor Alicia Atmaja, tapi ... masih belum tersambung.

Tapi pemandangan itu jatuh di mata Intan.

Nona Alicia.

Ini adalah kontak telepon yang barusan dihubungi Paman Har. Ini artinya bahwa orang yang dihubungi Paman har adalah seorang wanita. Mengapa Paman Har mencari Irwan dengan menghubungi wanita ini? Apakah dia tahu di mana keberadaan Irwan?