Baru-baru ini banyak orang membicarakan tindak penculikan yang sedang marak terjadi, mayoritas korbannya adalah wanita muda dan anak-anak belia. Berita ini cepat menyebar ke setiap desa. Akibat rasa cemas, setiap kepala keluarga menyuruh anak-anaknya tetap didalam rumah hingga kasus ini diselesaikan. Bagi mereka yang memiliki harta bahkan menyewa para petualang untuk memburu pelaku kejahatan tersebut. Namun sampai sekarang belum ada kabar baik.
Aku bersinggah dari satu desa ke desa lainnya, mengunjungi bar malam yang kerap ramai pengunjung guna mencari informasi tempat ketiga yang aku tuju.
"Menara jeritan? aku tidak pernah mendengarnya", demikian jawaban yang sama berulang kali. Tidak ada yang tahu sama sekali keberadaan tempat bernama menara jeritan. Meski begitu kecurigaan akan adanya keterkaitan antar kejadian penculikan dengan menara ini aku sudah sadari. Aku harus mulai bertindak cepat mengingat para siluman menjadikan kami manusia sebagai bahan makanan.
"Akhir-akhir ini pergerakan pedagang gelap tidak seperti biasanya. Banyak pergerakan dimalam hari", ucap seorang paruh baya yang aku temui secara kebetulan. Tampangnya menyiratkan rasa takut. Nyatanya pada hari sebelumnya ia yang bekerja sebagai penjaga gudang ini tidak sengaja melihat korban penculikan diseret dinaikan ke atas kereta kuda oleh para pedagang gelap.
Malam itu juga aku melakukan pengintaian dekat lokasi yang disebutkan. Jubah hitam menyelimuti pada gelapnya malam. Diatas atap rumah aku melihat dua orang dengan gerak gerik mencurigakan. Tiga orang lainnya riuh berbincang sembari menegak alkohol tak jauh.
Malam menuju pertengahan, warga desa terlelap. Kabut mulai membumbui, senyap, dan hanya suara serangga malam yang ditemui. Kereta kuda muncul entah dari mana datangnya. Kelima orang ini mulai bertindak, membuka setiap pintu rumah dekat gudang, membawa korban untuk diangkut diatas kereta kuda, Korban tak mampu melawan, kedua tangannya terikat, mulutnya tersumpal, serta penglihatannya yang ditutup. Pelaku memalingkan wajah ke kanan dan ke kiri berusaha mengamati keadaan sekitarnya sebelum akhirnya memberangkatkan barang bawaannya.
Aku mengendap-endap membuntuti. Kereta berhasil keluar dari pos penjagaan, aku berlari diantara semak pepohonan. Mengandalkan jimat penglihatan malam terus berusaha menjaga jarak aman. Kereta terus dipacu dengan kecepatan tinggi hingga sampai didepan mulut sebuah jurang lebar memisahkan antara daratan satu dengan daratan lainnya. Kereta pun berhenti.
Tiga orang perlaku terlihat turun dari kereta sambil menenteng lampu minyak yang mereka goyang-goyangkan ke arah depan. Ketiganya kemudian masuk ke dalam kereta nya kembali. Tak berselang lama, sesuatu yang aneh muncul. Jalur yang seharusnya dibatasi jurang lambat laun memudar menampakan jalur aslinya menuju sebuah pemukiman kecil yang mengelilingi satu menara tinggi.
"Pantas saja tidak ada yang mengetahui keberadaan menara. Ternyata ditutupi oleh sebuah mantra", aku bergegas memasuki area sebelum mantra penutup aktif kembali.
Tak jauh dari tempat aku mengintai, nampaknya transaksi mulai dilakukan. Barang bawaan 'manusia' didalam kereta dipindahkan ke dalam tiap-tiap rumah disana. Sosok yang berinteraksi dengan pedagang itu adalah para siluman. Aku harus lebih berhati-hati dalam bertindak.
Aku mengamati keadaan sekitar hingga malam menuju pagi dari kejauhan. Memprediksi jumlah musuh, kekuatan lawan, dan jebakan yang mungkin dipersiapkan.
Setidaknya terdapat satu orang penjaga untuk setiap rumah. Disekeliling batas luar pemukiman terdapat pula petugas yang berkeliling secara bergantian. Didepan pintu masuk menara, anehnya sama sekali tidak ada penjagaan. Posisi menara berada tepat di tengah-tengah area, bangunan itu terdiri dari 4 lantai dengan banyak jendela yang mengitarinya.
Kabut lambat laun menipis kemudian menghilang menjadi tetesan air didedaunan. Strategi sudah ku persiapkan dengan matang, melakukan penyergapan dengan cerdas, efisien, dan akurat. Dimulai dari petugas patroli terluar, dengan langkah senyap mendekat satu persatu aku menggorok leher mereka dari belakang, menutup mulutnya menebas setiap leher penjaga dengan cepat tanpa menimbulkan suara. Setiap mayatnya aku seret kedalam semak belukar meninggalkan bekas alur darah diatas tanah.
