Chereads / Married With CEO Playboy / Chapter 4 - Bab 4

Chapter 4 - Bab 4

Hari berlalu, Elang menghembuskan napasnya berkali-kali sebelum ia turun dari mobilnya. Ia turun dari mobil, dengan langkah penuh percaya diri ia pun mulai melangkah. Sampai di lobi, satpam memberikan sapaan dan beberapa karyawan pun memberikan sapaan. Ia membalas sapaan karyawan dan satpamnya dengan ramah.

Ia kini berdiri di depan lift, sebelahnya ada Elita yang sedang menunggu lift. Ia ingin menyapa tapi, ia masih tidak enak dengan kejadian kemarin. Elita masuk ke dalam lift bersama dengan karyawan lain, begitu pula dengan Elang. Mereka berdua ada di bagian paling belakang dengan satu orang yang memisahkan jarak mereka. Satu persatu karyawan keluar dari dalam lift hingga tersisa mereka berdua di dalam lift.

Baru saja Elang ingin berbicara pintu lift terbuka dan Elita langsung ke luar begitu saja tanpa mengajak bosnya. Elang menghembuskan napasnya dengan berat kemudian ia melangkah ke luar, tapi dia yang menunduk tidak tahu jika kini Elita sudah membalikkan tubuhnya dan menatap Elang.

"Pak," panggilnya membuat Elang terkejut dan menabrak tubuh Elita hingga ia terjatuh di atas tubuhnya.

Bibir mereka kembali bertemu dan lagi Elang memagut bibir Elita. Elita hanya memejamkan matanya tanpa menggerakkan bibirnya. "Jadilah istriku," ucapnya yang kini sudah mengangkat wajahnya dan menatap Elita yang masih memejamkan matanya.

Elita membuka matanya kemudian ia menatap Elang. "Tolong menyingkir, Pak," pintanya dan dengan cepat Elang bangun dari atas tubuhnya.

Ia mengulurkan tangannya untuk membantu Elita tapi, sekretarisnya itu memilih bangun sendiri. "Nanti jam sepuluh ada rapat dengan para manajer dan setelah makan siang kita akan ke lokasi pembangunan yang berada di daerah Karawang," ucapnya tanpa ekspresi. Setelah selesai bicara ia pun langsung pergi ke ruangannya.

Elang mengerjapkan matanya beberapa kali, dia benar-benar terkejut dengan sikap Elita yang seperti tidak terjadi sesuatu. "Bagaimana bisa dia bersikap seperti ini?" tanyanya sambil menatap pintu ruangan Elita.

Elang berjalan cepat ke ruangan Elita membuka pintu secara kasar dan ia menemukan Elita yang sedang menangis di bawah meja. Teriakannya tertelan begitu saja saat ia mendengar isak tangis Elita. Perlahan ia menutup pintunya dan duduk di lantai dengan bersila. Ia membiarkan sekretarisnya itu menangis sampai puas.

"Kenapa gua hanya diam, kenapa gua semurah ini? hikks, hikks... wanita murahan! wanita sampah! benar, itu gua! hikks, hikks..." ucapnya tebata dan masih menangis. Mendengar perkataan Elita, entah mengapa ia tidak suka. Hanya sekedar berciuman, itu tidak membuat dirinya menjadi wanita murahan.

"Al, maafin Mama, Maafin Mama, sayang. Kecerobohan Mama buat kamu jadi bahan bullyan. Maafin, Mama sayang, Maafin Mama," ucapnya sesegukkan.

Elang membulatkan matanya mendengarkan ucapan Elita. "Mama?" tanyanya bergumam tanpa sadar. Lama Elita menangis dan Elang hanya diam, ia pun kini sudah berhenti menangis dan ia pun bangun dari duduknya kemudian menuju kamar mandi yang ada di ruangannya.

Kantor Elang terdiri dari lima lantai dan lantai paling atas adalah miliknya juga sekretarisnya. Ia sengaja membangun toilet di ruangan dirinya juga sekretarisnya. Bahkan di ruangan sekretarisnya pun ada sofa juga mini bar, walau tidak seluas ruangannya tapi isinya hampir sama dengan ruangannya.

