Chereads / Kelvina Rose / Chapter 5 - Chapter 5 : The Anonymous

Chapter 5 - Chapter 5 : The Anonymous

Bantu kasih tanda yah

"Kita tidak pernah di minta persetujuan akan di jatuh cintakan pada siapa, di kenalkan pada siapa, yang perlu kita lakukan adalah menikmati denting waktu ketika semesta memberi kita kesempatan bersama, tanpa berpikir  hari esok atau lusa."

_Si Tanpa Nama_

_

_

_

_

Author po'v

Acara makan itu terus berlanjut dengan diam, Rose yang tidak ingin membuka suara dan entah siapa namanya itu bungkam setelah amarahnya dilihat Rose.

"Kamu mau kemana? "

Akhirnya laki-laki itu bersuara, melihat Rose yang bangkit dari duduknya, dia telah selesai mengisi asupan pada cacing-cacing di perutnya.

"Pulang."

Rose menjawab datar, cukup sudah dia berlaku baik, dia muak berada pada ketidak-jelasan ini.

"Tap... "

"Sebelum ada penjelasan siapa kamu, Aku tidak ingin ditemui olehmu. "

Final, Rose sudah melangkah menjauh, meninggalkan dengan diam pemuda yang terduduk bisu itu, dia hanya perlu penjelasan, apa susahnya memberi titik terang pada cerita yang bahkan dia tak tahu alurnya seperti apa.

Begitulah mau Rose, sederhana, sebuah penjelasan.

Rose pov

Aku meraih gagang pintu, membukanya dengan perasaan dongkol, bagaimana tidak, Aku di buat pada cerita atau apalah ini namanya tanpa penjelasan.

"Tunggu."

Tanganku di tahan, padahal 3 langkah lagi aku benar-benar keluar dari rumah ini.

"Ck,, ada apa? "

"Mau kemana? "

"Ck, kamu udah nanya, dan jawabannya adalah sama, Aku mau p-u-l-a-n-g. "

"Sebentar, tapi kamu tidak tahu ini di mana. "

"Aku punya HP buat cari di mana ini. "

Aku meraba saku, dan zonk HP Ku tidak ada, ah iya Aku hampir lupa Aku datang ke sini karena dia membawaku, tepat saat semua hilang dan lenyap setelah ibu melempar gelas kaca ke kepalaku.

"Eh, di mana lukaku? "

Aku bergumam, melupakan HP yang tertinggal, bukannya seharusnya aku terluka, bukannya gelas itu menghantam kepalaku?

"Luka? Kamu terluka? Di mana? Sini biar saya sembuhkan. "

Dia bertanya, melihat kepalaku yang Ku sentuh.

"Eh, kamu mau bawah Aku ke mana? "

Aku berteriak ketika dia langsung saja menganggakat tubuh Ku begitu saja.

"Mengobati lukamu dan menjelaskan sesuatu. "

"Sesuatu? "

"Yah, Saya akan menjawab pertanyaan yang perlu Saya jawab. "

"Ck, itu sama aja kali, ah kamu gak asik. "

"Gak asik? Kamu ingin saya seperti apa? "

Aku diam, menatapnya yang juga menatapku lembut, Aku ingin dia seperti apa? Aku tidak tahu, karena bahkan Aku tidak tahu dia siapa.

"Kenapa diam? "

Dia mengelus keningku yang berkerut, Aku terlalu dalam memikirkan dia, atau lebih tepat nya siapa dia.

"Baiklah jika kamu diam saya akan berbicara, menjelaskan sesuatu yang membuatmu bertanya. "

Aku Memilih duduk diam, menyimak penuh penjelasannya.

"Siapa saya? Saya adalah seseorang yang terbuang. "

Mulutku terbuka, ingin menyela dengan pertanyaan, tapi dia memintaku mendengarkan lanjutan ceritanya, baiklah Aku mengalah, memilih kembali mendengarkan.

