Chereads / Aku Akan Selalu Menunggumu, Bunga! / Chapter 5 - Wanita seperti apa?

Chapter 5 - Wanita seperti apa?

Matahari terbenam berangsur-angsur tenggelam, seluruh kota diselimuti senja, langit redup, lampu jalan menyala, dan lalu lintas mulai sepi.

Bunga mengemasi barang-barangnya dan baru akan pulang kerja Sebelum pergi, dia melirik ke ruangan kantor di dalam, tetapi melihat bahwa pintunya tetap tidak bergerak, dan cahaya di dalamnya masih menyala terang. Jelas, Arnold masih belum berencana untuk pulang.

Dia menggelengkan kepalanya, menggunakan lift, pergi ke tempat parkir di lantai pertama, dan bermaksud akan mengendarai mobil keluar.

"Bunga!" Sebuah suara pelan terdengar. Bunga sedikit terkejut, dan menoleh untuk melihat tanpa sadar, tapi dia melihat sosok yang seharusnya tidak ada di sana.

Dia sedikit mengernyit, dan bertanya, "Ridwan?"

Ridwan menatapnya dengan wajah muram. Setelah beberapa waktu, dia berkata "Apa kamu berpacaran dengannya?"

Tadinya dia ingin bertanya tentang promosinya, tapi dia mengurungkan niatnya dan sama sekali tidak tahu mengapa itu berubah menjadi pertanyaan yang tidak masuk akal.

Tapi dia tidak menyesal sama sekali, dan justru sedikit berharap - bahkan meski dia sendiri tidak tahu apa yang dia harapkan.

Kerutan Bunga di antara alisnya menjadi semakin dalam, dan bibirnya mengerucut tidak senang, tapi dia tidak mengatakan apa-apa untuk menyakitinya. Sebaliknya, dia bertanya dengan dingin, "Apa hubungannya denganmu?"

"Kamu adalah tunanganku!" Kata-kata Ridwan yang penuh semangat itu keluar tanpa sadar, tapi dia sama sekali tidak merasa bersalah.

"Tunangan?" Bunga mengulang kata itu, dan tiba-tiba saja tertawa. Dia mengangkat alisnya dan menatap pria itu lurus-lurus, "Kalau masih bisa mengingatnya dengan benar, Tuan Ridwan, hubungan kita sudah berakhir."

Suaranya masih terdengar bijaksana, tapi nada suaranya sangat dingin.

"Sudah berakhir?" Ridwan hanya merasakan dadanya sesak, tapi dia tidak memikirkannya lagi. Sebaliknya, dia mengambil satu langkah ke depan dan berkata "Yang kuingat, kita tidak pernah bersepakat untuk putus hubungan. Bahkan setelah aku meninggalkan pernikahan itu, fakta bahwa kamu adalah tunanganku masih belum berubah."

Bunga tidak segera menjawab, tapi dia menatap pria di hadapannya dengan dingin, seolah-olah dia sudah sangat mengenalnya.

Apa artinya tetap menjadi tunangannya? Sudah jelas bahwa dia menyatakan cintanya pada Lili sore tadi, tapi sekarang dia menemuinya hanya untuk mengatakan ini.

"Ridwan, bagaimana pendapatmu tentang diriku sebagai seorang wanita?" Bunga berkata dengan ringan, matanya tertunduk, suaranya tidak mengandung emosi, "Apa menurutmu aku ini seekor anjing? Kamu tinggal memberi isyarat dan aku akan melakukannya lagi? Kau mau aku menggigitmu?"

Ridwan tersentak kaget dan tidak bisa menemukan kata-kata untuk menanggapinya. Karena dia tidak bisa membalas, dia menjadi marah. Kata-kata tajam berikutnya keluar dari mulutnya tanpa diproses melewati otaknya.

"Bunga! Kamu bilang kamu berpacaran dengan Arnold Hadinata, apa kamu benar-benar ingin sekali menyingkirkanku? Sudah kubilang kan, itu tidak mungkin!"

"Oh?" Suara laki-laki terdengar di belakang Ridwan. Nada suaranya begitu dingin sampai-sampai rasanya bisa membentuk lapisan es, tapi amarah yang samar membuat siapapun tidak bisa mengabaikannya.

"Arnold." Bunga mengangguk kecil ke arahnya, ekspresi wajahnya tetap tidak berubah, tapi sepertinya mantan tunangannya itu tidak menyukainya.

Arnold bahkan tidak menyia-nyiakan waktunya untuk memandang Ridwan, tapi dia balas memandang Bunga dan bertanya, "Ada apa?"

Ekspresi wajah Ridwan sedikit berubah, kepalanya ditundukkan, tangannya mengepal membentuk tinju, dan pembuluh darahnya seolah sudah hampir pecah.

Dia tahu betul bahwa dengan adanya Arnold disini, dia akan mendukung Bunga.

Bunga sepertinya tidak memahami kata-kata Arnold. Dia hanya menggelengkan kepalanya sedikit, tidak mengeluh, tapi mengganti topik pembicaraan "Apa kamu akan pulang sekarang?"

