Pria diambang pintu itu adalah sayap kiri pamanku, Gio Devanu. Sejak awal aku sudah tahu jika pemuda ini adalah orang yang berambisi. Dia selalu memandang harta diatas segalanya. Dia lupa dengan kebaikan yang di berikan orang lain hanya kerena uang.
Sejak awal dia selalu mencari celah agar bisa menculikku. Dia bertekad menguasai selauruh harta kekayaan keluargaku. Dia bahkan menghasut sepertiga anak buah pamanku. Pamanku? Dia tahu akan hal itu dan membiarkannya. Bukan suatu hal yang bodoh jika pamanku melakukan hal itu.
Pamanku sudah merawatnya sejak dia masih balita. Dia sudah menganggap Gio sebagai anaknya sendiri. Rasa sepi membuat dia selalu memanjakan Gio. Sama seperti paman yang terlalu memanjakan ku sampa aku manja. Tapi sebenarnya manjaku itu hanya kedok, aku tidak terlalu manja.
Pamanku tidak pernah menentang keinginan kami. Dia hanya ingin melihat kami bahagia, kerena baginya hanya kami keluarganya. Dia melakukan berbagai cara agar bisa melindungi kami dari marah bahaya. Dari sikapnya itulah terbentuk ambisi yang kuat dalam diri Gio. Dia tahu jika pamanku tidak akan membunuhnya.
Meski dia membunuhku sekalipun. Aku tahu anggapannya itu tidak salah, tapi dia lupa satu hal. Aku adalah orang yang lebih disayang pamanku dari pada dirinya. Dia lupa jika aku adalah ikatan darah sah pamanku. Sedangkan dia hanya anak angkat pamanku. Dia juga lupa bahwa anak angkat pamanku lebih dari satu. Contohnya Jeymi, dia juga anak angkat pamanku. Meski tidak disayang seperti aku dan Gio.
Seharusnya dia sadar batasan dirinya sendiri. Kulihat tangannya terangkat, jari nya menarik pelatuk senjata api itu. Namun aku tidak tahu mengapa karena setelah itu dia jatuh tumbang. Sebelumnya aku memang sempat mendengar suara senjata api yang dilepaskan.
Saat aku mengintip lebih teliti lagi. Aku melihat seorang pria lain berdiri dengan senjata yang masih terpanjang mengarah pada kami. Kulihat sedikit kebawah dan tubuh Gio sudah memiliki kepala yang berlubang. Sungguh nasibnya yang malang! Sudah sejauh ini dan berakhir diambang pintu.
Ku lihat lagi wajah pria itu. Sekarang pistolnya sudah turun, keributan pun sudah mereda. Wajah tampan itu yang telah menyelamatkan hidupku. Aku tadi sempat berpikir ini akhir dari hidupku. Karena aku tahu jelas kekuatan Gio. Jiak tidak dalam sekali serang maka dia adalah harimau yang mengamuk.
Disini tidak ada yang dapat menyainginya selain paman dan tangan kanannya. Sedangkan saat ini mereka sedang berada diluar negeri. Aku semakin di buat pusing oleh penyelamatku. Sungguh katakan padaku apa alasan mereka menyusup! Mana mungkin penyusup itu berniat baik dengan menolongku.
***
Sudah dua jam berlalu, perutku terus meronta minta diisi. Dan aku masih diatas kasurku sejak dua jam yang lalu juga. Aku masih stress, dan banyak pikiran yang berkecamuk. Entah mengapa aku bisa sepusing ini dibuat penyusup itu. Kulihat pintu yang sudah diganti dengan yang baru.
Dari sana keluar kepala Jeymi, dia mengantar makan padaku. Dia tidak berbicara banyak hal, dan pergi begitu saja. Aku juga tak ingin diganggu. Sungguh aku syok berat setelah kejadian ini. Bukan karena penyerangan ini! Tapi karena penyelamatnya. Meskipun aku memang mengatakan tidak ada yang menyaingi Gio.
Namun jangan lupakan jika aku ini juga ahli beladiri. Gio hanya belajar beberapa jenis beladiri saja. Sedangkan aku belajar banyak jenis dari berbagai tempat. Tentu aku bisa mengalahkannya, meski aku juga akan terluka parah tentunya.
Aku memakan makanan itu dengan setengah hati. Rasanya terasa hambar walau sebenarnya sangat sedap. Tapi mengapa rasanya berubah pahit seiring beriringnya waktu. Ets, jangan berpikir yang no, no ya kawan. Bukan, makanan ini tidak beracun! Aku hanya memikirkan hal yang pahit saja, sehingga rasanya pahit.
