Tok tok tok...
"Mbak Naya bisa keluar sebentar?" Sambil berurai air mata Mak Yah menjalankan titah dari Aisyah agar segera memanggil Inaya untuk menemui Ustadz Zakaria di ruang tamu.
"Iya mak, ada apa?" Sambil berlalu mengikuti Mak yah dan menutup pintu, Inaya bingung melihat kondisi ruang tamu yang tiba-tiba hening, dengan penuh tanda tanya ia berlari menghampiri ustadz Hamzah yang terbaring di pangkuan sahabatnya.
"Inaya, maafkan Abi. Tapi Abi harus mengatakan yang sebenarnya kalau Abimu sudah kembali kepada sang Khaliq". Dengan mata berembun, ustadz Zakaria menyampaikan pada Inaya.
Disisi lain, Aisyah, istri ustadz Zakaria sedang menenangkan ibunda Inaya, Fatimah. Fatimah berkali kali pingsan mendapati suaminya telah tiada. Dari luar tampak Faiz berjalan tergesa dengan seorang laki-laki berkaca mata lengkap dengan sneli lengan pendek dan stetoskop menggantung di lehernya, diikuti seorang perempuan muda berhijab putih dan setelan Rok Panjang dan kemeja putih, kemudian menghampiri Abinya yang sedang memangku sahabat nya dengan tak henti melantunkan kalimat tauhid dan sholawat sambil menahan air mata.
Inaya yang syock hanya bisa terpaku dengan pandangan kosong, dalam dekapan Mak Yah. Menyaksikan dokter muda memeriksa kondisi abinya, seorang ayah yang teramat dekat dengannya, yang amat menyayangi dan disayanginya. Setelah memeriksa Nadi karotis tanpa denyut dan pupil yang medriasis sempurna pada Hamzah, Dokter memastikan bahwa ustadz Hamzah memang telah tiada. Perawat dengan cekatan mengeluarkan secarik kertas dan pena kemudian mengansurkan kepada sang dokter. Dokter itu beranjak menuju meja yang tadinya akan diperuntukkan acara Ijab Qabul, perjanjian manusia dengan Tuhannya. Dan kini meja itu menjadi alas penulisan keterangan kematian seorang ayah yang akan menikahkan putrinya.
Setelah menulis data kematian dan membubuhkan tanda tangan nya, dojter itu pun menyerahkan kertas keramat itu pada Faiz. Dan mengucapkan kalimat penghiburan sesaat. Kemudian ia pun segera beranjak meninggalkan rumah dengan tenda dan hiasan janur kuning itu. Ia menatap sendu Inaya yang hanya terdiam tanpa kata dan ekspresi.
Setelah bercakap-cakap dengan sang ayah, Faiz pun menghampiri salah satu kerabat ustadz hamzah. Membisikkan sesuatu dan terlihat seòrang itupun mengangguk menandakan pengertian akan percakapan mereka.
Di sisi lain, bulek siti, adik dari Fatimah menghampiri Inaya, sambil memeluk dan menepuk punggungnya pelan, sambil menceritakan kronologi kejadian meninggalnya ustadz Hamzah. Kemudian bulek siti membisikkan kalimat agar Inaya kuat.
"Sabar yo nduk, iki wes dalan e Abi mu. Abimu mulih ora nyarak no keluarga. InsyaAlloh abimu wes tenang. Koe seng kuat dongakno Abimu, kuat no Umi mu. Saiki kandanono mbak yu mu. Alon-alon cek ora kaget". ( Sabar ya nak, ini sudah jalan Ayahmu. ayahmu pulang/meninggal tidak menyusahkan keluarga. InsyaAlloh ayahmu sudah tenang. Kamu yang kuat doakan ayahmu, kuatkan ibumu, sekarang sampaikan pada kakak perempuanmu. pelan-pelan biar tidak kaget).
###
"Saya terima Nikah dan Kawinnya Kayla Azzahra Hamzah binti Muhammad Hamzah, dengan mas kawin perhiasan emas seberat 30gr dibayar tunai", dengan satu tarikan nafas Faizulhaq Zakaria telah melakukan perjanjian dengan Tuhannya, bahwa ia menjadi suami yang bertanggung jawab pada Kayla.
Pintu kamar tamu terbuka, menampakkan sosok dua putri ustadz Hamzah. Kayla si sulung dengan gaun pengantin Syar'i dan Inaya dengan gamis syar'i berwarna pastel. Kedua wanita ini keluar dengan mata sembab akibat terlalu banyak menangis. Dua wanita yang kedua nya kehilangan dua lelaki yang berarti dalam hidup mereka dalam satu waktu.