Semua penjaga telah mati. Aku memasuki setiap rumah penuh rasa penasaran dengan apa yang ada didalamnya. "apa yang ada disini?"
Bau tak sedap menyelimuti seisi ruangan, mayat-mayat manusia tersusun rapih berjejer diantara rak-rak susunan kayu. Di sudut ruangan terdapat organ-organ dalam manusia yang diawetkan dalam botol. Mayat pria, wanita, hingga anak-anal dipisahkan pada rumah yang berbeda. Setiap organ tubuh pun disortir dan disimpan pada lokasi yang terpisah. Bukan hanya manusia, hewan-hewan pun tak luput disimpan.
"Bajingan! Apa yang sebenarnya mereka lakukan?". Emosi memuncak, aku dapat merasakan panas nya darah yang menyebar keseluruh tubuh ini. "Aku akan membantai mereka semua!"
Menaiki setiap lantai menara akan membuang-buang waktu dengan melawan setiap para bawahan siluman. Rasa marah ini harus segera dilampiaskan langsung pada boss utama di puncak menara. Aku mulai memanjat keatas.
Melalui jendela yang mengitari setiap lantai menara, terlihat disana para siluman sedang asyik menyantap setiap bagian tubuh manusia dan hewan!. Darah kering menempal dilantai-lantai, tulang-belulang digundukan, manusia yang masih hidup dirantai menjerit ketakutan. Pasang mata merah menyala siluman lahap menyantap. Pemandangan yang dapat membuat manusia kehilangan akal sehat karena kengeriannya. Amarah, muak, dan benci semakin menjadi-jadi.
Tepat sebelum aku memaksa menerobos masuk melalui jendela utama lantai teratas tiba-tiba terdengar suara gaduh terdengar dari perbatasan area menara. Secara spontan aku melompat, bersembunyi pada pepohonan, berusaha menahan diri untuk terlebih dahulu mengamati. "Bala bantun musuh atau apa?"
Satu pleton pasukan kerajaan Eaiis memasuki lokasi secara terang-terangan. "Siluman buas yang bersembunyi didalam menara, keluarlah!. Kami pasukan kerajaan eaiis akan menghabisimu sekarang juga!" teriak seorang laki-laki karismatik menggunakan armor dan tombak berwarna emas. Menara merespon mengeluarkan jeritan memekakan telinga.
"Engkau masih hidup rupanya. Baiklah, mari kita sambut dengan meriah. Tombak surga...!!" laki-laki itu melemparkan tombak emasnya ke atas langit dengan kuat, awan diatas langit tiba-tiba membentuk pusaran besar, petir-petir bermunculan berwarna kuning keemasan. Didalam pusaran besar itu lalu memunculkan mata tombak raksasa lalu "Bbaaaaaangg…...!!", dalam sekejap mata membelah menara dengan sempurna. Gempuran dahsyatnya membuat gelombang udara kuat, menutup area dengan debu hasil benturan.
Aku terlempar kebelakang hanya karena gelombang udara yang ditimbulkannya, bayangkan betapa dahsyatnya serangan itu tadi. "Siapa gerangan ia?". Aku kini memilih terdiam mengamati, jubah menutupi wajah berusaha menutupi identitas, "Ikut campur untuk saat ini hanya akan mencari mati."
Tebalnya kabut debu lambat laun memudar. Sesosok makhluk menyerupai wanita muncul sambil memegang tongkat sihir panjang. Ia mengenakan semacam gaun berwarna putih, berperawakan manusia berkulit pucat, bekas-bekas jahitan disekujur tubuhnya tampak jelas. Wanita itu menyeringai sangat lebar membuka jahitan pada mulut yang tadinya tertutup rapat. Lidahnya menjuntai panjang keluar. Leher panjangnya menambah kesan kuat bahwa ia seorang siluman.
"Rrraaaaaaahh… manusia! Akan ku buat kau merasakan akibatnya! Rrrraahh.." ucap siluman buas sembari menyeringai.
"Kuyang..!! Cukup sampai disini saja kau berbuat keji. Aku Vandal, Great Warden, atas nama kerajaan Eaiis aku akan menghabisimu!" balas vandal sembari menunjuk menggunakan tombaknya yang telah balik secara ajaib.
Kuyang merapalkan mantra, menghantamkan tongkat sihirnya ke tanah, memunculkan bola-bola api yang berputar dipunggungnya. Bola api melesat menerjang vandal. Vandal yang sedari tadi dalam posisi tempur dengan mudah membelah setiap hantaman bola api. Kuyang memanggil bola api lagi dengan ukuran yang lebih besar membuat ledakan setelah ia hantamkan ke tubuh vandal. Namun sayangnya vandal berdiri kokoh tanpa bergerak secuil pun. Jirah emasnya menghembuskan hawa panas, tanah dibawah pijakannya meleleh tetapi malah ia tersenyum seolah-olah hanya serangan dari seekor serangga.