Elita berjalan ke kamar mandi tanpa menyadari bosnya yang duduk bersila di lantai. Ia mencuci wajahnya supaya tidak terlihat jika dia habis menangis dan memakai kembali riasan. Elang berdiri dari duduknya dengan raut wajah yang tidak bisa di artikan, ia ke luar dari ruangan Elita tanpa semangat. Sesuatu hal yang baru ia ketahui membuatnya cukup terkejut, karena yang ia tahu selama ini sekretarisnya itu masih single.

Elang duduk diam di kursinya karena ia masih terlalu shock dengan apa yang baru saja ia dengar. Lama ia duduk diam tanpa melakukan apapun sampai suara ketukan di pintu membuatnya menoleh ke arah pintu. "Pak, ada dokument yang harus di tanda tangani," ucap Elita yang ada di balik pintu ruangannya.

"Masuklah!" perintahnya.

Elita pun masuk ke dalam dan Elang pun terus menatap ke arah Elita yang sudah terlihat biasa saja. "Ini, Pak," ucap Elita sambil memberikan dokument pada Elang. Ia menerimanya dengan pandangan matanya yang terus menatap intens Elita.

"Saya, permisi, Pak," pamit Elita dan ia membalikkan tubuhnya untuk melangkah ke luar dari ruangannya.

Elang terus memperhatikan punggung Elita hingga pintu ruangannya kembali tertutup. Ia menghembuskan napasnya dan ia mulai fokus dengan pekerjaannya. Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh, saat ini mereka sedang berada di ruang rapat sedang membahas masalah proyek yang akan mereka kerjakan untuk perusahaan DAM Company milik Andreas. Sebuah mall sekaligus hotel yang akan di bangun di atas mall tersebut. Selain itu mereka juga membahas laporan bulanan yang di dapat oleh perusahaan.

Selama Manajer keuangan membahas profit perusahaan, Elang beberapa kali menatap ke arah Elita yang tampak fokus dengan presentasi di depan. saat Elita menatapnya, Elang dengan cepat mengalihkan pandangannya. Selesai rapat, Elita menghentikan Elang yang akan ke luar ruangan.

"Bisa bicara sebentar, Pak?" tanya Elita sambil memegang lengan Elang.

"Ada apa?" tanyanya begitu datar.

Elita menarik napasnya sebelum ia menghembuskannya dengan berat kemudian kembali menatap Elang. "Apa kejadian kemarin dan hari ini bisa kita lupakan?" tanyanya kemudian mengigit bibir bawahnya.

"Kau tahu aku, Cantik," ucapnya seraya tersenyum menggoda.

Elita sedikit tersenyum paksa, setelah itu ia pun berpamitan untuk pergi terlebih dahulu ke ruangannya. Sampai di ruangannya Elita melemparkan kertas dokument ke lantai. "Apa yang lo pikirin, sih!" kesalnya.

"Berapa tahun lo, tuh, kerja di sini. Ciuman seperti itu hanya di anggap angin lalu oleh dia, dia tidak mungkin akan mengingatnya. Bodoh! lo yang harusnya melupakan apa yang dia lakukan supaya lo bisa beranjak dari masalalu, lo!" maki Elita pada dirinya sendiri kemudian ia meluruhkan tubuhnya dengan punggung yang tersandar di pintu.

Elita kembali menangis, apa yang dia pikirkan sampai-sampai berpikir bosnya akan mengingat ciuman mereka. Si mulut manis penuh dengan modusnya itu tidak akan mengingatnya. Selesai menangis, ia kembali ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya dan kembali memakai make-up untuk menutupi wajah sendunya.

Seperti jadwal, kini mereka sedang pergi untuk makan siang setelah itu pergi untuk meninjau pembangunan mall di daerah Karawang. Tidak ada pembicaraan di antara mereka selama perjalanan ke restaurant. Elita juga sibuk dengan ponselnya yang membuat Elang sedikit melirik ke arah Elita.

