Yuhuuu... akhirnya up lagi,
Happy Reading Guys...
Elita mengobati luka di sudut bibir Elang secara hati-hati. "Dia tadi kenapa mendekati kamu?" tanya Elang menatap Elita yang serius mengobati lukanya.
Elita menempelkan plester kecil di sudut bibir Elang kemudian ia membereskan kotak obat. "Hanya ingin berkenalan saja," jawab Elita seraya berdiri untuk melatakkan peralatan obat ke atas meja.
"Dia tidak mengganggumu, kan?" tanya Elang khawatir.
"Enggak, Bang," jawab Elita seraya tersenyum.
"Aku harap, ini pertama dan terakhir kalianya, kalian bertemu," ucap Elang menghembuskan napasnya kemudian menundukkan kepalanya.
"Kenapa memangnya, Bang?" tanya Elita penasaran. Sepertinya hubungan Elang dengan Alvi tidak berjalan dengan baik.
"Lebih baik kita kembali ke tempat acara," ucap Elang kemudian berdiri dari duduknya tanpa menjawab pertanyaan Elang.
"Hum," jawab Elita. Ia tidak mau banyak bertanya, mungkin belum saatnya ia mengetahui apa yang terjadi pada Elang dan Alvi untuk saat ini. Yang harus ia pikirkan adalah Aldebaran. Ia harus menjaganya baik-baik, tidak boleh sampai kecolongan. Jika memang nantinya perkataan Alvi akan menjadi nyata.
Selama acara Elita hanya memikirkan Alvi, bahkan tatapan matanya kosong, senyumannya pun terkesan terpaksa. Mama Elang yang melihatnya pun menghampiri menantunya yang saat ini duduk sendiri di atas singgasana raja dan ratu sehari.
"Kamu kenapa El?" tanya Arifka lembut ketika ia duduk di samping menantunya.
"Enggak apa-apa, Ma," jawab Elita seraya tersenyum kikuk.
"Beneran enggak apa-apa?"
"Beneran Ma, enggak apa-apa," jawab Elita masih dengan senyumannya.
"Jika ada apa-apa, katakan saja pada Mama."
"Iya, ma."
Arifka pun turun dari panggung, Elang yang pergi ke toilet kini sudah kembali dan menghampiri istrinya. "Kenapa, Mama?"
"Enggak kenapa-napa kok, Bang."
"Hum."
"Bang, nanti malam apa kita tidur di hotel?"
"Iya, dong. Kalau enggak di hotel mau dimana?" tanya Elang sambil menaik turunkan alisnya dengan wajah menggoda.
Elita menatap nyalang Elang, ia tau maksud perkataan suaminya ini. Tidak jauh-jauh dengan hubungan ranjang. Elang terkekeh melihat raut wajah kesal Elita. Dimana lagi ia mendapatkan wanita yang bisa mengerti dirinya, bahkan Elita yang hanya sebatas sekretaris pribadi saja tau apa maksud perkataannya. Tujuh tahun bukanlah waktu yang singkat untuk mereka mengetahui satu sama lain, lebih tepatnya Elita yang memahami bosnya.
Wanita memang seperti itu bukan, terlihat cuek pada nyatanya ia lebih mengetahui bagaiman sifat dan tingkah laku orang terdekatnya. Apalagi semenjak dirinya mengetahui kelakuan buruk Elang, Elang malah semakin terbuka padanya. Bahkan jika jahilnya kambuh Elang sering menggodanya.
Kini mereka sudah ada di kamar pengantin mereka, Elang sedang membersihkan tubuhnya sedangkan Elita sedang memakai skincare nya. Ia hanya memakai kaos kebesaran dan juga celana training panjang. Selesai dengan ritualnya, ia pun berjalan ke sofa dan merebahkan dirinya di atas sofa. Ia menelpon Ayu via video call.
"Hallo, assalamualaikum," ucap Elita seraya tersenyum.
["Wa alaikum salam, mbak."]
"Gimana Al?"
["Udah tidur lagi dia."]
"Tadi nyariin enggak?"
["Iya, tadi dia tanya apa Mama akan datang. Aku kataka saja jika Mama dan Papa lelah, jadi besok pagi baru datang."]
"Dia marah tidak?" tanya Elita dengan wajah bersalahnya. Ia ingin sekali ke rumah sakit, tetapi Elang memintanya untuk malam ini saja mereka menginap di hotel. Tubuhnya terasa lelah dan membutuhkan istirahat. Elita pun memahaminya dan ia pun menerima keputusan Elang tanpa membantah.
["Enggak, kok, mbak. Dia enggak marah. Dia ngerti, Mama dan Papanya pasti lelah."]
"Kamu udah makan, Yu?"
["Udah, mbak."]
