Chereads / Pelayan Itu Adalah Pengeran Baruku / Chapter 10 - Siapa Tunangan Citra yang Sebenarnya?

Chapter 10 - Siapa Tunangan Citra yang Sebenarnya?

Satya berjongkok di depan Citra. Dia mengeratkan jaketnya yang ada di tubuh Citra. Gerakan pria itu sangat lembut dan hati-hati, meskipun Citra berulang kali mengulangi agar dia tidak menyentuhnya dengan nada dingin, Satya sepertinya tidak berniat untuk menghentikan gerakan tangannya.

Citra tetap menolak perlakuan Satya padanya dengan kasar. Tepatnya, dia tidak bereaksi dan tidak mengatakan sepatah kata pun. Dia juga tidak bergerak sedikit pun, dan membiarkan pria itu membantunya merapikan mantel yang berantakan di tubuhnya. Satya juga dengan lembut membelai rambut dari dahinya ke belakang telinganya.

Seorang polisi wanita mencoba menyentuhnya sekarang, tetapi dia hampir membuat Citra menyerangnya di tempat.

Satya, pria yang dingin dan tinggi itu masih berjongkok di depan Citra, dengan jari-jarinya di atas lututnya, dan suara rendahnya, dia bertanya, "Saya akan mengantar nona pulang, ya?"

Itu adalah sebuah pertanyaan, tetapi Citra masih tidak berbicara. Namun, tubuhnya yang gemetar menjadi sangat tenang sekarang. Satya menatap wajah kecil pucatnya, dan terus bertanya dengan suara rendah, "Apakah nona mau saya antar ke vila keluarga atau apartemen tempat tinggal nona?"

Citra masih tidak bermaksud untuk berbicara. Oleh karena itu, Satya berhenti bertanya, membungkuk dan langsung meraih pinggang ramping Citra. Dia menggendongnya. Miko terlihat tidak senang, dan mengulurkan tangan untuk menghentikannya. Pada saat yang sama, pria jangkung dan tegas itu memandangnya dengan acuh tak acuh, suaranya yang rendah bahkan lebih terdengar tidak peduli, "Tuan, nona berkata Anda akan menjemputnya, tapi mengapa dia justru dijemput oleh penjahat dan hampir diperkosa?"

Satya menggendong Citra semudah saat dia menggendong seekor kucing mungil. Dia menyipitkan matanya, dan berkata dengan nada dingin pada Miko, "Saya tidak tahu apa yang terjadi pada Anda dan Nona Yulia, tapi saya tidak akan memaafkan Anda jika ini terjadi lagi pada Nona Citra."

Wajah Miko sedikit berubah karena mendengar Satya mengancamnya.

Dia melirik Citra, yang sedang berbaring di pelukan pria itu dan menutup matanya dalam diam. Dia berkata dengan tegas, "Satya, kamu hanya pengawal Citra yang bertanggung jawab untuk melindungi keselamatan pribadinya. Masalah antara dia dan aku, bukan hakmu untuk bertanya."

Bibir Satya membentuk senyuman samar yang meremehkan, "Jadi mengapa tuan membiarkan suami mantan kekasih Nona Yulia untuk mengendarai mobil tuan dan menjemput Nona Citra? Mengapa bukan Anda sendiri yang menjemputnya di bar?"

Miko mengerutkan kening, wajahnya menegang, dan dia berbicara dengan nada yang agak tinggi, "Aku tidak memberikan mobilku pada pria itu. Aku menyuruh sopirku untuk menjemput Citra karena aku harus menyelesaikan suatu masalah terlebih dahulu!"

Mata Satya masih memperlihatkan tatapan mengejek. Di dalam hatinya, dia juga mengutuk Miko yang sudah mengabaikan Citra. Tak lama kemudian, wajah tampan Satya menunjukkan senyuman hangat, dan berkata dengan suara serak, "Oh, begitu rupanya. Anda tidak bisa menjemput tunangan Anda sendiri dan akhirnya dia diculik oleh suami Nona Yulia, mantan kekasih Anda."

Yulia akhirnya mengambil dua langkah ke depan. Dia berkata dengan sedikit ragu, "Masalah ini tidak ada hubungannya dengan Miko, suamiku…" Sebelum Yulia menyelesaikan kalimatnya, dia terpaksa berhenti saat melihat Satya menatapnya dengan dingin. Jelas, itu hanya tatapan acuh tak acuh, tapi hati Yulia bergetar dan dia merasa sangat ketakutan.

Satya membiarkan wanita itu diam di hadapannya. Akhirnya, dia mengucapkan kalimat meremehkan yang ditujukan pada Miko, "Jika Anda tidak bisa menjamin keselamatan tunangan Anda, maka setidaknya Anda bisa bilang padaku agar aku yang akan menjaganya." Setelah selesai mengucapkan kalimat itu, Satya melangkah keluar sambil menggendong Citra tanpa melihat siapa pun.

Kepala polisi dan semua polisi lain yang sedang bertugas memandang Miko yang sepertinya sedang menahan amarah dan saling memandang. Mereka semua pernah bertemu orang kaya yang sombong, tapi pengawal yang dingin dan sombong seperti Satya? Ini baru pertama kalinya! Mereka bahkan dibuat bingung tentang siapa sebenarnya tunangan Citra.