Inaya membimbing Kayla menuju dimana Faiz dan penghulu berada, sambil berusaha tegar dan tetap memaksakan senyuman meski hatinya terasa nyeri. Hari ini Inaya kehilangan sosok panutan dalam hidupnya, lelaki yang menjadi tauladannya dan lelaki yang akan menjadi masa depannya. Ia berjalan menunduk memegangi lengan sang kakak, sesekali ia mengankat pandangan nya dan dari ekor matanya ia bisa melihat Faiz yang memandangnya dengan mata berembun meski berusaha tersenyum. Lelaki yang ia cintai dan akan menjadi pembimbing nya di masa depan itu kini telah ia serahkan secara sadar dan paksa pada Kayla-Kakak kandungnya. Dan perhiasan yang beberapa waktu lalu ia pesan bersama Faiz sebagai seserahan untuknya, kini menjadi mas kawin untuk kakak nya. meski hatinya menangis, ia harus tetap tegar. Masih ada Umi yang membutuhkan dukungan dan kekuatan darinya.
Kayla duduk bersebelahan dengan Faiz di depan penghulu. kemudian ia menandatangani buku nikah beralas meja yg hari ini menjadi saksi dua rahasia kehidupan dari Tuhan, yakni saksi kematian dan jodoh. Hari ini nyata jika semua yang ada dalam diri kita hanyalah titipan dari Nya. Manusia hanya bisa berencana, namun Alloh yang menentukan Takdirnya. Rencana pernikahan Kayla dengan Dio disegerakan untuk menutup aib nya. Dan rencana pernikahan Inaya dengan Faiz dua minggu setelah nya kini tinggallah rencana. Bahkan hari ini dua wanita itu telah kehilanga dua laki-laki yang ia cintai secara bersamaan dengan cara berbeda. Seorang ayah yang dijemput kembali oleh Tuhannya. Kayla kehilangan ayah biologis dari janin yang dikandungnya karena kematian dan Inaya kehilangan calon suami yang akan dinikahinya karena menikahi kakak kandungnya. Jodoh, kematian, rizki adalah rahasia Alloh. semua tinggal menjalani apa yang saat ini telah terjadi.
#Flash Back on
"Assalamualaikum..." sambil mengakat ponsel dan meletakkan di telinganya, ustadz Hamzah menjawab panggilan masuk.
"..."
"Astaghfirulloh... Innalillahi wainnailaihi roojiun". kemudian ia memasukkan kembali gaeai itu ke saku kemeja, dengan ekspresi yang kacau, mata berkabut beliau teris menggumamkan istighfar. terlihat sesekali memegangi dada kirinya dengan nafas sedikit tersengal.
"Ada apa zah? apa yang terjadi?" ustadz Zakaria membuka obrolan dengan sahabatnya yang tampak syock.
"Dio mengalami kecelakaan, dan meninggal di TKP. Apa yang harus aku lakukan Zak?" jawab hamzah dengan nafas yang makin tersengal. Ustadz Zakaria langsung memeluk sahabatnya.
"Astaghfirulloh hal adzim..." ia menekan dada kiri nya dan nafas yang makin melambat.
"Am-pu-ni ham-ba ya Al-loh... Laa-ilaaha Illal-loh Mu-ham-madur-rosululloh...", tepat pada tarikan nafas terahir Ustadz Hamzah menutup kalimat taukhid dan lemas dalam pelukan Ustadz Zakaria.
Ustadz Zakaria yang telah menyadari berpulangnya sang sahabat, kemudian merebahkan di pangkuan dan menyedekapkan kedua tangan Hamzah.
"Innalillahi Wainna ilaihi roojiun..." sambil terus menggimamkan kalimat tauhid dan sholawat.
kemudian ia memanggil Faiz,
"Faiz, sampaikan pada penghulu agar bersabar sebentar ya. Sampaikan pada Umi mu, Hamzah sudah berpulang ke Rahmatulloh. telponkan dokter pesantren agar memastikan kematian Hamzah, Sepertinya dia terkena serangan jantung saat menerima kabar calon suami Kayla kecelakaan dan meninggal di TKP", kalimat Zakaria sambil menahan agar bulir bening tidak jatuh dari matanya.
"Innalillahi wainna ilaihi roojiun..." Faiz tampak tertegun dengan kalimat Abinya. "Iya Abi, biar kusampaikan pada umi kabar ini, semoga Alloh memberikan kesabaran pada beliau", ia pun beranjak menuju ruang tengah dimana Fatimah dan Aisyah berada.
Ia menepi sebentar di sudit ruangan, mengambil ponsel dan menekan kontak dokter pesantren agar datang ke kediaman Hamzah. untuk memastikan kemayian beliau.
"Assalamualaikum..."
"..."
"Dokter Adi, minta tolong segera ke rumah Ustadz Hamzah ya, pastikan kondisi beliau. sepertinya beliau berpulang ke Rahmatulloh"
"..."
"Baik, terimaksih Dok, Assalamualaikum", ia pun menggenggam telepon pintarnya kembali memasukman dalam saku kemeja batik madura yang ia kenakan.
perlahan ia mendekati Aisyah, mengajaknya berdiri sedikit menjauh dari Fatimah dan membisikkan berita duku itu.
