jangan lupa kasih tanda:)
"Tuhan, Kali ini biarkan aku istirahat sebentar, hanya sebentar, bersama pelukan hangat seorang yang 'tak di kenal' yang Engkau datangkan padaku yang tak punya siapapun ini"
_Kelvina Rose_
_
_
_
_
Author po'v
07:56 wib...
Mentari telah menyapa, bersamaan cahayanya yang menyiram bumi dengan cara sederhana, sesederhana definisi kita pada kata 'bahagia'.
Mata Rose mengerjab, sinar mentari pagi ini sedikit nakal, dia menelusuk di cela-cela gorden tebal yang menutup jendela kamar.
"Huaaa... Jam berapa sih, tumben banget matahari udah terik gini."
Rose bergumam, padahal matanya masih tertutup rapat, seenggan itu dia menatap ciptaan Tuhan yang begitu indah di depan matanya yang tertutup.
Yah, Rose masih ada di sini, di kamar yang punya pintu baja, dan yang lebih penting bersama pemuda yang berasal dari mana.
Rose po'v
Mataku masih enggan membuka, rasanya kasur ini begitu nyaman, dan selimutku terasa sangat hangat, ohhh saperti tidur di surga.
Aku kembali bersiap masuk ke alam mimpi, tapi wajahku di terpa hembusan panas, wangi mints, segar sekali. Aku kembali menelusupkan kepalaku di selimutku, selimut ternyaman yang pernah memelukku.
"Senyaman itu kamu memeluk saya? "
Suara itu mengalun, suara serak khas bangun tidur.
Eh tunggu, suara serak? Bangun tidur? Laki-laki?
Mataku langsung terbuka lebar, dan lihatlah sekarang Rose, kau sedang memeluk erat laki-laki di depanmu, bahkan tanpa tau malu tidak ingin melepaskan pelukanmu.
Tamatlah kau Rose.
"Eh, ka-kamu siapa? "
Aku bertanya padanya yang masih terpejam, jika saja situasinya berbeda, Aku akan menikmati karya terbaik Tuhan yang ada di hadapanku ini.
"Pertanyaan yang sama, tidak adakah pertanyaan lain, aku sampai kesal mendengarnya. "
"Tap-tapi... "
"Stttt... Nikmati saja pelukan hangat ini, dan tidurlah, jangan terlalu banyak bertanya. "
Dia menyuruhku diam, apa dia tidak tahu bahwa aku tidak pernah di peluk laki-laki, apalagi sedekat ini, oh ini gila.
Aku mendorongnya, membuat pelukan itu terlepas, dan memilih menjauh dari laki-laki yang tidak ku ketahui siapa ini.
"Kenapa mendorong saya? "
Dia bertanya dengan keadaan yang tidak berubah, tetap berbaring dengan nyaman.
" Ak-aku takut. "
Suaraku tercekat, tidak berani menatapnya yang sudah mendekatiku pelan, matanya menatapku tajam, entah apa yang membuatnya seperti sangat marah.
"Apa saya semenakutkan itu? Sampai kamu tidak berani menatap saya? "
Dia bertanya setelah berada tepat di depanku, menjulang tinggi, sangat jauh denganku yang hanya punya ukuran 156 cm ini.
Aku diam, tak tahu harus menjawab apa.
Hening, tidak ada yang bersuara, Aku yang sibuk menunduk dalam, tidak berani melihatnya dan dia yang entah siapa namanya ini juga diam.
5 menit kemudian...
"Silahkan buka pintu itu, kamu bebas dari saya. "
Dia bersuara setelah lama diam, tapi aku enggan bergerak, suaranya yang lirih membuatku tidak berani melangkah, kakiku seperti terkunci.
Kepalaku mendongak, melihatnya yang justru tetap diam setelah mengucapkan kata itu, ada apa?
Aku menatap wajahnya, sendu, seperti sedang di rundung kesedihan besar, seperti sedang berusaha melepaskan sesuatu yang berarti, kenapa aku tau, karena Aku punya sedikit rahasia kecil.
Aku mendekatinya, kemana rasa takutku yang tadi begitu besar?
Apa karena melihat tatapan sendu itu, rasa takutku menguap hilang?
Yah, mungkin itulah jawabannya.
Aku mendekatinya, dan mengelus bahu kokohnya.
"Aku gak akan pergi kok, makasih udah selamatin Aku. "
Aku bersuara, tersenyum lembut padanya, untuk apa takut, dia telah datang di waktu yang tepat, sebagai seorang pahlawan.
" Kamu serius? "
"Huum"
Aku mengangguk, tersenyum padanya.
Tanpa aba-aba dia memelukku, erat sekali, seperti tidak pernah ingin di lepas, apa boleh Aku berharap padanya, seseorang 'tanpa nama' ini, kenapa si tanpa nama? Karena dia tidak pernah mau memberi tahu namanya.
Saat sedang asiknya menikmati pelukan, perutku berbunyi, dan itu berhasil membuatku malu, ah jika saja bisa menghilang Aku ingin menghilang terlebih dulu.