Satya atau Miko?

____

Di luar kantor polisi, Satya mendudukkan Citra pada kursi penumpang yang ada di sebelahnya tanpa mengatakan sepatah kata pun. Begitu dia menutup pintu mobil, dia berbalik dan melihat seorang pria yang tengah berdiri setengah meter darinya tengah tersenyum padanya, "Meski kamu sudah lama menjadi pengawal gadis itu, tapi dengan keberanianmu mengambilnya di depan banyak orang dan di depan tunangannya sendiri, bukankah kamu terlalu lancang?"

Satya menjawab tanpa menatap pria itu, "Benarkah?"

"Apakah kamu menyukai gadis ini?" tanya pria yang sedang menikmati rokoknya itu

Satya mengernyit, "Mana mungkin wanita aku sukai adalah tunangan orang lain?"

Pria perokok itu menciptakan kepulan asap berbentuk cincin, "Tapi, dia belum menikah dengan pria yang di dalam tadi, 'kan? Mereka masih tunangan. Jika kamu menyukainya, masih ada kesempatan untuk menjadikannya milikmu."

Satya diam sejenak, "Sudah selesai bicaramu? Apakah ada yang lain?" Pria perokok itu menjentikkan abu dengan jarinya, "Entah bagaimana, tapi jika tidak ada aku tadi, mungkin gadis itu tidak akan selamat. Mengapa kamu setidaknya mengucapkan terima kasih padaku?" Satya menanggapi dengan ketus, "Terima kasih."

Satya tidak repot-repot menatap pria itu setelah mengucapkan terima kasih, dan berjalan melewatinya. Dia mengitari bagian depan mobil Ferrari berwarna putih itu dan menuju kursi pengemudi. Mantelnya telah dia diberikan kepada Citra. Sekarang hanya ada kaos hitam tipis di tubuhnya. Kaos itu menampakkan tubuhnya yang gagah dan ramping, seperti seorang putra bangsawan yang dingin. Dia mencondongkan tubuh ke dekat arah Citra, jemarinya yang ramping dan hendak mengencangkan sabuk pengaman untuk gadis itu. Napas pria itu harum. Dia menatap Citra yang diam saja, "Maafkan aku, nona."

Citra memejamkan mata, "Antar aku ke apartemen. Aku tidak akan pergi ke rumah keluargaku." Setelah hening beberapa saat, Satya bertanya dengan lemah, "Apa yang harus saya lakukan? Apakah saya harus memberi pelajaran pada pria itu?"

Tiba-tiba Citra memeluk Satya, menyandarkan kepalanya di sandaran kursi, menutup matanya untuk beristirahat, dan bergumam, "Terserah kamu." Satya menyipitkan matanya, "Baik, nona."

Ferrari putih itu melaju cepat keluar dari kantor polisi. Ada lampu jalan yang menerangi jalan di tengah lengangnya arus lalu lintas saat ini. Satya sedang berbicara di telepon saat mengemudi dan memakai headphone. Suaranya cuek seperti biasanya, "Direktur Suko?" Orang yang ada di telepon dengan jelas mendengar suara Satya dan menjawabnya dengan sopan, "Apakah Nona Citra baik-baik saja?"

Satya tidak menanggapi dan justru memberi perintah padanya, "Bawa pria itu besok pagi setelah dia dilepaskan dari kantor polisi."

"Hah?" Direktur Suko bertanya karena tidak paham maksud Satya, "Apakah maksudmu orang yang sudah menculik Nona Citra?"

Satya berkata dengan ringan, "Ya. Dia adalah suami Nona Yulia, pak. Tidak akan menjadi masalah jika Anda membantu saya untuk membawanya besok."

"Tapi… Tapi… Apa yang kamu maksud? Apa aku harus diam-diam membawanya setelah dia bebas dan mengurung dia suatu tempat untuk menghabisinya?" tanya Direktur Suko memastikan.

Satya menjelaskan dengan sabar, "Tidak, kurung saja dia di suatu tempat. Jangan bunuh dia, biarkan saja. Aku masih ada urusan dengannya."

Direktur Suko merasa ragu-ragu. Bagaimanapun, Satya adalah pengawal Citra dan Citra adalah anak walikota. Dia merasa sungkan untuk menolak permintaan Satya. Karena tidak punya pilihan lain, Direktur Suko akhirnya menjawab, "Oke, aku mengerti."

Setelah menutup telepon, Satya menelepon nomor lain dengan jarinya yang panjang. Dia memegang kemudi dengan tangannya dan menatap lurus ke arah jalan, "Aku punya tugas untukmu."

Ada suara laki-laki yang malas di ujung telepon, "Hah?"

"Untuk sementara, jaga suami Nona Yulia agar tidak kabur setelah dia dibebaskan besok pagi," jelas Satya. Pria di seberang menjawab dengan penasaran, "Untuk apa?"

Satya berkata dengan lemah, "Aku harus mencari tahu bagaimana dia bisa mengemudikan mobil Tuan Miko tanpa sepengetahuan pemiliknya dan bagaimana dia bisa tahu di mana Nona Citra berada malam itu."