Yuhu... up guys... Happy Reading...
Hari berlalu, saat ini Elita dan Elang sedang bersiap-siap untuk pergi ke kantor. Elang sudah melarang Elita, tapi dasarnya Elita orang yang bertanggung jawab dengan pekerjaannya. Ia tetap bersihkeras untuk masuk kerja. Aldebaran hanya duduk diam di ranjang rumah sakit melihat kedua orang tuanya yang sibuk menyiapkan dirinya masing-masing.
Ia menghembuskan napasnya kemudian menundukkan kepalanya. Helaan napas berat dari Aldebaran membuat Elita dan Elang menghentikan aktifitras mereka dan menatap Aldebaran yang menundukkan kepalanya. Elang dan ELita pun menghampiri ranjang Aldebaran. Elita duduk di samping Aldebaran membuat anaknya itu menoleh.
"Al, boleh pulang--"
"Enggak boleh!" potong Elang cepat membuat ibu dan anak itu menoleh ke sang kepala keluarga yang sedang berkacak pinggang dengan raut wajah marahnya.
"El, bosen, pa. Lebih baik di rumah atau di panti," ucap Aldebaran menatap Elang dengan wajah sedihnya.
"Al mau minta apa? Papa akan turuti mau Al, supaya Al enggak bosen."
"Al cuma mau pulang atau di panti," kekeh Aldebaran.
Elang menghela napasnya, Aldebaran sama seperti Elita yang sangat keras kepala. Elita yang mengerti jika Elang sudah kesal karena ia tidak suka jika perkataannya di bantah itu mengusap puncak kepala Aldebaran sayang. " Sayang, dokter belum mengizinkan kamu pulang. Jadi, untuk sementara Al betah-betahin dulu di rumah sakit, ya. Sampai keadaan Al benar-benar sudah pulih.
"Tapi, Ma. Al bosen sama bau rumah sakit. Baunya malah buat Al sakit kepala dan mual."
"Hah, kalau gitu papa akan buat kamar Al enggak kayak bau rumah sakit. Nanti papa akan minta ke pihak rumah sakit supaya meyiapkan kamar yang tidak bau rumah sakit," ucap Elang seraya tersenyum senang dan bersemangat.
"Tap—"
"Al!" peringat Elita agar Aldebaran tidak berdebat lagi. "Kamu mau cepat sembuh, kan?" tanya Elita menatap putranya. Aldebaran hanya menganggukkan kepalanya untuk menjawab pertanyaan mamanya.
"Kalau Al ingin cepat sembuh, Al harus menurut. Al, harus tetap di rumah sakit sampai dokter mengizinkan Al pulang. Kalau Al tetap nekat mau pulang, terus Al enggak sembuh-sembuh, coba gimana?" tanya Elita menatap anaknya itu dengan sorot mata tegasnya.
"Al, mau sembuh cepet, ma."
"Kalau begitu, Al jangan merengek untuk segera pulang. Al, akan pulang, tetapi nanti, setelah dokter mengizinkan Al untuk pulang!" tegas Elita.
"Iya, ma," jawab Aldebaran dengan wajah lesunya.
"Papa janji, sesegera mungkin Papa dan Mama cepat pulang agar Al tidak kesepian," ucap Elang seraya tersenyum.
"Iya, Pa," jawab Aldebaran tidak bersemangat.
"Jangan lesu, gitu dong. Masa, laki-laki lesu begini," ejek Elang.
"Iya, pa!" jawab Aldebaran lebih tegas.
"Nah, gitu dong. Ini baru, laki-laki," ucap Elang kemudian mengusap puncak kepala Aldebaran dengan sedikit membungkukkan tubuhnya karena posisi Elang saat ini berdiri.
Elita tersenyum melihat anaknya mau menuruti perkataannya. Aldebaran memang harus di tegasi, jika tidak ia akan selalu bersikap semaunya sendiri. Aldebaran ini anak yang keras kepala dan ia selalu ingin apa yang ia inginkan terpenuhi. Elita yang terkadang tidak bisa memenuhi keinginan Aldebaran pun bersikap tegas agar Aldebaran tidak seenaknya saja.
Lagi pula, apa yang di lakukan Elita juga untuk kebaikan Aldebaran. Tidak semua yang dia inginkan itu bisa terpenuhi, karena terkadang apa yang kita inginkan belum tentu baik hasilnya. Sama seperti kehidupan, ia ingin hidupnya seperti ini, seperti itu. Namun, semua kembali pada sang pencipta. Sang pemilik skenario kehidupan setiap makhluknya, ia tahu mana yang baik atau tidak baik untuk makhluknya.