"Alhamdulillah kalau kamu udah makan. Jangan karena kamu jagain Aldebaran jadi lupa makan."
["Hehehe, enggak, kok, mbak," jawab Ayu seraya tersenyum menampilkan deretan giginya.]
Pintu kamar mandi terbuka, Elang keluar hanya menggunakan handuk yang membalut bagian pinggang ke bawah. Ia berjalan sambil mengeringkan rambutnya yang basah. Pakaian ganti sudah di siapkan Elita dan di letakkan di atas tempat tidur.
"Kamu yang siapin?" tanya Elang sambil mengambil pakaian di atas tempat tidur.
"Hum," jawab Elita yang hanya bergumam. Elang mengambil pakaian yang sudah di siapkan Elita dan ia pergi ke kamar mandi untuk memakai bajunya.
Ayu yang mendengar pembicaraan Elita dan Elang merasa tidak enak. Ia pun berkata, ["Ya udah, mbak. Aku udah ngantuk."]
"Oh, oke. Kalau ada apa-apa, kamu segera hubungi mbak ya,Yu."
["Iya, mbak. Assalamualaikum."]
"Wa alaikum salam." Sambungan video call pun berakhir. Elita meletakkan handphonenya di atas meja dan ia pun mulai memejamkan matanya dengan bagian kepala di tutup dengan kain untuk menghalau sinar lampu.
Elang yang baru saja keluar dengan pakaiannya, mengernyitkan dahinya melihat Elita tidur di sofa. "Cantik, kenapa tidur di sofa?" tanya Elang menghampiri Elita yang berada di sofa.
"Takut abang, khilaf, Jadi, aku tidur di sofa saja."
"Kamu saja yang tidur di tempat tidur, biar aku yang tidur di sofa."
"Abang enggak pernah tidur di sofa, jadi biar aku aja yang tidur di sofa."
"Mau pindah sendiri atau aku gendong?" tanya Elang yang sudah berjongkok di sebelah kepala Elita dan ia berbisik di telinga istrinya.
"Udah, sih, bang, tidur! Ngantuk aku!" kesal Elita tanpa menatap Elang.
Elang kini sudah berdiri dan menatap kesal Elita. Kini tubuhnya sudah sedikit membungkuk untuk mengangkat tubuh istrinya. "Aaa…�� pekik Elita yang kini sudah berada di gendongan Elang ala bridal style. "Bang, apa-apaan, sih! Turunin aku!"
"Siapa yang suruh kamu gak nurut," jawab Elang begitu santainya.
Elita mencibir kesal, ia pun berhenti bergerak. Elang tersenyum jahil tanpa di lihat oleh sang istri. Seperti karung beras, Elita di lempar begitu saja ke atas kasur membuat sang empunya memekik kesal. "Abang!" teriaknya sambil melemparkan bantal ke arah Elang yang langsung di tangkap oleh suaminya itu.
"Wlek, enggak kena!" ejek Elang.
"Rese! Udah, sana, tidur!" usir Elita.
"Enggak mau tidur bareng, nih? Masa malem pertama—" Elang menghentikan ucapannya karena Elita sudah mengepalkan tangannya ke depan wajah membuat Elang malah tertawa terpingkal-pingkal.
"Udah, sana!" usir Elita kesal.
Elang menghentikan tawanya kemudian menatap istrinya, "Yakin, enggak—"
"Yakin! Udah, sana!" teriak Elita kesal memotong ucapan Elang.
Elang kembali tertawa melihat wajah memerah kesal Elita. Dia senang sekali jika sudah melihat wajah memerah kesal Elita. Rasanya jika melihat wajah Elita yang seperti itu ia merasa beban yang sedang ia rasakan sedikit berkurang. Hobi Elang yang satu ini memanglah membuat Elita harus ekstra bersabar. Entah apa yang akan terjadi di kehidupan Elita nantinya ketika Aldebaran sudah sembuh dan tinggal bersama mereka. Dua lelaki beda generasi itu suka sekali membuatnya kesal.
Elang sudah merebahkan dirinya di atas sofa, menyelimuti tubuhnya kemudian ia menatap ke langit-langit kamar hotel itu. Sungguh hal ini tidak terbayangkan sedikitpun di dalam benaknya jika hari ini ia akan menikah. Selain ia memang belum menemukan wanita yang pas, ada sesuatu dalam hatinya yang egois untuk menunggu seseorang. Seseorang yang tidak ia kenali, tetapi ia yakin seseorang yang sudah dinyatakan meninggal itu masih hidup. Walau ia sendiri tidak pernah mencari orang yang ia tunggu kehadirannya.
TBC...
Cuz, ramaikan Koment, Love dan Power Stonenya ya guys.. Aku lagi mager banget, yuk bantu aku semangat lewat, Koment, Love dan Power Stone. wehehehe....