Citra menyerang pengawalnya yang bernama Satya itu dengan membabi buta. Dia mencium bibir, dagu, wajah, dan mata pria itu. Kemudian, dia bergumam, "Miko, kamu kembali. Aku tahu kamu tidak akan meninggalkanku." Satya mendorong Citra agar menjauh darinya dan membawanya ke samping. Dia berkata dengan suara rendahnya, "Nona, aku bukan Tuan Miko."
Citra tetap tidak bisa mendengarkannya sekarang. Dia hanya merasa panas yang luar biasa di tubuhnya dan merasa sedikit lega ketika dia dekat dengan tubuh lelaki itu. Tanpa sadar, Citra segera memeluk pria itu lagi, dan berkata dengan suara parau, "Jangan pergi, jangan pergi, Miko. Aku tidak akan mengizinkanmu pergi lagi."
Satya mengelak. Bibir Citra hampir menyentuh bibirnya lagi. Jika dia tidak menghindar, gadis itu pasti sudah menciumnya tanpa henti. Satu tangan Satya mencengkeram Citra untuk mencegahnya bermain-main dengan dirinya. Tangannya yang lain dengan tenang mengeluarkan ponselnya dan menelepon seseorang, "Apa yang harus aku lakukan untuk menghadapi orang di bawah pengaruh obat? Dia terus menyerangku."
"Hah?" jawab suara di seberang.
"Tadi dia meminum obat. Aku tidak tahu apa, tapi sekarang dia ingin melakukan 'itu' denganku. Apa aku harus mengantarnya ke rumah sakit?" jelas Satya yang kesusahan menahan Citra.
Senyum licik terpancar dari lawan bicara Satya, "Hei, sudah turuti saja maunya. Dia tidak akan ingat apa pun setelah efek obatnya habis. Kau bisa bersenang-senang!"
Satya memikirkan jawaban temannya di telepon. Lalu, dia menatap wanita mungil yang terus-menerus membuat suara lengkingan di pelukannya. Matanya berkabut karena terlalu bergairah. Dia menelan air liurnya berulang kali yang membuat jakunnya naik dan turun. Dia mengerutkan kening, dan berkata dengan murung, "Kamu memberiku omong kosong lagi?"
"Hei, percuma saja pergi ke rumah sakit. Taruh saja di bak mandi berisi air dingin. Dia akan merasa lebih nyaman sampai efek obatnya hilang," jawab teman Satya memberi solusi.
Setelah bunyi bip, Satya menutup telepon dan melemparnya ke karpet. Pria itu memeluk Citra dan menggendongya menuju kamar mandi. Citra membuka matanya, melingkarkan tangan di leher Satya, dan mencium telinga pria itu satu per satu, tidak lupa menghisapnya sekilas. "Kamu menggendongku seperti putri. Kamu sangat kuat, Miko. Pasti kamu juga sangat berani di tempat tidur," racau Citra.
Satya menutup matanya, jakunnya bergerak ke atas dan ke bawah beberapa kali. Pria itu tidak mengatakan sepatah kata pun. Dia ingin memasukkan Citra ke dalam bak mandi berisi air dingin di dalamnya, tetapi Citra menahan lehernya dan menolak untuk melepaskannya. Satya tidak punya pilihan selain membebaskan satu tangan Citra agar bisa memutar keran.
Saat air dingin di bak mandi sudah penuh, beberapa bekas ciuman berwarna merah cerah telah tergambar di tulang selangka Satya yang mengenakan kemeja berwarna hitam itu. Dia menatap wanita yang sedang mencium dadanya, bibir lembutnya menempel sempurna di dadanya. Lidahnya yang basah juga menyentuh kulit Satya dengan lembut seolah bisa menciptakan arus listrik. Matanya menjadi gelap, dan napasnya menjadi tidak teratur. Tapi wajahnya yang tampan dan tegas sama sekali tidak ragu-ragu. Dia melemparkan Citra ke air dingin di bak mandi.
"Ah, dingin!" teriak Citra yang kini telah terendam di dalam air sedingin es. Saat ini adalah akhir musim kemarau menuju musim hujan, jadi udaranya menjadi lebih dingin dari biasanya. Hotel ini juga berada di bawah laut, jadi suhunya jauh lebih rendah. Selain itu, saat ini sudah malam. Wajar saja jika Citra langsung menggigil saat masuk ke dalam bak mandi. Kesadaran Citra perlahan hilang karena yang dia rasakan hanyalah dingin. Dia berusaha keluar dari bak mandi, tapi dia didorong kembali oleh Satya.
