Chereads / Revenge Of The Black Hare / Chapter 28 - Gathering

Chapter 28 - Gathering

Kilauan cahaya pagi yang berlomba masuk menembus kelopak mata, membuatnya terbangun dari alam mimpi. Gadis yang sejak kemarin malam terbaring di atas sofa, kini mulai bangkit ke duduk sambil meregangkan tubuh. Kepalanya sedikit pening dan terasa berat. Ia mengingat-ingat mengapa ia bisa tertidur di atas sofa seraya mengambil kacamatanya yang berada di atas meja.

Mata hitamnya menangkap tiga buah piring berisi sandwich dan bertanya-tanya siapa yang sudah menyiapkan itu.

"Wah... akhirnya kau sadar!" Suara seorang wanita menyambutnya dari belakang.

"Cathrine? Apa yang terjadi padaku?" tanya Kimberly saat wanita berbadan dua itu sudah duduk di seberangnya.

"Kau pingsan dari kemarin," jawab Cathrine sambil tersenyum.

"Kenapa?"

"Karena Thomas." Senyum Cathrine semakin mengembang.

Beberapa saat Kimberly terdiam untuk mengingat-ingat. Saat ingatannya memulih, ia terbelalak dan segera berdiri menghadap ke belakang untuk mulai mencarinya. Ia menyusuri setiap ruangan di rumah itu, tapi tidak ada. Sampai Chip memberitahunya kalau Thomas ada di halaman belakang.

Kimberly bergegas menuju halaman belakang dan melihat ada seorang anak laki-laki sedang berdiri di bawah pohon dan mendongak ke atas, ke arah pohon yang terlihat jarang daunnya itu. Kimberly berjalan pelan ke arahnya untuk memastikan. Langkahnya mulai cepat dan semakin cepat saat ia tahu kalau anak itu benar-benar Thomas, kakaknya. Kimberly langsung lompat dan memeluknya. Mereka berdua pun jatuh bersama dan Kimberly tidak mempedulikan pakaian putihnya akan kotor karena tanah.

"Thomas... apa ini benar Thomas?" tanya Kimberly sambil terus memeluknya dan memejamkan mata.

"Ya, ini memang aku, Kim," jawab Thomas. "Hey, bisakah kau menyingkir sebentar dariku. Tubuhmu yang sekarang lebih besar dan berat dari yang dulu."

Kimberly melepas pelukannya dan setengah bangkit dengan kedua tangan berada di antara kepala Thomas untuk menopang tubuhnya. Beberapa saat Kimberly memandangnya sinis karena tersinggung dengan kalimat yang dilontarkan tadi, sebelum akhirnya senyum senangnya mengembang. "Kau memang Thomas!"

Kemudian Kimberly berpindah tempat dan duduk di sebelah Thomas yang hendak bangkit. Kedua bersaudara itu bertatapan seakan tidak tahu apa yang ingin dibicarakan lagi. Kimberly yang masih dengan cengiran khasnya akan membuka sebuah topik.

"Apa kabar?"

Thomas terdiam sesaat, terheran-heran dengan awalan yang cukup canggung itu. "Aku baik," jawabnya. "Kim, bisakah kau berhenti tersenyum sebentar? Untuk jaga-jaga agar serangga tidak masuk ke mulutmu," komentarnya.

Senyum Kimberly mulai masam dan benar-benar jengkel dengan Thomas yang terlalu berterus terang itu. Thomas yang dulu, Thomas yang Kimberly kenal. "Aku tahu." Perlahan, rasa emosi itu mulai terganti dengan rasa haru yang terus melonjak ketika melihat sosok Thomas yang benar-benar berada di depannya. Tanpa ia sadari, air matanya sudah mengalir di pipinya.

"Ke-kenapa menangis?"

Kimberly mengusap pipinnya kasar untuk menghapus jejak-jejak air matanya. "Kangen," bisik Kimberly.

"Apa?" Thomas sedikit mendekat ke arah Kimberly untuk mendengar gumamannya lebih jelas.

"Aku kangen kamu!!" seru Kimberly dengan senyum lebarnya. Kemudian ia kembali memeluk Thomas dan ia bermain-main di atas guguran daun yang berceceran. "Akhirnya aku bisa merasakan bagaimana menjadi seorang kakak!"

"Tu-tunggu, Kim! Kau mencekikku! Kimberly!!"

"Hahahahaha..."

