Chereads / Married With CEO Playboy / Chapter 15 - Bab 15

Chapter 15 - Bab 15

Yuhuu... akhirnya up juga.

Happy Reading guys...

Hari-hari pun berlalu, semua di lewati dengan mudahnya. Bahkan hari ini adalah hari pertunangan Elita dengan Elang. Harapan Elita musnah saat Mama Elang bersemangat mengajaknya ke butik langganannya untuk membuat pakaian di acara pertunagan. Mereka mengadakan acara pertunangan di salah satu hotel bintang lima di daerah Jakarta. Beberapa tamu yang bekerja sama dengan perusahaan Elang dan juga para karyawan tidak menyangka jika pada akhirnya Elang akan bersama Elita. Yang mereka lihat selama ini, mereka berdua tidak terlihat sedang menjalani hubungan apapun.

Elita kini sedang berdiri di depan kaca setelah para perias pergi meninggalkannya. Ia menggenakan dres berwarna baby pink dengan model duyung dan bagian punggungnya terbuka. Hembusan napas yang begitu berat pun ia keluarkan. Ia tidak yakin dengan keputusannya menikah dengan ELang. Takut, ia takut jika suatu saat ia akan jatuh cinta dan membuatnya lupa dengan Aldebaran.

Elita menggelengkan kepalanya memikirkan hal itu, tidak, ia tidak boleh jatuh cinta dan melupakan anaknya. Ia adalah satu-satunya keluarga Aldebaran dan anaknya juga adalah satu-satunya keluarganya. Pintu ruangan di ketuk dan tidak lama seseorang masuk. Elita pun menoleh untuk melihat siapa yang masuk. "Sudah siap?" tanya Elang seraya tersenyum hangat.

Elita menghembuskan napasnya dengan berat, kemudian ia membalikkan tubuhnya sempurna dan melangkah mendekat ke arah Elang. Mereka berdua jalan bersisian untuk menuju lift yang akan membawa mereka ke ballroom hotel. Wajah Elita terlihat tidak baik-baik saja, ia seperti gelisah.

"Ini hanya tunangan bukan malam pertama Cantik," ucap Elang seraya terkekeh.

Elita langsung memasang wajah datar dan menatap kesal Elang. "Bacanda, Cantik," ucap Elang seraya terkekeh. Pintu lift terbuka, mereka melangkah keluar dari lift. Elita menghembuskan napasnya kembali dengan berat, saat ini ia sudah berdiri di balik pintu ballroom. Elang menyodorkan lengannya agar Elita mau menggandeng lengannya.

"Jangan gugup, anggap saja kamus sedang presentasi di depan para pemegang saham," ucap Elang dengan wajah yang begitu tenang dan senyum manisnya. Bukan senyum tengil ataupun senyuman yang membuat wanita menjadi luluh tapi sebuah senyuman hangat yang menenangkan hati.

Elita kembali menghembuskan napasnya dengan berat sebelum ia mengalungkan tangannya di lengan Elang. Pintu ballroom di buka, lampu sorot pun langsung mengarah ke arah mereka berdua. Elita terlihat terpaku karena lampu sorot yang mengarah padanya. Baru kali ini ia merasakan hal seperti ini, membuatnya semakin gugup.

Elang pun mulai melangkahkan kakinya memasuki ballroom dan Elita pun mau tidak mau mulai melangkahkan kakinya walau rasanya kakinya sudah seperti jelly yang kapan saja siap terjatuh. Elang menampilkan senyuman manisnya sedangkan Elita berusaha tersenyum dan menghilangkan rasa gugupnya. Di meja para keluarga terutama Mama Elang dan Nenek Elang tersenyum bahagia.

Mereka sudah berdiri di sebelah Papa Elang. "Hari ini anak saya dan wanita pujaannya akan terikat dalam sebuah pertunangan dan tiga bulan kurang setelah hari mereka berdua akan menikah," ucap Hanan seraya tersenyum menatap para tamu undangan.

