Ketika 15 menit lagi sebelum kami pulang. Devan mengajakku karena ada yang ingin ia bicarakan.
"Kei, aku mau ngomong sama kamu," ujar Devan.
"Ngomong aja," balasku.
Tanpa kami sadari Farel dan Nadine memperhatikan kami. Mereka berada diposisi yang berbeda, namun dapat mendengarkan perbincangan kami.
"Nih, nanti kamu buka di rumah ya ... terus kabari aku," kata Devan memberikan buku kecil kepadaku.
Aku sempat menatap Devan dan buku kecil itu bergantian.
"Jangan diliatin aja dong, diambil juga," seru Devan.
"Emang ini apa?" tanyaku penasaran.
"Perasaanku," jawab Devan yang sukses membuatku terkejut.
Deg!
"Devan mengakui perasaannya?" batin Nadine.
"Apa-apaan ini?" gerutu Arwan dalam hati.
Devan tersenyum melihat reaksiku. "Ngga usah kaget gitu, janji ya kalau kamu segera mengabariku jika sudah membacanya," pinta Devan kembali.
Aku menyembunyikan senyumku seraya mengangguk.
"Yuk, aku takut yang lain nunggu kelamaan," ajak Devan.
"Ah iya, ayo," ucapku kaku.