Dari sudut ruang kecil dari kamar terdengar suara air gemericik yang keluar dari shower kamar mandi terlihat seorang gadis merengkuh di bawahnya, membiarkan tubuhnya basah karena guyuran air.
Terdengar gadis yang menangis meronta-ronta akibat kehilangan sesuatu yang berharga sudah direnggut paksa oleh orang pria yang kurang ajar.
Setelah menyelesaikan aksinya pria itu meninggalkan begitu saja tanpa melihat bagaimana keadaan Alisa yang berantakan yang terpenting hasratnya telah terpenuhi. Sungguh bajingan sekali.
Alisa dengan keadaan berantakan, dan bekas darah yang masih tercetak jelas pada seprei ranjangnya yang kebetulan berwarna putih. Yang menandakan keperawanannya sudah direnggut paksa.
Sudah setengah jam Alisa meratapi kejadian yang tak bisa di cegahnya tadi dibawah guyuran air shower mungkin sudah terasa pening dan dingin rasanya namun tidak sebanding dengan keadaan baju yang kacau, robek di bagian dada karena ulah pria itu. Ada beberapa tanda merah akibat gigitan, di bagian tubuhnya, meski rasa dingin yang menyelimutinya tak dia hiraukan.
Hanya tangisanlah yang bisa Alisa lakukan saat ini meski itu tak bisa membalikkan keadaannya. Alisa mengonyak-onyak tubuhnya menarik-narik bajunya yang sudah robek, dia merasa risih dengan keadaannya sekarang.
Kotor.....kotor....hanya itulah kata-kata yang keluar dari mulutnya.
Kejadian tadi masih membekas jelas pada ingatannya bagaimana pria yang selama ini dia segani ternyata bisa tega menggagahinya. Pria yang terlihat berattitud ternyata mempunyai sikap yang lebih rendah dari penjahat.
Oh~tuhaaannn—mengapa nasibnya malang sekali, miris.
Ditengah-tengah Alisa yang meraung-raung meratapi nasibnya dibawah guyuran air shower.
Dddrrrtttt....dddrrrttttt....
Seketika suara nada dengan volume keras dari ponsel Alisa itu nyala.
Ponsel Alisa berbunyi terus, sebelumnya Alisa mengabaikannya namun si penghubung tidak jerah, terlihat sekarang ponsel itu masih tetap saja bunyi sampai si penerima mengangkatnya.
Dan akhirnya Alisa berniat mengangkatnya. Gadis itu beranjak, terasa sudah tak ada tenaga lagi bahkan mungkin sudah mati rasa.
Alisa merangkak lemas, tangis yang teriak-isak menuju nangkas disisi ranjang dengan keadaan yang basah, meskipun keadaan lantai menjadi becek, dia tidak menghiraukan. Alisa meraih ponselnya, melihat siapa yang menghubunginya. Saat terlihat nama yang terpampang di layar ponsel itu, tangisannya semakin pecah sembari menatap layar ponselnya.
Dengan membukam mulutnya, dan menetralisir dan mengusap kasar tangisannya, akhirnya Alisa menggeser tombol hijau.
"Hallo."
Wanita itu mendengar suara tangisan yang tertahan karena bungkaman mulutnya.
"Alisa..kau menangis?!"
"Kakaaa....kkk...hiks" Tidak bisa menahan tangisnya, menjawab dengan sesenggukan.
Belum mendapat jawaban dari lawan bicaranya, segera gadis itu menutup sambungan telponnya tak tahu bagaimana dia ingin menceritakan kejadian itu pada kakaknya. Semakin pecah sudah tangisan itu keluar lebih deras dari kedua kelopak matanya.
"Kena—"
Raut wajah wanita itu mulai berubah seketika, dia mengerutkan dahinya saat panggilan itu terputus.
Mawar termenung sesaat, mencerna tentang kejadian yang terjadi pada adik semata wayangnya tadi.
Rasa khawatir mulai menyelimutinya sekarang. Sesaat meraih telpon untuk menghubungi sekretarisnya.
"Shell...tolong tunda semua pertemuanku dengan client, aku ada urusan."
"Baik, bu." Wanita itu mengangguk paham meski tak terlihat dari lawan bicara.
Sambungan telpon itu terputus setelah mendengar jawaban dari sekretarisnya. Dengan langkah cepat, dia meraih tas dan blezer kerja yang tersampir di senderan kursi kerjanya, wanita itu melangkahkan kakinya cepat menuju rumahnya.
