Ya, yang Teon bisa simpulkan selama dia tinggal di dalam tempat mengerikan itu hanyalah kematian. Semua keluarganya memang sengaja mengorbankan dirinya untuk kepentingan umum sekaligus diri mereka sendiri.
Terutama kekayaan dan kekuasaan.
Mereka semua dapat tersenyum karena bisa hidup dengan mewah. Tidur nyenyak sekali di atas kasur yang empuk, serta mandi dengan wangi-wangian dan air hangat.
Hampir semuanya tercukupi. Kebutuhan jasmani maupun rohani yang mereka punya. Hanya saja, semua keluarganya lupa. Jika ada satu jiwa yang tersiksa sedang berdoa.
Tiap malam, Teon diam-diam menangis tersedu-sedu. Menutup kedua wajahnya rapat-rapat dengan permukaan tangannya sendiri. Menatap langit-langit malam, yang warnanya selalu saja sama.
Gelap.
Entah, pagi ataupun petang. Teon tidak tahu waktu di sana.
Yang pria berambut biru kehitaman itu tahu, hanya rasa sakit secara fisik sekaligus tekanan batin yang dia terima, tiap harinya.