Dari dalam dapur, Cathrine bisa merasakan suasana rindu, gembira, dan haru bercampur menjadi satu di halaman belakang itu. Kedua kakak beradik yang akhirnya dapat bertemu kembali satu sama lain, melepas rindu masing-masing setelah sekian lama terpisah di dua dunia. Cathrine benar-benar melihat ekspresi gembira yang teramat sangat dari Kimberly, walau Thomas tampak biasa saja dari ekspresinya, Cathirne yakin kalau Thomas sama gembiranya dengan Kimberly karena sudah bertemu dengan adik yang ia sayangi itu. Tiba-tiba saja, Cathrine merasakan sesuatu telah menyelimuti pundaknya.

"Jangan biarkan pintunya terbuka lama-lama. Kau tahu udara diluar mulai semakin dingin, kan?" kata Chip.

Cathrine sedikit terhentak saat tahu kalau Chip yang menyelimutinya. "Aku tahu," kata Cathrine sambil menggeser pintu kaca sampai tertutup rapat. "Tapi bagaimana dengan mereka? Mereka pasti kedinginan juga."

"Biarkan saja. Mereka terlalu senang sampai melupakan udara dingin di sekeliling mereka," balasnya santai. "Jadi, apa sekarang aku bisa memakan sandwichnya?"

"Ah ya, tentu saja," jawab Cathrine. "Kalau bisa habiskan saja semuanya sebelum dingin. Thomas dan Kimberly akan kubuatkan yang baru."

"Whoaa... terima kasih, Cath!" girang Chip sebelum ia melangkah keluar dapur. "Oh ya, akan aku tinggalkan satu untukmu," tambahnya.

"Ok."

Cathrine mengambil napas dan dihembuskan perlahan sambil menyentuh dadanya. Ia memandangi selimut yang masih tersampir di pundaknya dan mengusapnya. Chip yang perhatian dengannya membuat Cathrine ingin sekali menjadikannya sebagai seorang ayah untuk cabang bayinya itu.

Tapi, apakah dia sendiri mau?

•••

Setelah menyantap pancake buatan Cathrine bersama, Kimberly memerintahkan semua untuk langsung mengunjungi rumah Chip dan membereskan ruangan-ruangan di sekitarnya itu. Kimberly tahu kondisi Chip yang sekarang, akan sulit untuk membereskan rumahnya dari debu-debu karena sudah ditinggal lama sekali. Jadi, ia berinisiatif untuk membantunya selagi semuanya berkumpul. Walau Chip sudah menolaknya karena merasa tidak enak ada tamu yang membereskan rumahnya, Kimberly tetap keras kepala.

"Aku akan bantu mengangkat kardus yang tak terpakai," tawar Chip.

"Aku bilang duduk, Chip!" bentak Kimberly. "Kondisimu masih belum pulih, kan? Biar kami saja yang membereskan di sekitar ini. Kalau sempat, semuanya juga boleh."

Chip hanya membuang napas sambil kembali duduk di sofa.

Cathrine tertawa sekilas melihat ekspresi Chip setelah dimarahi oleh Kimberly. Lalu, ia kembali mengelap sebuah meja panjang yang menempel di dinding. Tanpa sengaja lututnya menyentuh laci meja yang sedikit terbuka, karena penasaran, ia pun membuka rak itu dan melihat isinya.

"Apa ini?" Cathrine mengambil sebuah foto dari dalam laci itu. Foto yang menampilkan pemakaman Thomas ketika peti akan diturunkan ke dalam tanah. Melihat foto itu, cukup membuat hatinya kembali terluka ketika mengingatnya. Namun, ada yang aneh dari foto itu. Ada sebuah penampakan, sesosok gadis kecil berpakaian serba hitam sedang tersenyum tepat ke arah peti. Mata biru Cathrine mendekat ke arah penampakan itu untuk melihat lebih jelas. Semakin ia mendekat, semakin ia merasa ada keganjalan dalam gambar itu.

Tiba-tiba saja, gambar dalam foto itu bergerak perlahan. Kepala gadis itu memutar, ke arah Cathrine dengan tatapan gilanya dan berbisik...

"Kau selanjutnya..."

"Cath?"

"Aaa!" Cathrine terkejut saat ada yang menyentuh pundaknya. Tanpa sadar, foto itu terlepas dari tangannya dan mendarat di bawah meja.

"Apa yang terjadi?" Pekikan Cathrine menarik perhatian Thomas untuk menghampirinya.

"Ti-tidak apa-apa. Aku hanya kaget," ujar Cathrine.

"Karena apa?" tanya Thomas lebih lanjut.

"Hmm..." Cathrine tidak bisa menjawabnya.

"Sudahlah Thomas, biar aku saja yang urus Cathrine. Kau urus bagian ruang tamu saja," kata Kimberly, bermaksud mengusirnya. Tanpa bantahan, Thomas pun kembali menyapu bagian ruang tamu. Setelah itu, Kimberly pun kembali bertanya apa yang terjadi padanya.