"Ya." Arnold menjawab, tapi dia mengarahkan pandangannya pada Ridwan yang berada tidak jauh disana, tatapannya setajam pedang. Dia memandangnya dari atas ke bawah selama beberapa saat, melepaskan momentum yang menekan, dan dengan mudah membuatnya kaku di tempat.

Bunga mengangguk pelan, dan berjalan menjauh dari mobil.

Arnold mengikutinya dari dekat, tapi dia berhenti ketika melewati Ridwan.

"Apapun yang kau lakukan, jauhkan aku darinya." Ucapannya enteng, tapi dengan ketegasan yang tak bisa dipungkiri.

Ridwan merasa hampir tercekik oleh aura dominannya, tapi dia masih bisa mengertakkan gigi dan berkata pelan, "Dia tunanganku."

Dia sengaja menambahkan penekanan pada kedua kata itu, karena dia khawatir Arnold tidak akan menyadarinya.

Arnold tidak menjawab, hanya tersenyum misterius, lalu melangkah pergi.

Keheningan inilah yang membuat Ridwan seolah jatuh ke dalam gua es. Dia berdiri diam di garasi untuk waktu yang lama tanpa tahu apa yang dia pikirkan.

Bunga sudah mengira itu akan terjadi, tapi ketika dia pergi bekerja keesokan harinya, dia cukup sensitif untuk merasakan perubahan pandangan mata dari orang-orang di sekitarnya.

Entah itu kedipan mata atau menatap dengan jijik, semua itu menyusut ketika mereka melihat atasannya, membuatnya merasa sedikit bersalah di dalam hati, tapi dia juga cukup bingung.

Situasi itu sama sekali tidak memberinya petunjuk sampai akhirnya seorang gadis muda yang memiliki hubungan baik dengannya diam-diam mendatanginya pada siang hari itu.

"Bunga." Gadis kecil itu berbisik padanya. Setelah memastikan bahwa tidak ada seorang pun di sekitar mereka, dia duduk dan bertanya dengan cemas, "Ada apa? Hari ini, seluruh perusahaan seolah merumorkan bahwa kamu dan Pak Direktur memiliki ... hubungan seperti itu!"

"Hah?" Bunga mengerutkan kening tapi tidak terlalu terkejut. Dia sudah bisa menduga ini akan terjadi.

���Oh! Kenapa kamu sama sekali tidak terkejut!" Gadis muda itu hampir memerah matanya karena cemas. Dia menoleh beberapa kali dan memberinya informasi tambahan, "Apa kamu tidak tahu?! Rumor semacam ini biasanya tidak diperbolehkan di perusahaan. Mereka yang terlibat biasanya akan dipecat.. kecuali kalau Pak Direktur sengaja melindungimu."

Dia berhenti, dan kemudian berkata lagi "Tapi kalau Pak Direktur benar-benar melindungimu, itu sama saja memastikan kau memang punya hubungan dengannya."

"Ya." Bunga menatapnya dengan geli dan menggelengkan kepalanya sedikit, lalu berkata perlahan, "Jangan khawatir, aku akan menyelesaikannya."

"Kamu ini! Dasar..." Gadis muda itu tidak punya pilihan selain memukul Bunga dengan ringan, dan berlari keluar setelah dia melihat tidak ada yang orang lain di sekitar mereka.

Bunga duduk di kursinya sebentar, lalu dia membungkuk dan mengeluarkan sejumlah file laporan dari laci bawah. Melihat surat pengunduran diri yang ditulis dengan huruf besar disana, dia berpikir keras.

Surat pengunduran diri ini sudah dipersiapkan olehnya sejak dia bergabung dengan perusahaan. Dia sudah lama memikirkan tentang situasi ini, tapi dia sama sekali tidak menyangka situasi ini akan datang secepat itu.

Dia tersenyum masam, memandang ke arah pintu kayu gelap yang tertutup rapat, lalu berdiri dengan tegas dan membawa surat pengunduran dirinya.

Surat pengunduran dirinya itu seharusnya diserahkan langsung kepada Arnold, tapi takkan jadi masalah kalau dia menyerahkannya pada manajer SDM karena dia agak segan berhadapan dengan Arnold.

Saat itu tengah hari, Bunga kembali meninggalkan perusahaan, dan kali ini dia tidak mengemudikan mobil. Dia meninggalkan kunci mobil di kantor. Arnold meminjamkan mobil itu untuknya. Sekarang dia tidak punya alasan untuk menggunakannya.

Dia sedikit bingung dan hanya berjalan ke depan, tanpa tahu ke mana dia akan pergi, seperti zombie yang berjalan limbung.

"Awas..."

Suara rem yang melengking terdengar. Bunga berada dalam pelukan seseorang sebelum dia bisa bereaksi.

Perlahan, dia mengangkat kepalanya, dan melihat tatapan khawatir Arnold.

"Bunga..."

Arnold tidak lagi bisa bicara, karena Bunga telah menciumnya.

Bibir dan gigi mereka saling terkait, dan sulit dipisahkan.