Kuyang cukup terkejut "Manusia! Kau lumayan juga! Semakin kuat dirimu maka akan menjadi nikmat apabila engkau kujadikan kudapanku! Rrraaaahh…". Kuyang melalui tongkat sihirnya merapalkan kembali mantra. Tongkatnya melayang diudara. Kondisi area pertempuran berubah menjadi gelap, awam hitam berkumpul, angin berhembus lebih kencang. Air hujan berjatuhan, bukan sembarang hujan, kuyang memanggil hujan asam yang mampu mengikis, melelehkan apa yang disentuhnya.
"Mundur ! cari perlindungan! " seru vandal pada seluruh bawahannya. Ia kuat menahan hujan asam tapi tidak dengan pasukannya. Banyak diantaranya tewas meleleh dibawah hujan asam.
"Rasakan !, Melelehlah dalam hujan asam" kuyang terkekeh-kekeh merasa cukup puas dengan serangannya.
Ditengah guyuran hujan asam vandal memulai pertempuran satu lawan satunya terhadap kuyang dari jarak dekat. Ayunan tombaknya begitu halus juga kuat membuat kuyang kewalahan menghindar apalagi menahan setiap serangan vandal. Mereka saling bertukar serangan. Berkali-kali kuyang memberikan kejutan melalui serangan sihir api. Vandal tak kalah hebat menangkis semua serangan lawan tanpa menghindar.
"Hanya ini saja kemampuan mu siluman? ternyata tidak sehebat yang dibicarakan" kata vandal memprovokasi
"Berani-beraninya kau manusia! Akan ku perlihatkan jurus pamungkasku Rrraaaaaahh…"
"Hooo… dengan senang hati aku menerimanya, tunjukan serangan terbaikmu kuyang!" jawab vandal
Rintikan hujan asam semakin deras membuat kabut. Area sekitar duel dilingkari oleh tembok-tembok api yang menyembur dari atas tanah. Tongkat kuyang menjadi serpihan menyatu kedalam hujan. Kini ia melancarkan serangan penghabisan lewat perpaduan sihir api dengan hujan asam menghasilkan hujan panah api meluncur dan meledak bertubi-tubi. Setiap serangan itu berdaya ledak tinggi. Lawan didalamnya terkurung dalam kubah ledakan. Gemuruh terus terjadi, tidak terhentikan pada waktu yang cukup lama"Boomm… booommm… bommm…!". Kuyang terkekeh merasakan kepuasan lebih. "Tidak ada yang sanggup melewati penjara api ku rrraaah…"
Kuyang merasakan kemenangannya. Akan tetapi kemenangan kuyang nyatanya adalah halusinasi belaka. Setelah ledakan anak api reda, "Fiuhh…cukup menghangatkan badan" ucap vandal yang berdiri ditempat tidak goyah meskipun menerima rentetan serangan luar biasa besar.
Kuyang kali ini benar-benar dibuat terdiam bisu, mulutnya yang robek kalah menakutkan dengan lawan yang dihadapinya kini. Kuyang merasa ingin melarikan diri, pergi menjauh dari hadapan vandal.
"Cukup sudah bermainnya. Mari kita akhiri. Hujan dibalas dengan hujan. Tombak surga! Hujan Tombak!" vandal menghunuskan tombaknya kembali ke atas langit. Tombak berduplikasi sangat banyak diatas arena pertarungan. Tubuh kuyang terikat oleh rantai emas. Kuyang mencoba meronta, melindungi diri menggunakan sihir pelindung api akan tetapi tetap saja guyuran tombak menancap diseluruh tubuhnya secara brutal. Dalam waktu yang terbilang singkat, pertempuran usai vandal menangkan. "Prajurit, segera kuburkan mayat penduduk dengan layak" perintah vandal mengakhiri pertarungan.
~
Sepeninggal vandal dan pasukannya, aku menghampiri tubuh kuyang, merobek dada, mengambil jantungnya sembari melihat bekas kawah ledakan pertempuran. "Jika saja aku tadi ikut campur, sulit membayangkan apa yang akan terjadi. Vandal, Great Warden kan ku ingat nama mu baik-baik. Mungkinkah ia yang menyerang desa?" ucap ku dalam hati.
Tiga jantung siluman buas telah aku persembahkan kepada armblade. Perjalanan menara jeritan aku akhiri dengan kembali ke desa sebelumnya, membunuh para pedagang gelap yang telah bersekongkol dengan para siluman. Mereka mati mengenaskan didalam rumahnya masing-masing disaksikan oleh anak dan istrinya. Pada hari itu berita penculikan digantikan oleh berita pembunuhan keji.