Arifka naik ke atas panggung untuk membawa cincin pertunangan. Mereka pun kini sudah saling tukar cincin, setelah selesai acara di lanjutkan dengan makan malam. Kini Elita sedang duduk bersama Nenek hanya berdua saja, sedangkan para keluarga sedang sibuk dengan para tamu untuk mencari relasi dan juga saling membangakan barang yang mereka punya.

"Kenapa Al tidak datang hari ini? Nenek kangen sekali dengannya."

"Katanya ia mau ngerjain tugas. Lagipula disini tidak ada yang ia kenal, jadinya ia tidak mau ikut, Nek," jawab Elita seraya tersenyum hangat.

"Oh, begitu," jawab Nenek seraya tersenyum. "Oh, iya. Apa Elang sudah tahu tentang Al?" tanya Nenek yang penasaran, karena Elang tidak membicarakan tentang Aldebaran. Tidak mungkin, kan, jika Elita menyembunyikan anaknya sedangkan ia sangat menyayangi Aldebaran.

"Sudah Nek, apa Bang Elang tidak memberitahukannya pada Nenek?"

"Ah, itu--" Nenek tidak mampu menjawab, ia takut jawabannya nanti malah menimbulkan masalah. Untunglah Elang datang sambil membawa dua piring makanan satu piring cukup banyak isinya sedangkan satunya lagi hanya sedikit.

"Banyak amat, Pak yang satunya?" tanya Elita yang mengernyitkan dahinya sambil menatap satu piring yang berisi banyak makanan.

"Hus, manggillnya kebiasaan deh kamu, El!" ucap Nenek sambil memukul lengan Elita.

"Aduh, Nek. Sakit," ucap Elita sambil mengusap lengannya.

"Makanya kalau manggil Elang jangan Pak, apalagi kalian sudah bertunagan. Panggil aja Bang, atau apa yang lebih romantis."

"Iya, kamu, nih, Yang. Udah tunangan masih aja panggil, Pak," ucap Elang menyetujui ucapan Nenek membuat Elita membulatkan matanya dan menatap penuh peringatan pada Elang. Sedangkan yang di tatap tampak acuh.

"Oh, iya, ini untuk Nenek," ucap Elang sambil menyodorkan piring yang makanannya hanya sedikit.

"Elita enggak kamu ambilin?" tanya Nenek sambil mengambil piring yang di sodorkan Elang padanya.

"Ini," ucap Elang sambil sedikit mengangkat bagian pinggir piring yang berisi banyak makanan.

"Bapak kira saya kuli, makan segitu banyaknya?" tanya Elita kesal.

"Sepiring berdua, biar romantis," ucap Elang seraya menaik turunkan kedua alisnya dan tersenyum menggoda.

Elita mengumpat dalam hati, jika saja hanya ada Nenek ia pasti akan menyumpah nyerapahi Elang yang menggodanya. Ia paling kesal jika Elang sudah menggodanya. Nenek hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku Elang. Menurutnya hanya Elita, lah, yang bisa membuat Elang berani menggoda seorang wanita. Walau Nenek beberapa kali pernah bertemu Elang yang jalan dengan seorang wanita. Ia bisa melihat raut wajah Elang yang tidak begitu bahagia, berbeda saat ia bersama Elita.

Elang sering tertawa dan ia juga sering menjahili Elita. Namun, cucunya itu sepertinya tidak menyadari jika ia sudah jatuh cinta pada Elita. "Saya mau makan berdua saja sama Nenek, malas sama abang!" ketus Elita dan menukar piring Nenek dengan piring Elang.

"Eh, itu bekas Nenek," ucap Nenek saat piring sudah berpindah tempat.

"Enggak apa, bekas Nenek ini. Bukan orang lain," ucap Elita seraya tersenyum menatap Nenek. Ketika matanya bertemu pandang dengan Elang ia langsung merubah raut wajahnya menjadi malas.