"Kenapa begitu? Itu pasti pertanyaan kamu, karena saya melakukan suatu kesalahan, bukannya setiap orang yang bersalah selalu di hukum dan di buang? Begitu juga saya. "

"Tapi bukannya setiap kesalahan bisa di maafkan?"

Aku menyela, Aku benar-benar penasaran kesalahan apa yang di buatnya sampai dia di buang dari keluarganya.

Aku saja yang selalu salah dan tidak di anggap ini tidak pernah di buang, lantas kenapa dia di buang?

"Yah, itu juga yang saya pikirkan ketika saya terusir, di buang begitu saja, tapi siapa yang peduli dengan pikiran saya yang sudah terbuang, di anggap tidak pernah ada. "

"Lantas, kenapa kamu datang ke dalam hidupku? Apa urusanku denganmu? "

Dia kembali tersenyum, kemudian mengambil tanganku, menggenggamnya dengan erat.

"Kita tidak pernah tau jalan semesta, kita tidak pernah di minta persetujuan atas takdir yang semesta punya, akan di pertemukan dengan siapa, akan di jatuh cintakan pada siapa, kita tidak pernah di tanya, begitupun pertemuan kita, tidak ada yang di tanya, ini lah bagian dari takdir semesta, yang perlu kamu dan saya lakukan adalah menikmati tiap denting waktu yang berputar, menikmati tiap kesempatan bersama yang di berikan semesta, tanpa peduli tentang hari esok ataupun lusa."

Aku diam, baru saja di tampar dengan kata-kata itu, benar ini adalah bagian dari takdir semesta, Aku tidak pernah di tanya akan hidup dan terlahir dari keluarga seperti apa, yang harusnya Aku lakukan sedari dulu adalah menikmati tiap waktu yang di berikan semesta, memiliki keluarga, memiliki sahabat dan mungkin memiliki cinta.

"Kamu paham kenapa kita di pertemukan? "

Aku mengangguk.

"Karena pertemuan ini adalah bagian dari takdir semesta. "

"Tepat sekali, jadi nikmatilah tiap waktu yang semesta beri, tanpa penolakan ataupun pertanyaan mengapa."

Ah, kenapa dia begitu dewasa?

"Sekarang tidak ada lagi pertanyaan, penjelasan akan datang, tapi nanti, di saat yang tepat dan di waktu yang tepat. "

"Tapi, Aku ingin bertanya siapa namamu. "

Aku memalas, apa dia tidak ingin memberi tahuku?

" Nama saya? Emm, terserah kamu bisa memanggil saya siapa yang kamu suka. "

"Ck, tapi itu tidak adil. "

"Tidak adil? Kenapa tidak adil? "

"Ck terserah. "

"Si tanpa nama"

"Hah? "

"Panggil saja saya 'si tanpa nama'. "

Mataku membulat, hey siapa dia bilang 'si tanpa nama', apa tidak ada nama yang lebih baik?

"Itu terlalu panjang, dan terlalu tidak berkelas. "

"Saya tidak peduli. "

Sudahlah Aku menyerah saja, percuma juga mengajaknya berdebat, dia tidak akan peduli dengan omong kosong.

"Hey, kamu mau kemana? "

Aku berteriak, lagi-lagi Aku berteriak karena dia yang selalu pergi tiba-tiba.

"Membelikan kamu pakaian, kamu ingin pulang kan? "

Aku mengangguk, Aku berlari ke arahnya.

"Kok gak tidur? "

Aku menggeleng.

"Aku tidak ingin tidur, ikut kamu yah."

Aku berbicara dengan wajah yang ku buat seimut mungkin.

"Baiklah, tapi jangan jauh-jauh dari Saya. "

"Eh, kenapa gak boleh jauh-jauh, takut

rindu yah? "

Aku menaik turunkan alisku, berniat mengodanya.

"Bukan, kamu terlalu seperti anak- anak, saya takut kamu tersesat di sana."