"Tadi aku melihat foto yang seram. Tapi," Cathrine melihat ke bawah untuk mencari foto itu, "di mana ya?"

"Foto apa?"

"Ah sudah, lupakan." Cathrine tahu, Kimberly tidak akan percaya semudah itu dengan apa yang dilihatnya.

"Hmm..." mata Kimberly beralih pada isi laci yang masih terbuka itu dan ia pun mengambil beberapa foto. "Dasar," gerutunya saat melihat foto-foto itu.

"Apa?"

Kimberly menunjukkan foto yang menampilkan dirinya disaat kecil. "Chip benar-benar keterlaluan. Mengambil gambarku disaat aku tidak sadar."

Hal ini justru membuat Cathrine semakin terluka, saat mengetahui bahwa Chip masih menyimpan perasaan pada Kimberly.

"Kau tahu, Cath," kata Kimberly saat melihat ekspresi Cathrine, "aku sudah punya Sam." Tiba-tiba saja Kimberly menyobek lima foto itu menjadi dua. "Dan sudah aku tekankan, kalau mantan suamimu itu bukanlah pria yang tepat."

"Ba-bagaimana kau tahu aku sudah--"

"Bercerai dengan Theo? Ya, aku tahu. Dari mana aku tahu, kau tidak perlu tahu," sela Kimberly.

Cathrine mendesah. Ia tidak tahu ingin berbuat apa lagi. Kimberly merangkul sahabatnya itu dan membawanya ke dapur untuk berbicara empat mata. Kimberly terus merobek foto itu dan ia lemparkan ke westafel. "Kim, tapi itu foto punya Chip."

Kimberly tidak mendengar cegahan Carhrine, ia menyalakan air westafel dan membiarkan serpihan-serpihan kecil foto itu hanyut ke dalam saluran air. "Aku tahu Chip menyukaiku dari kecil. Tapi sayangnya, aku hanya menganggap Chip sebagai kakak keduaku saja. Tidak lebih," jelasnya.

"Tapi Chip itu, kan--"

"Tapi kau sendiri menyukai Chip, kan?" Kimberly membalikkan pernyataannya. Cathrine terdiam, Kimberly memang benar. "Baiklah, kita ambil intinya saja. Aku sudah bertunangan dengan Sam dan tidak lama lagi kami akan menikah. Dan kau, akan aku usahakan Chip menerimamu apa adanya. Aku tahu, Chip tidak akan keras kepala dan egois sepertiku. Jadi, tenang saja." Kimberly menunjukkan ibu jarinya sambil tersenyum lebar.

Cathrine tertegun beberapa saat dan entah kenapa hatinya mulai merasa lega. "Thank you very much." Hanya itu kata yang bisa dikeluarkan Cathrine yang mewakili seluruh perasaannya.

"Tapi berjanjilah satu hal padaku," kata Kimberly serius.

"Apa?"

Kimberly meletakkan tangannya di kedua pundak Cathrine. "Ceritakan semua hal yang meresahkanmu padaku. Jangan terulang lagi seperti kemarin, seperti pernikahanmu dengan pria brengsek itu hanya karena kau yang terjerat hutang. Ok?"

Cathrine mengangguk lambat sambil tersenyum miris dan menahan air matanya agar tidak keluar karena terharu melihat sahabatnya sebaik itu.

•••

"Nah, kalau seperti ini, kan, jadi lebih nyaman ngobrolnya," kata Kimberly sambil menghempaskan diri di sofa. Saat Thomas melewati depan Kimberly untuk duduk di sebelahnya, tiba-tiba saja Kimberly menarik tangan Thomas dan memaksanya duduk di pangkuannya.

"Astaga, Kim!" erang Thomas sambil melepaskan diri dari Kimberly.

"Ayolah, Thomas! Aku hanya ingin membalas apa yang pernah kau perbuat dulu. Sekarang aku lebih tinggi dan tua darimu, otomatis, aku ini kakakmu," ungkap Kimberly sambil melepasnya dan tertawa senang.

"Tapi secara genetik, aku ini masih menjadi kakakmu, ok?" balas Thomas. Wajahnya sedikit memanas karena malu dengan perlakuan Kimberly yang diluar dugaannya itu.

"Secara genetik? Maksudmu DNA?" bingung Kimberly.

"Sudahlah, kalian berdua," lerai Chip. "Ada info penting yang harus kau tahu, Kim," tambahnya.

"Apa?"

"Saat kau pingsan, Sam datang dan memberi ini," lanjut Cathrine sambil memberikan secarik kertas pada Kimberly. "Kedua calon mertuamu dan keponakanmu kecelakaan dan itu adalah alamat rumah sakit tempat mereka dirawat."