Muak dengan makanan di depanku yang sudah kosong sebagian. Dan juga perutku yang sudah tidak meronta lagi. Aku mengambil handponeku dan menelpon seseorang. Aku meminta agar memanggilkan ku dua orang yang ingin aku introgasi.
Aku sudah biasa dengan satu hati yang telah dilakukan dua penyerangan. Aku hanya tak biasa hidup dengan orang menyusup yang berniat baik. Aku sudah di jalan buntu. Karena aku tak dapat menemukan jawabannya, maka aku akan langsung bertanya. Tidak salahkan? dari pada aku mengambil tindakan yang salah pada mereka. Seperti tadi misalnya!
Aku mendengar suara langkah kaki dari luar. Mereka mengetuk pintu dan masuk setelah aku persilahkan. Wajah dua pria tampan ini memang sangat mempesona. Jantungku berdegup kencang saat melihat penyelamatku. Dia sungguh sangat tampan! Apakah ini yang namanya jatuh dalam pesona seorang pria?
Aku mempersilahkan mereka duduk di sofa. Lalu aku berdiri dan menyusul mereka ikut duduk di sofa. Ada keheningan beberapa menit, sebelum aku membuka suara.
"Aku yakin kalian tahu apa tujuanku memanggil kalian?" tanyaku to the point.
"Ya, kau sudah tahu kami bukan orang tambahan yang di berikan paman mu! Dan itu juga sebabnya kau mengerjai kami seharian." sewot salah seorang dari mereka.
" Bisakah kau tak membahas itu sekarang? Aku tidak suka ada yang membahas kegagalanku! Dan siapa nama kalian, aku bosan terus menyebut kalian penyusup," ujarku geram.
"Kau yakin tidak tahu? Aku adalah Calvin Andrajaya dan ini asisitenku, namanya... ah, jangan di pikirkan kau boleh menyebutnya penyusup. Namanya sungguh tidak penting, ingat saja namaku, Calvin!" Titahnya ngengas.
"Tuan mengapa kau begitu tega, lagi pula aku ti~" ucapnya langsung di potong oleh Calvin, " Diamlah atau kau akan ku masukkan kedalam lubang buaya," ancamnya. Sebenarnya aku penasaran dengan ucapan pria tadi. 'Ti~' apa kelanjutan dari 'ti' itu, tapi aku tidak mempedulikan masalah itu untuk sekarang.
"Terserahlah aku tidak peduli jika kalian ingin berdebat, tapi berdebat lah di tempat lain!" Ucapku frustasi. Saat ini mereka sedang berdebat sesuatu yang bahkan aku tidak tahu apa yang mereka ucapkan. Mereka hanya berhenti setelah mendengar ucapanku. Mereka menoleh padaku.
"Kau tak perlu memikirkan alasan kami menyusup, yang pasti tidak akan merenggut nyawamu! Dan juga tidak berniat menghancurkan perusahaan keluarga mu," ujar Calvin sembari memegang kedua tanganku.
Aku lantas langsung menarik tanganku, apa apaan ini? Aku menatapnya heran dan juga asistennya. "Bagaimana aku bisa percaya, lagipula aku masih bingung mengapa kalian menyusup! Jika aku tidak tau alasannya maka aku akan terus menganggap kalian sebagai ancaman," terangku berharap mereka mau mengungkapkan alasan yang lebih lokal.
"Cobalah untuk percaya dan kau akan tau alasannya suatu saat nanti!" ucapnya kembali menyakinkan aku.
"Hm, baiklah! aku akan mencoba percaya," yakinku, "Tapi beri satu alasan yang bisa menyakinkan ku!" Tegasku.
"Tentu, alasannya karena disini!" ucapnya menunjuk bagian dadanya. Lalu dia pergi begitu saja diikuti asistennya yang tadi hanya diam. Aku masih terbengong dengan ucapannya barusan. Aku menyentuh dadaku sendiri dan bertanya tanya maksud pria itu.
Tak mau banyak berpikir lagi masalah sepele seperti itu. Aku kembali ke layar handponeku, aku masuk keruang kerjaku dan mulai bekerja. Terlalu banyak masalah hari ini dan aku harus bekerja ekstra untuk tugas kantor. Banyak tugas yang terbengkalai hanya karena beberapa permainan.
Oke, sudah cukup bermain dan sekarang waktunya bekerja. Aku melihat tumpukan yang menggunung di meja kerjaku. Ya ampun, kapan akan selesai jika sebanyak itu? Ah, ini sungguh merepotkan ku saja! Bisakah aku meninggalkan tugas yang banyak ini. Rasanya aku ingin tidur saja dan mimpi yang indah.
.
.
.
.
***