Elang dan Elita pun berpamitan untuk berangkat kerja. Ibu panti tidak bisa datang ke rumah sakit karena di panti akan kedatangan tamu. Sedangkan Ayu sendiri ia sedang ada kuliah, jadi tidak bisa menemani Aldebaran di rumah sakit. Setelah kedua orang tuanya pergi, Aldebaran memilih untuk merebahkan tubuhnya dan tidur. Ia tidak tahu harus melakukan apa. Kakinya juga masih belum bisa di gerakkan, jadi hanya merebahkan diri saja yang bisa ia lakukan.
Di dalam mobil Elang, hanya ada suara musik yang menemani perjalan mereka ke kantor. "Maaf, atas sikap anak saya," ucap Elita tiba-tiba sambil menatap Elang yang fokus menatap ke jalanan.
"Tidak ada yang perlu di maaf, kan. Itu hal biasa dari anak kecil jika ia tidak betah di rumah sakit," jawab Elang menoleh sebentar ke arah Elita kemudian ia kembali fokus menatap ke jalanan.
Keadaan kembali seperti semula, hanya ada suara musik yang menemani mereka berdua hingga sampai di kantor. Mereka berdua berjalan bersebelahan ketika masuk kantor. Beberapa orang berbisik-bisik karena ini baru hari kedua tetapi bos dan sekretaris sekaligus istri bos itu masuk untuk bekerja.
Mereka bertanya-tanya apakah bosnya itu tidak pergi honeymoon. Selain itu mereka berkata mungkin bosnya itu malas pergi honeymoon karena wajah Elita yang tidak begitu menarik. Wajah dingin dan tegas itu pasti membuat si bos malas untuk pergi honeymoon. Ada lagi yang berkata jika Elita yang gila kerja mungkin memaksa Elang untuk segera kembali bekerja.
Mereka menyayangkan bosnya menikahi wanita dingin seperti kulkas berjalan itu. Padahal ada beberapa klient yang cantik. Bahkan, salah satu klient yang pernah bekerjasama dengan Elang adalah mantan kekasih Elang, Wajahnya cantik dan ia mudah tersenyum. Berbeda dengan Elita yang berwajah cantik tetapi begitu dingin dan tegas. Tubuhnya pun seperti robot yang tidak kenal lelah. Ia sering lembur, bahkan ketika beberapa hari lagi menjelang pernikahan, Elita sering lembur untuk menyelesaikan pekerjaannya.
Entah pelet apa yang di pakai Elita untuk menjerat Elang pria kaya raya, berwajah tampan dan juga murah senyum itu. Bisa-bisanya seorang Elita yang hanya karyawan biasa dan berwajah dingin serta tegas itu mendapatkan hati Elang. Bagi mereka Elita tidak pantas bersanding dengan Elang.
Elang mengepalkan tangannya erat kemudian membalikkan tubuhnya untuk menatap para karyawannya yang sedang menjelek-jelekkan Elita. Kupingnya sudah panas sedari tadi. Sengaja tidak merespon apa-apa, tetapi para karyawannya semakin jadi membahas Elita yang tidak pantas untuknya.
"Apa saya mengajih kalian untuk menjelekkan istri saya?" tanya Elang meninggikan suaranya dengan nada dingin serta sorot mata marahnya.
Semua karyawan di sana seketika menundukkan kepalanya takut. "Kenapa pada diam?" tanya Elang menatap karyawannya satu persatu. Tidak ada yang berani membuka mulut mereka untuk menjawab pertanyaan Elang.
"Dengar kalian semua! Urusan Elita dan saya sebagai pengantin baru itu bukan urusan kalian! Urusan kalian di sini hanya bekerja di perusahaan saya sesuai tugas kalian masing-masing!" tegas Elang dengan suaranya yang meninggi.
Ia menatap para karyawannya yang masih menundukkan kepalanya. "Sekali lagi saya mendengar sesuatu hal yang membuat kuping saya panas! Saya tidak segan-segan memecat kalian!" tegas Elang.
"Apa kalian mengerti dengan apa yang saya katakana?" bentak Elang kesal karena tidak ada yang membuka suara.
"Mengerti, pak," jawab semua karyawan yang ada di sana.
"Kembali ke pekerjaan kalian sekarang!" tegas Elang membuat semua karyawan meninggalkan lobi perusahaan itu dengan terburu-buru untuk kembali keruangan mereka. Elita pun hanya diam di belakang tubuh Elang. Ia sebenarnya tidak peduli dengan perkataan para karyawan, yang terpenting baginya hanyalah putranya. Jika putranya yang di jelek-jelekkan tentu saja ia akan marah besar. Berhubung mereka hanya menggunjingnya, ia tidak ada masalah.
TBC....
Cie.. Elang, panas kupingnya. Cie.... wkwkkwkw.... Yuks, lah koment, Love dan Power Stonenya banyakin ya guys....