Dengan perasaan kesal, Mayang menggunakan apron yang telah disediakan oleh pelayan di villa mewah itu, lalu Ia mulai mengambil semua bahan yang Ia butuhkan dari dalam lemari pendingin.
Tangan trampilnya mulai meracik semua bumbu-bumbu dan menyiapkan bahan untuk Ia masak. Sementara Firman menyaksikan apa yang dilakukan istrinya itu melalui kamera yang terpasang di dalam dapur. Segalanya telah Firman siapkan dengan sempurna. Hingga Ia yakin suatu hari nanti Ia dapat berkumpul lagi dengan itri dan anak tercinta.
Senyum Firman mengembang kala melihat sang istri yang sedang menggerutu sambil tangannya terus bekerja untuk menghasilkan masakan yang lezat.
"Dasar orang kaya, sesukanya memerintah. semaunya sendiri." Gerutu Mayang.
Firman tersenyum, lalu tiba-tiba Mayang meringis kesakitan, rupanya jarinya teriris pisau, Firman hendak bangkit dari duduknya tapi Lagi-lagi ia harusmenahan diri untuk tidak menemui Mayang saat ini.
Saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk Ia bertemu dengan Mayang secara langsung, Ia harus benar-benar sembuh dan menjadi laki-laki yang bisa melindungi anak dan istrinya.
Mayang menyelesaikan masakannya setelah hampir satu jam berkutat di dapur mewah itu. Lalu Mayang menata masakan itu ke atas meja makan dan memberitahu pada asisten rumah tangga yang menemani Mayang disana walau tak melakukan apapun karena sudah diwanti-wanti oleh Firman.
"Masakan sudah siap, tolong katakana pada bos anda." Ucap Mayang judes.
Firman yang melihat betapa judes cara Mayang berbicara dengan asisten rumah tangganya hanya tersenyum lebar, seolah itu adalah sesuatu yang lucu yang patut Ia tertawakan.
"Berikan uang itu padanya." Perintah Firman pada Rudi penjaga Villanya.
"Baik Tuan." Jawab Rudi sambil mengangguk lalu mengambil uang diatas meja kerja majikannya.
Rudi turun dengan cekatan menuju Mayang yang telah kembali menunggu dirinya di gazebo.
"Ini uang dari majikan saya." Ucap Rudi sambil menunduk dan memberikan uang yang terbungkus sampul coklat itu pada Mayang.
Dengan ragu Mayang menerima amplop coklat itu dari tangan Rudi, dan Ia terbelalak kaget melihat isi dari amplop itu yang jauh dari prediksinya.
"Maaf Tuan, ini sangat banyak." Ujar Mayang sambil menyodorkan kembali amplop itu pada Rudi. Namun dengan ramah Rudi menolek dan mengatakan jika itu semua memang tuannya perintahkan untuk diberikan pada Mayang.
"Maaf nyonya, ini memang untuk anda. Saya akan kena hukuman jika anda mengembalikan uang ini pada saya." Ujar Rudi, akhirnya Mayang menerima uang itu dari Rudi karena Ia tak mau jika karena perbuatannya Rudi akan kena hukuman.
"Baiklah, Aku terima uang ini, terimakasih. Saya permisi dulu." Ucap Mayang lalu menyambar tas di atas kursi gazebo dan pergi dari Villa milik Firman.
Firman melihat bagaimana Mayang pergi dari villanya, menyalakan motor matik yang terparkir di sebrang villa dan segera meluncur membaur ke jalanan bersama pengendara lain.
"Ikuti istriku, pastikan dia selamat selama di perjalanan." Perintah Firman pada anak buahnya yang berjaga di luar Villa.
"Siap Tuan." Tio sang bodyguard langsung menancap gas motornya mengikuti Mayang yang melaju dengan kecepatan sedang.
Mayang berhenti di lampu merah, lalu menatap jam dipergelangan tangannya, sudah waktunya dia menjemput sang buah hati. Bibirnya mengembang senyum teringat bagaimana imut dan lucunya sang anak, penyemangat hari-hari yang kelam dan sepi tanpa Firman disisinya.
Mayang kembali melajukan motornya setelah lampu merah berubah menjadi hijau. Sampai disebuah tikungan ada mobil yang mengikutinya tanpa ia sadari, namun hal itu tak luput dari pengawasan Tio sang Bodyguard.