Mataku membulat, yang benar saja alasananya.

"Ck,, terserah. "

Aku Memilih mendahuluinya, sebelum pergi Aku menghentakkan kakiku di depannya, menunjukkan bahwa Aku marah padanya.

"Tunggu Saya, Saya tidak mau kamu benar-benar tersesat. "

Aku langsung saja melempar tatapan tajam.

"Ayo."

Dia tidak peduli dengan wajah tak bersahabatku, bahkan dia menarikku tanpa dosa.

apa dia memang tak berdosa yah?

"Kamu mikirin apa? "

"Hah? "

"Kamu mikirin apa?  Sampai kening kamu berkerut ? "

"Kamu punya dosa enggak?"

"Hah? "

"Eh, maaf gak papa kok, gak ada yang Aku pikirin. "

Dia kembali melangkah, tanpa menarik tanganku lagi, kok Aku ngerasa kosong yah.

"Kamu mau sampai kapan di sana? "

Dia berteriak setelah merasa Aku tidak mengikutinya, Aku Memilih menyusulnya tanpa menjawab apapun.

Kami berdua memasuki mall yang besar, eh tunggu, ini sebenarnya di mana?  Kok Aku gak kenal, dan wajah orang-orang ini?  Eh gedung-gedungnya juga seperti bukan di Jakarta.

"Kita di mana ? "

Aku membuka suara setelah memasuki mall itu berdua, ac mall langsung saja menerpa kulitku lenganku.

" LA"

"APA? "

"Sttt.... Jangan terkejut, setelah membeli pakaian, kamu akan saya hantar pulang. "

"Jadi kita tidak akan bertemu lagi? "

Dia enggan menjawab, terus berjalan menelusuri lantai mall.

Kenapa Aku tidak suka dia diam, atau Aku tidak suka karena aku tidak akan bertemu dengannya lagi, kenapa Aku harus sedih?

"Kita akan bertemu lagi."

Dia menjawab saat Aku Sudah tidak tertarik dengan apapun.

Mataku langsung melebar setelah mendengarkan  jawabannya.

"Janji? "

Kenapa aku mengajaknya berjanji, hey Rose bahkan kau tidak tahu siapa namanya.

"Janji, Saya tidak akan meninggalkan kamu sendirian."

Dia menjawab dengan mata yang benar-benar tulus.

"Apakah boleh Aku memelukmu? "

Aku bertanya, antara malu dan takut.

"Tentu saja."

Belum habis dia bersuara, Aku sudah menabrakan tubuhku padanya, masuk kepelukannya.

"Kamu menyukai saya? "

Aku mendongak, apa Aku menyukainya?

Jawabannya adalah tidak.

"Tidak."

"Kenapa kamu ingin memeluk Saya? "

"Karena Aku ingin. "

"Jawaban kamu tidak memuaskan Saya. "

Aku tertawa setelah mendengar jawabannya, Aku melepas pelukanku, mengajaknya memasuki salah-satu toko baju, memilih baju yang ku suka, eh ralat yang dia suka.

Yah Hari ini berakhir dengan baik, penjelasan akhirnya ku dapatkan, sekalipun tidak seluruhnya, setidaknya Aku tidak berada di ketidaktahuan.

"Si Tanpa Nama"

Aku menggumam, melihatnya yang sibuk memilih sepatu, Aku menghampirinya tapi belum sampai di dekatnya, perempuan yang entah dari mana asalnya datang memeluknya, membuatku diam seketika.

Apa Hari ini berakhir indah?

Aku tidak tahu.

Aku mundur beberapa langkah, bersiap berlari dari kenyataan  yang tengah mempermainkan.

Brakkk.. .

"Ah sorry, i didn't mean to"

Aku mengangguk, berlari keluar mall, entah menuju apa.

Meninggalkannya yang entah sedang apa.

ah, apa hari ini berakhir baik?

jawabanya tidak.