"Kamu lapar? "
Dia bego atau apa? Kalo perutku aja udah bunyi tandanya Aku lapar, ah coba saja Aku bisa berbicara selancang itu.
Aku hanya mengangguk, malu dengan perutku yang berbunyi tanpa tahu tempat ini.
"Ayo kita sarapan, saya buatkan makanan untuk mengganjal perut kamu. "
Dia menarikku, membawaku ke arah dapur, aku tercengah melihatnya yang membuka pintu kamar yang menguras tenagaku itu dengan mudah, andai waktu itu Aku membukanya dengan mudah sepertinya.
"Kenapa bengong? Ada yang salah? "
"Eh enggan, Ayo ke dapur. "
"Kamu selapar itu, sampai tidak sabar ingin makan? "
Dia bertanya atau meledek sih?
"Terserah"
Aku memilih berjalan, perutku benar-benar meronta ingin di isi, jadi lebih baik aku tidak membalas ucapannya.
"Kamu marah? "
".... "
"Maaf, saya tidak berniat membuat kamu marah. "
Dia menarikku, menghadangku yang sudah hampir memasuki dapur.
"Ck, aku lapar, jangan ganggu. "
Aku berdecak kesal, dia benar-benar membuatku marah, tidak bisakah dia tidak menggangguku yang sedang lapar ini?
"Ohh kamu lapar, jadi kamu tidak marah ? "
Aku menggeleng, Aku tidak marah, Aku hanya lapar, butuh asupan makanan untuk cacing-cacing yang tidak tahu keadaan ini.
"Kamu duduk aja di sini, biar saya yang masak."
Tawaran yang menarik, baiklah Aku akan duduk manis menunggunya memasak untukku.
Aku kembali mengangguk, memilih duduk dengan tenang,, menunggunya memasak, sambil menunggunya Aku menyapukan pandanganku pada ruangan yang entah apa namanya ini, jika ruang makan, ini lebih mirip ruang santai, karena ada ayunan yang menghadap langsung ke arah kolam renang yang begitu luasluas di hadapanku.
Entahlah Aku tidak peduli ruang apa ini.
Mataku masih menyapu ruangan ini, sampai akhirnya Aku menemukan sebuah foto yang di pajang di ruangan ini, Aku mendekatinya, melihat lebih dekat siapa yang ada di dalam foto itu. Mataku membulat, di dalam sana ada aku dengan pemuda itu yang tersenyum lebar dengan latar belakang sebuah pantai.
Sebenarnya dia siapa ?
Saat tanganku hendak menyentuh foto itu, seseorang menarikku menjauh dari sana.
"Jangan sentuh! "
Dia bersuara dengan nada marah, yah dia 'tiada nama' orang yang baru saja memperlakukanku dengan begitu baik dan manis.
"Tap-tapi... "
"Jangan melewati batasan, kamu hanya tamu di sini!! "
Matanya merah, membuatku mundur beberapa langkah, sebenarnya dia siapa ?
"Ka-kamu, kamu siapa? "
Suaraku terbata, ketakutan melihatnya yang telah berubah jadi monster yang menakutkan, matanya berubah merah padahal sebelumnya berwarna biru laut.
"Sa-saya, maaf membuatmu ketakutan. "
Dia kembali berubah lembut, mendekat padaku yang menjaga Jarak.
"" Jangan bergerak!! "
Aku berteriak ketakutan melihatnya yang melangkah mendekat, dia berhenti diam di tempat, melihatku yang terpojok di dinding karena ketakutan, meringkuk sendirian, Aku ingin berteriak, meminta tolong tapi itu percuma, di sini tidak ada orang.
"Jangan takut, saya tidak ingin menyakitimu. "
Dia kembali bersuara melihatku yang mulai menangis, memulai lagi langkahnya untuk mendekatiku, Aku ingin kembali menjauh tapi Aku sudah berada di pojok, yang bisa Aku lakukan hanya menangis histeris.
"Stttt... Tenanglah, saya berjanji tidak akan menyakitimu. "
Dia memelukku yang menangis, Aku seseguka, antara takut dan juga tenang, ah perasaank tidak bisa ku definisikan.
"Se-sebenarnya kamu siapa? "
Lama dia diam, enggan menjawab pertanyaanku.
"Saya, saya bukan siapa-siapa. "
" Kamu siapa? Kenapa kamu datang secara tiba-tiba, hilang seperti asap, dan kamu kembali datang, menyelamatkanku dari keluargaku sendiri, sebenarnya kamu siapa? "
"Saya,, kamu akan tau siapa saya, tapi nanti, biarlah untuk sekarang pertanyaan itu mengembang, di saat yang tepat nanti, saya harap kamu tidak menjauh dari saya. "
Ucapannya kembali menyimpan tanya, sebenarnya siapa dia?
Dia mengajakku makan, tanpa percakapan berikutnya, dan semua berakhir dengan hari-hari seperti sebelumnya, tidak ada kejelasan tentangnya, bahkan dia tak pernah menyebutkan siapa namanya. Semisterius itukah dirinya, siapa dia? Dan dari mana asalnya?
Sayangnya Aku juga tidak tahu siapa dia.
___end___