Terlihat sekali dari raut muka wanita itu terlihat sangat khawatir setelah panggilan telepon yang tiba-tiba terputus dan keadaan Alisa yang terisak tangis. Seketika ingatannya yang beberapa tahun lalu menimpa adiknya, seketika mawar menggeleng cepat, semoga apa yang dia pikirkan tadi salah.
Wanita itu masih mengontrol logikanya untuk menepis rasa penasarannya tentang adiknya yang tengah menangis. Maka dari itu dia melajukan mobilnya lebih cepat, untuk mengetahui kejadian sebenarnya.
***
Sebuah mobil hitam dengan kecepatan diatas rata-rata sudah berada di teras rumahnya yang cukup besar.
Dengan langkah cepat setelah membuka pintu mobilnya kasar wanita itu berlari tergesah-gesah menaiki tangga lantai dua, menuju kamar Alisa. Segeralah dia meraih kenop pintu kamar itu terbukanya dengan kasar, namun wajah itu terlihat tercengung dengan keadaan dihadapannya, pandangannya menyusuri seisi kamar Alisa mencari sosok adiknya yang hanya terdengar suara tangisan.
"Alisa!."
Mawar mulai melangkahkan kakinya pelan mendekati ranjang dimana arah suara tangisan tersebut.
Mawar pun terlihat shock melihat adanya noda di atas ranjang yang berantakan itu seketika tangannya menutup mulutnya yang menganga.
Mawar melihatnya, bagaimana buruknya keadaan Alisa.
Dibawa ranjang, Alisa menyandarkan tubuhnya pada sisi ranjang duduk meringkuk dengan kedua kaki tertekuk, kepala bertumpu pada kakinya dan kedua tangan yang memeluk kakinya erat.
Bagaimana Alisa menangis dengan keadaan pakaian yang basah, berantakan dan tubuh yang bergetar karena tangisan yang racau. Miris yang terlihat.
Mawar menurunkan tubuhnya menjulurkan tangannya.
"Apa yang terjadi?" Dengan pelan wanita itu menyentuh kepalanya dengan lembut.
Alisa belum sadar akan orang yang mendekatinya, karena masih sesenggukan akan tangisannya.
Alisa menepis sentuhan itu. Namun sadar akan orang yang menyentuhnya, ketika gadis itu mengangkat kepala dan menatap orang di hadapannya, lalu segera memeluknya tidak mempedulikam keadaannya yang basah.
"Kau kenapa Alisa...apa yang terjadi padamu, kenapa keadaanmu kacau seperti ini?"
Mawar sebenarnya tahu, namun dia ingin mendengarnya langsung pada orangnya karena sebenarnya dia masih tidak percaya akan pikirannya.
Mawar pun mulai ikut menangis dengan keadaan adiknya ini.
Masih dengan keadaan berpelukan.
"Kakaaaaa.....kkkk!!!Aku kotor!!!"
Mawar semakin deras liquid bening yang keluar dari matanya, tapi dia masih bisa menghalau emosinya.
Mawar menepuk punggung Alisa dan mengusap lembut kepalanya menenangkan gadis itu.
"Siapa yang melakukannya, Alisa?" Mereka saling sesenggukan.
Alisa hanya terdiam tanpa menjawab pertanyaan Mawar. Entahlah—bagaimana nanti expresi kakaknya jika dia tahu siapa pelakunya. Astaga—tangisan makin kencang saja, sampai-sampai ingin bicara rasanya sulit sekali. Isakannya pun semakin kencang juga rasanya dadanya sangat sesak.
"Jawab Alisa!!! Siapa orang itu?!!! Mawar merenggangkan pelukannya menatap Alisa. "Apa dia....Dia datang??!!!Orang itu lagi...kesini, Alisaaa!!!Tapi..." Sambil menggoyang badan Alisa karena tidak ada jawaban yang terdengar dari mulut gadis itu.
Semoga pikirannya salah itu yang selalu diucapkan di benak Mawar.
Dengan mengeleng cepat. "Bukan..hiks" sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
Sedikit lega ternyata pemikirannya salah, namun Mawar semakin takut, lalu siapa lagi pelakunya?
Mawar menakup wajah gadis itu dengan kedua tangannya dengan tatapan sanyu. "Lalu siapa?"tanyanya lembut tapi dengan tatapan intens.
Tak kuat melihat tatapan dari kakaknya, seketika memalingkan tatapannya. Alisa menunduk dan tangisan itu semakin kencang.
Alisa ragu akan jawabannya nanti, takut akan lebih menyakiti hati kakaknya, dia tidak mau itu terjadi namun dia harus mengatakannya.
"Dia...hiks"
"Adalah...hiks...hiks..."
"Ji-Jimmy....kaaakk…hiks"
Sontak raut wajah berubah dan mata Mawar membola..