"Kamu mau makan siang apa?"

"Apa saja, Pak. Terserah bapak," jawabnya yang kini mengahadap ke depan dan handphonennya sudah ia letakkan kembali ke tasnya.

"Makanan Italia, kau mau?" tanyanya sambil melirik Elita sekilas.

"Boleh," jawabnya tanpa menatap Elang.

"Ah, aku akan mengenalkan seseorang kepadamu?"

Elita kini menatap Elang yang juga menatapnya. Kerutan di dahi Elita terlihat saat melihat Elang. "Wanita baru lagi?"

"Em, dia seorang chef yang bekerja di restourant Italia."

"Oh, jadi bapak ajak saya makan di sana, karena wanita itu kerja di sana?" tanha Elita yang baru mengerti maksud bosnya mengajaknya makan siang di restaurant Italia. Pikirannya yang sedang tidak fokus lupa akan kebiasaan bosnya.

"Iya."

"Humm, pantas saja."

"Pantas saja kenapa?" tanya Elang yang fokus menyetir.

"Pantas saja bapak mengajak makan di sana. Biasanya bapak selalu mengajak saya makan di warteg atau warung nasi padang. Jika makan di restourant hanya karena pekerjaan atau wanita yang sedang bapak dekati."

"Wah, bagaimana jika kau menjadi istriku. Kau sangat memahamiku," ucap Elang seraya terkekeh.

"Terimaksih, Pak atas pujianya. Sayangnya saya tidak tertarik dengan tawaran bapak!" jawabnya ketus sambil bersedekap.

Elang terkekeh melihat mood Elita sepertinya sudah membaik. "Cantik, saya mau tanya sama kamu?"

"Tanya apa?" jawab Elita menoleh ke arah Elang.

"Apa kamu tidak berpikir untuk menikah. umurmu sudah tiga puluh tahun bukan?"

"Bisa, tidak, Pak. Jangan sebut umur!" kesal Elita.

"Oke, saya ulangi. Umurmu kan, sudah cukup matang, apa kamu tidak punya pikiran untuk menikah?"

"Tentu saja sudah ada, Pak. Hanya saja, hilal jodoh saya belum terlihat. Jadi, saya cuma bisa menunggu hilal jodoh saya terlihat."

"Bukankah banyak lelaki yang dekat denganmu?" tanya Elang melirik ke arah Elita.

"Pak," panggil Elita membuat Elang menoleh. Saat ini mobil mereka sedang berhenti di lampu merah.

"Ya," jawab Elang singkat.

"Bapak tanya kenapa saya belum menikah. Bagaimana jika saya bertanya balik ke bapak, kenapa bapak belum menikah? Jangan beralasan bapak masih ingin bebas!" peringat Elita tegas sambil menatap Elang.

"Jawabanku masih sama, aku masih ingin bebas."

"Umur bapak sudah jauh lebih dewasa dari saya, tapi kenapa bapak masih ingin senang-senang?" tanyanya yang masih menatap Elang begitu menuntut.

Elang mengalihkan pandangannya ke depan karen lampu sudah hijau. "Aku hanya masih ingin bermain-main. Aku belum tertarik dengan sebuah ikatan resmi, karena aku belum bisa bertanggung jawab. Tapi, karena Mama, aku terpaksa mengikuti apa maunya," jawabnya yang fokus ke jalan.

Tidak ada pembicaraan lagi di antara mereka, Elang sibuk menyetir sedangkan Elita hanya diam dan terus menatap ke depan. Sampai di restourant, mereka pun duduk di area yang dekat dengan jendela. Walau sedikit panas, jika duduk di dekat kaca tapi Elang suka duduk di dekat kaca. Mereka memesan makanan, Elang memesan Raveoli sedangkan Elita memesan Spagheti Carbonara. Sambil menunggu pesanan, mereka berdua sibuk dengan handphone mereka.

TBC...

Yuhuuu... Elang dan Elita balik lagi, Yuks, lah ramaikan koment, Vote dan power stonenya guys...