Nenek hanya tersenyum saja melihat tingkah kedua sejoli itu. "Tante Cantik," teriak anak kecil sambil berlari menghampiri meja Elita. Elita yang merasa familiar dengan suara anak kecil itu menolehkan kepalanya. Ia tersenyum menatap Angel dengan gaun berwana navy lengan pendek dan roknya yang lebar menghampiri dirinya. Elita turun dari kursi dan berjongkok untuk menerima pelukan dari Angel.

"Angel jangan lari-lari," ucap Kaivan menghampiri putrinya.

Angel melepaskan pelukannya kemudian mendongak menatap papanya seraya tersenyum menampilkan deretan giginya. "Maaf ya, El," ucap Kaivan seraya tersenyum menatap Elita karena ia merasa tidak enak dengan tingkah Angel. Kaivan sendiri bingung dengan prilaku putrinya yang seperti itu. Putrinya yang introvert dan pendiam ketika di hadapan orang tetapi, ia bisa seramah itu dengan Elita.

"Enggak apa-apa, pak," jawab Elita seraya berdiri dari jongkoknya. Nenek menatap bingung melihat interaksi Elita dan Kaivan yang terlihat saling tersenyum. Ketika ia melihat cucunya, Elang nampak malas menatapnya dan ia lebih memilih memakan makanannya.

"El," panggil Nenek membuat Kaivan dan Elita mengalihkan pandangannya untuk menatap Nenek.

"Oh, iya Nek. Kenalin, ini namanya Pak Kaivan. Dia anak Pak Pramana rekan bisnis Pak Hanan, Nek," ucap Elita memperkenalkan Kaivam seraya tersenyum senang.

"Selamat malam Nek, saya Kaivan," ucap Kaivan memperkenalkan diri.

Nenek hanya membalas sapaan Kaivan dengan tersenyum paksa. Namun, ketika ia melihat Angel yang berdiri di balik kaki Papanya, Nenek tersenyum menatapnya. Nenek sangat menyukai anak kecil, itu sebabnya melihat Angel membuatnya tersenyum.

"Dia namanya Angel Nek, anaknya pak Kaivan," ucap Elita memperkenalkan Angel pada Nenek.

"Anak?" tanya Nenek langsung menatap Kaivan.

"Iya, Nek."

"Oh, jadi kamu sudah menikah?" tanya Nenek.

"Iya, Nek, saya sudah menikah," jawab Kaivan seraya tersenyum ramah.

Pandangan Nenek kembali tertuju pada Angel yang masih bersembunyi di balik kaki Papanya. "Sini sayang, kenalan sama Nenek," ucapa Nenek sambil mengulurkan tangannya. Angel pun semakin bersembunyi di belakang kaki papanya.

"Angel, ini Neneknya tante. Orangnya baik, loh. Tante aja di sayang sama Nenek," ucap Elita sambil menatap Angel seraya tersenyum.

Angel menatap ke arah Elita kemudian ia menatap ke arah Nenek yang masih tersenyum mengulurkan tangannya menatap dirinya. Ia kini mendongak menatap papanya dan Kaivan pun menunduk seraya tersenyum menatap putri semata wayangnya. Ia pun menganggukkan kepala sebagai jawaban dari maksud tatapan putrinya. "Nih, Nenek punya permen. Angel mau enggak?" tanya Nenek sambil mengelurkan permen dari dalam tasnya.

"Angel Enggak suka permen," ucapa Elang seraya memakan makanannya tanpa menatap orang yang dia ajak bicara. Nenek pun langsung mengalihkan pandangannya menatap Elang yang tiba-tiba saja berkata tanpa melihat orang yang diajak bicara sambil menikmati makanannya.

TBC...

Yuhuu.. Koment, Love dan Power stonenya banyakin ya... supaya aku tambah semangat!! wkwkkw...