"Ada satu mobil sedan yang mengikuti nyonya Mayang, bos." Lapor Tio pada Firman menggunakan alat komunikasi kusus yang terselip pada helm yang Tio kenakan.
"Pastikan keselamatan istriku." Perintah Firman pada Tio.
Dan benar saja, mobil sedan berwarna hitam itu langsung berhenti di depan motor Mayang, membuat Mayang terkejut dan melakukan pengereman mendadak pada motornya, untung saja Ia melaju dengan kecepatan yang tidak terlalu kencang, jadi tidak sampai membuatnya celaka akibat pengereman mendadak.
"Sialan!!" Gerutu Mayang. Yang langsung membuka helem dan meletakkan di atas spion motor. Dengan kesal Mayang menghampiri mobil sedan itu tanpa rasa takut dan gentar. Lalu mengetuk kaca pintu mobil dengan sedikit kencang.
"Buka Sialan!!" Ucap Mayang dengan kekesalan yang sudah memuncak. Mimpi apa mayang semalam, hingga sedari pagi cerita hidupnya di bumbui dengan rasa kesal yang membuncah.
Sang sopir membuka pintu mobil, lalu keluar sosok tinggi besar yang sangat Ia kenali. Dia adalah Marven, laki-laki itu menutup pintu mobil lalu merentangkan tangannya dengan senyum di bibirnya yang mengembang.
Mayang menatap laki-laki di depannya dengan wajah terkejut tapi membuatnya bahagia, Mayang menghambur ke pelukan laki-laki itu.
"Dasar kau, senang sekali membuatku kesal." Ucap Mayang di dalam dekapan hangat laki-laki berkaca mata hitam itu.
"Itu sudah menjadi hobbyku." Jawab Marven dengan mengeratkan pelukannya pada Mayang.
Disisi lain, Tio menghadapi dilemma, apakah dia harus memberi tahu bosnya jika sang istri sedang berpelukan dengan laki-laki lain? Atau dia diam saja demi menjaga hati bosnya. Atau apa yang harus dia lakukan?? Belum sempat Tio menemukan kata yang cocok untuk melaporkan apa yang dia lihat. Firman telah menghubungi terlebih dahulu, membuat Tio mengerutu sebal.
"Sial!!"
Mau tidak mau Tio menjawab panggilan telepon dari bosnya setelah menarik nafas panjang, dengan otak yang masih berpikir kata-kata apa yang akan dia ucapkan pada sang bos.
"Ya, Bos." Jawab Tio.
"Bagaimana istriku? Apa dia baik-baik saja?" Tanya Firman dengan rasa khawatir yang merajai hatinya saat ini.
"Dia baik-baik saja Bos." Ucap Tio sambil mengaruk pelipisnya yang tak gatal.
"Siapa yang mengikutinya?" Tanya Firman selanjutnya.
"Saya sedang menyelidikinya, saya akan melaporkan pada anda secepat mungkin." Kata Tio pada akhirnnya.
"Baiklah, aku menunggu laporanmu secepatnya, dan suruh anak buahmu untuk menjaga di sekitar rumah dan restoran mislik istriku." Perintah Firman pada Tio.
"Baik bos, saya akan melakukan perintah anda." Ucap Tio, lalu Firman memutuskan panggilan telponnya.
Tio menarik nafas panjang lalu memasukkan kembali ponselnya di saku celana levis yang Ia kenakan.
Matanya mengarah pada Mayang dan Marven yang sedang saling berpegangan tangan, lalu terlihat di penglihatannya Mayang kembali menyalakan mesin motornya dan melaju mendahului mobil sedan yang dikendarai Marven. Mobil itu mengikuti Mayang sampai di depan sekolah Zee.
Tio masih terus mengikuti kemanapun dua orang itu pergi, disisi lain Zee yang baru keluar dari gerbang sekolahnya tersenyum dan berlari memeluk Mayang dengan sangat gembira. Lalu Mayang mengajak Zee untuk menemui Marven yang berdiri di depan mobilnya sambil bersedekap.
"Uncle Marven!!" Teriak Zee lalu tubuh kecilnya seketika terangkat oleh kedua tangan Marven.
"Marven." Gumam Tio.