"Umi, sampaikan pada Umi Fatimah bahwa Abi Hamzah sudah tiada, sepertinya beliau terkena serangan jantung mendapat kabar bahwa calon suami Kayla meninggal dalam kecelakaan di Tol saat perjalanan kemari". Faiz membisikkan berita duka itu ada Aisyah.
"Innalillahi wainna ilaihi Roojiun..." dengan suara sedikit ditekan agar tak terdengar sahabatnya. "Iya Iz, umi akan sampaikan pada Fatimah berita ini, semoga dia sabar menerima kenyataan", Aisyah tak kuasa menahan buliran bening yang lolos dari pelupuk nya. meski hanya beberapa bulir.
Sebelum menghampiri Fatimah, Aisyah memberi tahu Mak yah agar memanggil Inaya, untuk ke ruang tamu menemuai Zakaria.
"Mak Yah, Tolong panggilkan Inaya agar menemui Suami saya. Abinya sudah tiada",
"Iya Bu", seketika Mak yah Berderai air mata dan berjalan cepat menuju kamar tamu, yang tepat berada disisi ruang tamu.
Kemudia Aisyah pun beranjak mendekati sahabatnya. sepertinya fatimah belum menyadari keadaan ini, ia masih asik menata kue kue cantik di piring di atas meja. Aisyah pun memeluk sahabatnya, membisikkan berita duka itu. seperti yang ia duga, Fatimah bertetiak histeris dan pingsan.
"Astaghfirulloh... Abi... "
Di ruang lain dalam waktu yang sama, Inaya gelisah luar biasa mendengar keriuhan yang entah apa. kerabat dan tamu yang tadinya duduk hikmat di ruang tamu telah lebih dari 10menit yang lalu bergeser ke teras, dimana tenda, kursi dan hidangan tersaji. waktu menunjukkan pukul 10.30WIB. artinya sudah lebih dari satu jam berlalu dari rencana ijab qabul, namun belum ada tanda kedatangan keluarga Dio. Inaya dengan sabar menenangkan sang kakak yang gelisah luar biasa. Tetap berpikir positif tentang keadaan.
"Na, kok lama banget ya belum datang Dio dan keluarganya?" Dengan gelisah Kayla berkali kali menanyakan hal yang sama pada sang adik.
"Sabar mbak, mungkin masih macet tadi kata Abi keluarga mas Dio kejebak macet di Tol karena ada kecelakaan", sambil mengfenggam tangan Kayla Inaya dengan sabar membesarkan hati sang kakak.
"Tapi hatiku gak enak Nay",
"Istighfar mbak, biar tenang, sholawat yuk", mereka bersholawat untuk menenangkan kegundahan hati.
tak lama suara ketukan pintu terdengar
Tok tok tok...
"Mbak Naya bisa keluar sebentar?" Sambil berurai air mata Mak Yah menjalankan titah dari ustadz Zakaria agar segera memanggil Inaya untuk menemuainya di ruang tamu.
"Iya mak, ada apa?" Sambil berlalu mengikuti Mak yah dan menutup pintu, Inaya bingung melihat kondisi ruang tamu yang tiba-tiba hening, dengan penuh tanda tanya ia berlari menghampiri Abinya yang terbaring di pangkuan Ustadz Zakaria.
###
Paklik Taufiq- suami bulek Siti. yang tadi sempat bercakap sejenak dengan Faiz. Kini berada di tenda, memasangkan bendera putih dengan lambang simbol pertambahan berwarna merah. Ia pasangkan di tiang tenda bersisihan dengan janur kuning yang melengkung indah. dua simbol bertolak belakang.
para tamu riuh membantu kewajiban muslim menyeelsaikan pengurusan Jenazah Hamzah. Sang Ustadz yang santun dan dermawan telah tiada. Semua yang hadir turut berduka. menyisakan luka pada masing-masing hati. Hamzah dilahirkan dengan menngis sedangkan orang disekitarnya tertawa. Dan kini mendadak ia pergi menyisakan tangis orang disekitarnya, menandakan ia seorang yang berbudi baik. Panutan yang rendah hati, siapa sangka ia gagal mendidik putri pertamanya.
Di sisi lain rumah duka, Inaya bercakap-cakap serius dengan Faiz, dengan tetap menundukkan pandangannya, dan deraian air mata. Tampak Faiz begitu serius mendengar kalimat demi kalimat yang terucap dari Inaya, meski kadang kata-kata nya terjeda tangisan penuh kesenduan.
"Mas Faiz, aku mohon bantu aku menutup aib keluarga ini", ia terisak menjeda kalimatnya.
"Maksud kamu apa Nay?", Faiz tampak bingung dengan apa yang diucapkan Inaya, "Pernikahan yang batal karena kematian bukan Aib Nay", Jawabnya. Karena memang tak ada seorang pun yang tahu alasan dibalik pernikahan dadakan Kayla, selain hanya keluarga intinya.
"Bukan itu mas", Inaya menghela nafas panjang. berusaha menahan isak tangis, dan membesarkan hatinya untuk membuka aib keluarganya pada Faiz demi menutup aib itu....