Hal itu terjadi berkali-kali. Setiap kali Citra mencondongkan tubuh dan mencoba memanjat keluar dari bak mandi, dia akan didorong tanpa ampun oleh satu tangan Satya. Sebenarnya pria itu tidak punya tega, tapi dia harus melakukan itu agar Citra tidak membuatnya gelap mata dan terbuai dengan tingkah lakunya.
Perlu diketahui bahwa diam-diam, Satya menyukai Citra, tapi dia juga sadar bahwa sangat mustahil untuk bisa bersama dengannya. Dia adalah Citra, gadis surgawi yang terlahir sebagai putri tertua di keluarganya. Ayahnya adalah seorang walikota dan ibunya adalah wanita paling berpengaruh yang terkenal di luar negeri. Citra memulai debutnya pada usia 14 tahun, dan menjadi terkenal pada usia 17. Setelah itu, dia mulai memenangkan penghargaan sebagai pendatang baru terbaik pada usia 19 tahun. Citra menjadi aktris yang paling populer di industri hiburan saat ini.
Mereka yang memiliki akting lebih baik darinya tidak secantik dia, sedangkan mereka yang lebih cantik dari dia tidak memiliki kemampuan akting sebaik dirinya. Selain itu, mereka yang lebih cantik darinya dan memiliki akting lebih baik darinya, tidak memiliki latar belakang keluarga sekuat Citra.
Saat pukul dua malam, kesadaran Citra perlahan kembali. Dia dapat melihat dengan jelas bahwa pria di sampingnya adalah pengawal pribadinya. Dia berbaring di tepi bak mandi, dan berkata dengan lemah, "Satya." Pria itu berlutut dengan di lantai kamar mandi, setengah dari celana panjang hitamnya basah. Dia berkata dengan sopan, "Nona, Anda sudah sadar."
"Ini dingin, bawa aku keluar," perintah Citra pada Satya. Satya memandangi wajah Citra yang, dan bertanya dengan samar, "Anda baik-baik saja, nona?"
Citra mendesaknya untuk segera membantunya keluar dari bak mandi, "Cepat keluarkan aku dari sini." Satya dengan sigap membantu Citra untuk berdiri, "Baik, nona."
Pria itu bangkit, lalu membungkuk di hadapan Citra dan mengangkatnya dari bak mandi. Saat Satya sudah siap untuk berbalik dan berjalan keluar, Citra mencondongkan tubuh ke dekatnya, matanya menatap Satya instens, "Satya."
Satya salah tingkah, "S-saya akan mengirim seseorang untuk membawakan nona baju kering nanti."
Bulu mata Citra yang panjang ditutupi air, membuatnya semakin menawan, sebaliknya, ekspresinya kini sangat menyedihkan, "Sudah berapa lama kamu kerja sebagai pengawalku?"
Satya menjawab dengan singkat, "Tiga tahun." Citra memiringkan kepalanya, "Apakah menurutmu aku cantik?" Pria itu menatap wajahnya, dan setelah beberapa saat menjawab dengan sedikit gugup, "C-cantik."
Tangan Citra perlahan menyentuh wajah Satya. Dia mengedipkan matanya dan berkata, "Sudah tiga tahun, kenapa aku tidak pernah memperhatikan bahwa kamu begitu tampan? Kamu bahkan lebih memesona daripada semua pria yang ada di industri hiburan, bahkan… kamu lebih baik dari Miko." Ketampanan pria ini berbeda dari Miko yang lembut. Wajah Satya memiliki kharisma seperti pria pendiam dan dingin.
Satya menatapnya dalam diam. Citra mengerutkan bibir merahnya dan bergumam, "Kamu terlihat sangat tampan, biarkan aku menciummu." Satya melemparkan gadis itu kembali ke air.
Pada pukul empat pagi, setelah direndam dalam air dingin selama delapan jam penuh, efek obat yang Citra minum akhirnya hilang sepenuhnya, dan dia kembali sadar. Dia duduk di tempat tidur terbungkus handuk mandi, dan membiarkan pria pendiam itu duduk di sisi lain tempat tidur untuk menyeka rambut panjangnya yang basah kuyup.
Citra berkata dengan dingin, "Satya, kamu sangat tidak sopan, siapa yang mengizinkanmu merendamku dalam air dingin?"
Ekspresi pria itu tidak berubah, dan ritme menyeka rambutnya tidak berubah, sangat lembut. Dia menjawab, "Saya pikir Anda menyukai berendam di bak mandi karena sudah terbiasa, bukan seperti saya yang hanya seorang pengawal dari daerah tertinggal dan tidak punya bak mandi di rumah."
Citra menggertakkan gigi dan tidak dapat menemukan sanggahan untuk sementara waktu.