"Hmm... begitu, ya," balas Kimberly tanpa emosi sambil membaca alamat itu.

"Kenapa responmu biasa saja, Kim? Apa kau tidak panik saat calon keluarga barumu tertimpa musibah seperti ini?" heran Chip. Kimberly hanya terdiam, ia enggan untuk menjawabnya dan memilih untuk melihat pesan masuk di ponselnya. "Kim?"

"Sebenarnya Chip," Cathrine angkat suara dan hendak memberitahu sesuatu, "hubungan Kimberly dengan keluarga Sam agak sedikit merenggang. Saat Kimberly mengunjungi tempat Sam, keluarga Sam kurang menyambut Kimberly secara hangat. Tapi saat beberapa keluarga Sam mengunjungi tempat Kimberly, mereka berlaku seramah mungkin. Jadi...," Carthrine sengaja tidak melanjutkannya.

"Sudah kuduga," gumam Thomas.

"Kau duga apa?" Cathrine tampak penasaran.

Thomas memandang Kimberly sambil melipat tangan. "Aku melihatmu dari awal kau bertemu dengan mereka, Kim. Dan aku tahu kau tidak suka dengan kehadiran mereka. Jadi Lizz--maksudku, ya begitu lah."

Chip menangkap kata Lizz itu dari ucapan Thomas. "Lizz?"

"Lagipula, Chip, aku kira kau yang sudah bertunangan dengan Kimberly." Thomas langsung membuat topik secepat mungkin. Namun, topik yang baru saja dibuatnya itu malah membuat suasana menjadi canggung.

"Ehm... Thomas. Kau belum cukup dewasa untuk berbicara urusan itu," kata Kimberly.

"Thomas idiot," gerutu Chip sepelan mungkin, namun bisa didengar oleh Thomas.

"Chip suka dengan Kimberly dan Kim--hmmp--"

Kimberly langsung menutup mulut Thomas dengan bantal sofa. "Aah... Thomas, sepertinya kau jadi lebih cerewet, ya?" seru Kimberly.

Tiba-tiba ada telepon masuk dari ponsel Kimberly dan ia pun langsung mengangkatnya sambil beranjak dari sofa ke tempat yang lebih tenang, karena Thomas dan Chip mulai berkelahi melempar argumen dan bantal sofa.

"Ehmm... teman-teman, sepertinya aku harus pulang sekarang," kata Kimberly setelah ia menerima panggilan masuk itu.

"Eh? Kau tidak langsung ke rumah sakit?" heran Chip.

"Ada yang lebih penting dari itu. Ada anjing tetangga yang harus segera dioprasi atau nyawanya melayang. Vin, teman sejawatku, sudah menunggu di depan rumah," jelas Kimberly sambil mengambil tas kecilnya. "Aku sudah bilang Sam dan sebab kenapa aku sangat mencintainya adalah karena dia mengerti keadaanku saat ini." Kimberly tersenyum senang.

Thomas beranjak dari sofa dan menghampiri Kimberly. "Aku ikut."

"Kau memang harus ikut, Thomas," kata Kimberly sambil mengusap rambut Thomas kasar.

"Kimberly, kalau kau ingin menjenguk mereka, bilang kami ya. Kami juga ingin menjenguknya," ujar Cathrine.

"Tentu saja!" Kimberly tersenyum sambil menunjukkan ibu jarinya. Kemudian, mata hitamnya beralih pada Chip. "Tolong jaga Cathrine di sini, ya, Chip."

"Tidak masalah," jawab Chip.

Kimberly mengangguk dan mengedip sekilas ke arah Cathrine yang dibalas dengan senyum senang.

Chip memicing saat melihat Thomas keluar rumah bersama Kimberly. Hal itu membuat Cathrine terheran sekaligus penasaran padanya.

"Kau kenapa?" tanya Cathrine.

"Aku merasa Thomas sedang merencanakan sesuatu terhadap Kimberly," jawabnya.

"Astaga, Chip! Jangan berburuk sangka begitu!" seru Cathrine sambil menepuk pelan pundak Chip. "Thomas itu sangat menyayangi adiknya. Tidak mungkin ia akan berlaku jahat seperti perkiraanmu."

"Iya aku tahu, Cath. Tapi saat di ambang pintu, ia menoleh sekilas ke arahku. Apa kau tidak melihat matanya saat ia berada di ambang pintu?"

"Memangnya kenapa? Masih hitam seperti sebelumnya, kan?" heran Cathrine.

Chip menggeleng lambat sambil menatap lekat-lekat mata biru Cathrine.

"Iris matanya memerah kembali."